NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tuduhan

​Keheningan memenuhi ruang makan. Hanya suara denting sendok Clarissa yang jatuh ke meja yang terdengar.

​Clarissa menatap Bu Ninda, lalu menatap Reno, yang tampak marah dan malu.

"​Tante Ninda... apa maksud Tante? Apa Reno sedang bercanda?"

​"​Mama hanya kelelahan, Clarissa. Abaikan saja." sahut Reno.

​Reno mencoba berdiri lagi, tetapi Bu Ninda menahannya.

​"​Jangan coba menutupi kebenaran, Reno! Kamu harus sadar!"

​"​Ninda! Kontrol dirimu! Kita tidak bisa membicarakan ini di depan tamu!" tegas Pak Ramon.

"​Justru karena dia tamu, Pa! Clarissa datang dengan ketulusan dan sarapan! Sementara di taman itu... ada hantu yang menguasai anak kita!" omel Bu Ninda.

​Bu Ninda berbalik ke arah Clarissa. Ekspresinya memohon dan ketakutan.

​"​Clarissa, Tante minta maaf. Istri Reno adalah entitas. Sosok hantu! Dia membuat creepy mansion ini. Dia merasuki Tante kemarin siang! Dia mencoba membuat Tante jatuh sakit! Dia berpura-pura menjadi istri kontrak, padahal dia adalah roh jahat yang ingin menguasai keluarga kita!"

​Clarissa memucat. Ia menoleh ke arah Reno, mencari bantahan.

​"​Reno... ini tidak mungkin kan?"

​Reno memelototi ibunya. Ia tahu ibunya sedang berada di bawah pengaruh rasa takut dan hasutan Bu Kinanti.

​"​Mama tidak tahu apa yang dia bicarakan, Clarissa. Mama sedang mengalami tekanan berat. Aku sudah melarang wanita indigo itu untuk kembali ke sini. Tapi ternyata dia berhasil memanipulasi pikiran Mama. Lilis hanya wanita yang ingin dicintai, Ma!"

​Bu Ninda gelisah, mulai panik.

"Dia bukan indigo yang jahat! Mama melihatnya, Reno! Mama melihatnya! Di taman tadi! Dia duduk di sebelahmu, Reno! Dia tersenyum padaku! Dia dingin, dia tidak memantulkan bayangan di air mancur!"

​Clarissa melihat ke arah Pak Ramon, yang hanya bisa menundukkan kepala, mengelap keringat dingin di dahinya.

​Clarissa bertanya kepada Pak Ramon.

"Om, sebenarnya apa yang terjadi di sini?"

​Pak Ramon memejamkan mata sesaat, lalu membukanya.

​Pak Ramon menjawab dengan nada lelah dan kalah.

"Clarissa... Dengar baik-baik. Kita sendiri tidak tahu siapa yang harus dipercaya. Tapi yang Ninda katakan... dia memang melihatnya dan Reno... dia hanya percaya pada istrinya itu."

​Bu Ninda meraih tangan Clarissa, air mata mulai menggenang.

"​Tolong kita, cayank. Kita butuh bantuan. Reno tidak melihat bahaya ini. Dia sudah dikuasai. Kita harus menyingkirkannya, sebelum dia mengambil semua yang kita miliki."

​Reno bangkit, marah besar.

"​Cukup, Ma! Aku gak akan mendengarkan lagi! Aku gak akan membiarkan kalian berdua menyakiti Lilis! Clarissa, aku minta maaf. Kamu harus pergi sekarang."

​Reno menatap Clarissa dengan mata yang dingin, wajahnya yang tadi tenang kini dipenuhi amarah.

"​Cepat pergi, Clarissa. Sebelum aku berubah pikiran!"

​Clarissa terkejut dengan amarah Reno. Ia menatap Bu Ninda, melihat kesedihan dan ketakutan ibunya Reno.

​Clarissa berdiri, mengambil keranjang anyamannya, dan mengangguk pelan kepada Bu Ninda.

​"​Aku mengerti, Tante. Aku akan mencari bantuan. Tapi tolong, Tante dan Om hati-hati."

​Clarissa berjalan cepat keluar dari ruang makan, meninggalkan Pak Ramon dan Bu Ninda yang tampak putus asa, serta Reno yang sedang diselimuti kemarahan buta.

Bogor, sore hari.

​Toko buku, penuh dengan rak kayu gelap dan bau kertas yang khas. Cahaya sore menembus jendela kaca, menerangi debu yang menari di udara.

​Risa tampak fokus sedang berdiri di bagian koleksi sastra, membolak-balik buku.

​Tiba-tiba, dia merasakan kehadiran. Ia mengangkat kepala.

​Aline baru saja melangkah ke lorong.

​Risa langsung membeku. Kebencian dan kejutan tercetak jelas di wajahnya.

​​Aline melihat Risa dan memberinya senyum kecil.

​"​Risa. Kebetulan banget. Aku gak nyangka ketemu kamu di sini."

​Aline berjalan mendekat, gerakannya luwes, sama persis seperti Alice.

​"Kenapa? Kamu pikir aku hanya berkeliaran di butik mewah dengan kartu kredit Dimas?"

​Aline menghela napas.

"​Bisakah kita seenggaknya basa-basi dulu? Aku gak punya waktu untuk drama tuduhan ini, Risa."

​"​Aku juga. Aku gak pernah punya waktu untuk orang yang mencoba mengambil apa yang bukan miliknya."

​Risa menutup buku yang dipegangnya dengan suara keras.

​Risa dengan mata menyipit.

"Katakan padaku, Aline? Bukankah kamu seharusnya sedang sibuk mencoba gaun pengantin milik Alice?"

​Aline menyentuh salah satu rak buku. Wajahnya menunjukkan sedikit rasa sakit.

​"​Jangan bicara seolah aku adalah perebut di sini, Risa. Aku lagi cari ketenangan."

​"​Ketenangan? Atau kesempatan? Setelah Alice menghilang, kamu muncul dalam sekejap, siap mengambil tempatnya! Kamu pikir aku gak tahu?"

​Aline sedikit meninggikan suara.

"Aku hanya mencoba berada di samping Dimas karena kita sama-sama gak tenang, sudah berbulan-bulan Alice hilang! Dia masih tunangan Alice, Risa! Aku gak pernah berniat,"

​Risa memotongnya, tajam.

"Kamu mencintainya."

​Aline terdiam. Ekspresinya sedikit goyah.

​"​Kamu mencintai Dimas sejak kalian masih sekolah. Kamu selalu berada di bayang-bayang Alice, menunggu kesempatan dan begitu Alice menghilang, kamu langsung bergerak cepat."

​Risa melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke wajah Aline. Mereka sangat cantik, namun energinya sangat berbeda.

​"​Dimas itu tunangan my bestie. Tunangan Alice dan aku melihat bagaimana kamu menatapnya, Aline. Tatapan itu bukan tatapan simpati seorang calon ipar. Itu tatapan obsesi."

​Aline mundur selangkah, menggelengkan kepala.

​"​Kamu salah paham. Aku... aku hanya khawatir dengan Dimas. Dia hancur setelah Alice pergi dan aku satu-satunya yang tahu bagaimana rasanya kehilangan Alice."

​Risa mengejek.

"Oh, kasihan deh. Dua saudari kembar yang menyukai pria yang sama. Tapi hanya satu yang berhasil mendapatkan cincin dan ketika yang satu itu menghilang, yang lain mengambil alih, seolah-olah dia adalah cadangan."

​Risa tersenyum pahit.

"​Aku gak peduli apa motifmu. Yang aku tahu, kamu mirip sekali dengan Alice, dan itu membuatku muak. Kamu adalah pengingat betapa cepatnya orang melupakan Alice."

​"​Aku gak lupain dia! Dia adalah kembaranku!"

"​Benarkah? Kalau gitu, kenapa kamu tidak membantu mencari tahu dengan keras kenapa dia tiba-tiba menghilang? Kamu justru sibuk menghibur Dimas dan membiarkan Dimas percaya bahwa kamu adalah versi kedua dari Alice!"

​Aline mengepalkan tangannya.

"​Diam! Kamu tidak tahu apa-apa! Kamu hanya bisa menuduh!"

​"​Aku tahu kamu ingin menggantikan Alice! Dan aku akan memastikan Dimas tahu persis siapa kamu! Aku akan melindunginya dari manipulasi kembarannya yang licik."

​Aline menatap Risa dengan tatapan yang kini bukan lagi sedih, melainkan marah. Di balik matanya ada kilatan dingin yang mengingatkan pada tatapan wanita psikopat di film-film bergenre thriller.

​Aline dengan suara rendah yang mengancam

"Hati-hati dengan kata-katamu, Risa. Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berhadapan. Aku bisa hilang sabar!"

​Risa tertawa hampa.

"Hello? Apakah itu ancaman? Bagus. Setidaknya kamu menunjukkan warna aslimu. Jauhi Dimas, Aline. Dia bukan milikmu!"

​Risa berbalik, meninggalkan Aline di lorong buku.

​Aline berdiri di sana, menatap punggung Risa yang bergerak menjauh.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!