Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Pesta kemarin malam begitu megah sehingga semua orang sangat menikmatinya, pengumuman mendadak akan pernikahan Althea dan Leon membuat semua orang terkejut termasuk Sharon. Semua bahagia dan mengucapkan selamat.
Namun terlepas dari perasaan itu, Sharon merasa tak nyaman sendiri. Ia tidak sengaja bertatap mata saat itu, melihat tatapan Arthur yang seperti memiliki rencana setelah mendengar pernikahan tersebut.
Apa yang bahkan ia ingin rencanakan? Mengacau pernikahan di kemudian hari? Bagaimanapun ia harus mulai berjaga-jaga.
“Huft.” Perasaan lelah setelah pesta kemarin malam masih membekas, ia tidak terlalu bisa tidur nyenyak karena memikirkan ini.
Bahkan pemandangan indah dari jendela kamarnya tidak mampu membuat dia merasa lebih baik.
“Ada yang bisa saya bantu, nona Sharon?” Tanya Emilia menyadari perubahan mod dari Sharon. “bengong begitu? Sejak kembali dari pesta anda terlihat tidak sehat.”
Sharon menggelengkan kepala. “tidak apa-apa, hanya mungkin … terlalu banyak minum.”
Emilia menatap wajah sendu dari Sharon, lalu ia pun menganggukan kepala. Terkadang orang memiliki fase dimana ia harus sendirian dan merenung. Sebenarnya ia benci merasakan ini karena sebagai pelayan ia sebisa mungkin ingin membantu Sharon, tapi tampaknya Sharon sedang butuh sendiri.
“Baiklah kalau begitu, saya akan pamit dulu. Kalau ada yang bisa saya bantu, silahkan panggil saya.”
Dan begitupun ia meninggalkan Sharon sendiri.
Gadis berambut merah itu menyeruput teh hangatnya, menikmati sensai dengan harapan menghilangkan rasa lelah. Makanan yang tersedia di piring masih belum juga ia santap.
Ia merasa bersalah dengan Emilia, tapi ia sedang tidak berada di fase nafsu makan.
Karena kalau Arthur bertindak lagi, plot cerita akan mengarah kekematiannya.
Sharon mengambil pena di meja, hendak menulis dan menganalisis hal yang terjadi, sebelum tiba-tiba—
Suara langkah kaki menghentak itu semakin mendekat, membuat Sharon tersentak.
Pintu terbuka keras.
“Sharon!” Gilbert berdiri di ambang pintu dengan napas sedikit terengah—dan itu jarang terjadi. Ekspresinya datar seperti biasa, tapi mata itu jelas menunjukkan sesuatu yang berbeda: kekhawatiran.
“Emilia bilang kamu terlihat tidak sehat sejak kembali dari pesta. Ada apa?” Gilbert mendekat beberapa langkah, mengikuti naluri protektifnya yang selalu muncul tanpa diminta.
Sharon terkejut karena dua hal. Pertama, dia tidak menyangka emilia akan sampai mengadu ke Gilbert, kedua, ia tidak menyangka pria yang bisa mengeksekusinya kapan saja memperlihatkan wajah seperti itu.
Sharon buru-buru meletakkan pena di meja, mencoba tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Gil. Aku cuma… kebanyakan mikir.”
Gilbert menatapnya lama, seolah tidak percaya. Dan memang Sharon tidak baik-baik saja.
“Ini tentang Arthur lagi?” Tebaknya. Mata Sharon membulat ketika mendengar nama itu disebut. “Melihat reaksimu aku benar.”
“Kenapa kamu bisa tahu?”
Gilbert menjelaskan bahwa begitu pesta tadi malam berakhir dan pengumuman pernikahan Althea—yang begitu mendadak—menggema di seluruh aula, ia sempat menoleh ke kerumunan.
Dan di sana, Arthur berdiri tenang, Tatapannya lurus padanya, tidak tersenyum, tidak terkejut, hanya… tenang. Seolah dia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Dan seolah merencanakan sesuatu.
Sharon memijat keningnya. Ternyata yang menyadari hal itu bukan dirinya sendiri.
Gilbert mengangkat alis—itu sudah cukup menunjukkan dia mengerti arah pembicaraan. “…kau merasa dia akan melakukan sesuatu terhadap pernikahan itu? Bukan, makanya kamu terlihat begitu panik.”
“Aku masih belum tahu. Dan itu yang membuatku kesal. Tidak ada bukti lagi.”
Gilbert menghela napas pendek. “Aku akan memperketat penjagaan. Dan… kalau ada yang mengusikmu, beritahu aku dulu sebelum kau memutuskan hal bodoh.”
Sharon mendengus. “Aku tidak pernah melakukan hal bo—”
“Kau pernah berbohong dan mencoba keluar dari jendela kamar mandi.” Itu dikatakan tanpa ekspresi.
Sharon terdiam. “…oke, satu kali—”
“Kau pernah berpura-pura menjadi Althea untuk memancing Arthur.”
Sharon makin terdiam “... Oke, baru dua kali.”
Gilbert hampir tersenyum—atau Sharon hanya halu.
Namun sebelum ia sempat membalas, ketukan cepat terdengar dari luar pintu.
“Sharon!” Suara itu lembut tapi jelas tergesa-gesa.
Suara yang begitu ia kenal. Althea.
Gilbert membuka pintu dan Althea masuk dengan wajah serius yang jarang ia tunjukkan. Ia baru saja tergesa-gesa, berlarian menuju ke sini, sehingga penampilan dia tampak berantakan.
Rambutnya kusut acak-acakan, napasnya tersenggal-senggal, dan dia berkeringat.
“Ada apa kak Althea, sampai jauh-jauh ke sini …” Sharon langsung mendekat, sadar bahwa gadis ini pasti mempunyai niat penting
“Sharon… Ayah memanggilmu.”
Suara Althea sedikit ditekan, seolah berita itu terlalu penting untuk dikatakan dengan santai.
“ha?” Sharon duduk lebih tegak. Ia takut bukan main. “Memanggil? Aku emang buat salah lagi?”
“Bukan!” Potong Sharon. “Ada rapat keluarga Lux mendadak. Rapat besar,” lanjut Althea. “Dan ayah bilang kamu harus ikut. Sekarang.”
Ruangan seketika sunyi. Sharon dan Gilbert bertukar pandang, Arthur, pesta, dan rapat. Semuanya saling terhubung dan ini pasti bukanlah kebetulan.
“Bagaimanapun,” ucap Gilbert. “Ini adalah undangan dari Duke, mari kita segera bersiap-siap,Nona Sharon.”
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor