NovelToon NovelToon
Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Waktu berlalu tanpa terasa. Sinar matahari sore mulai meredup, menyaring tipis melalui tirai di ruang kerja utama Mehmet.

Sudah beberapa jam berlalu sejak ia kembali ke mejanya, menyelesaikan beberapa urusan penting, dan berbicara dengan kepala keamanan untuk memastikan Uwais tidak hanya diusir, tetapi juga ditahan sementara di pos keamanan sampai rasa sakitnya mereda sebelum dilepas sepenuhnya di luar area gedung.

Sekitar pukul empat sore, Mehmet merasa gelisah. Ia belum mengecek kondisi Stela sejak ia meninggalkannya.

Ia segera berdiri dan diam-diam memasuki ruangan rahasia di balik pintu kayu mahoni.

Di dalam ruangan yang remang-remang dan tenang, Stela masih terlelap.

Kompres dingin yang tadi ia letakkan sudah bergeser, dan pipinya yang bengkak kini terlihat sedikit lebih baik. Ia tidur dengan damai, beban berat insiden tadi siang tampaknya terlepas saat ia tidur.

Mehmet mendekati ranjang, hatinya melunak melihat istrinya yang begitu rentan.

Ia melihat bakso yang tadi diletakkan di meja sudah mendingin dan tidak tersentuh.

Ia duduk di tepi ranjang sejenak, mengusap pelan rambut Stela, memastikan ia tidak membangunkannya. Namun, rasa lelah dan kebutuhan untuk berada dekat dengan Stela setelah hari yang penuh gejolak itu terlalu kuat.

Tanpa ragu, ia naik ke atas tempat tidur dengan sangat hati-hati, memastikan tidak ada pergerakan yang bisa mengganggu tidur nyenyak Stela.

Ia berbaring miring di samping Stela, dengan lembut menarik tubuh istrinya.

Ia memeluknya erat dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu Stela.

Kehangatan tubuh Stela menenangkan jiwanya yang tegang.

Aroma rambut Stela dan kedamaian napasnya yang teratur adalah penawar terbaik bagi kemarahan dan kekhawatiran yang ia rasakan sepanjang hari.

Stela menggeliat sedikit, merasakan kehadiran hangat suaminya, tetapi ia tidak terbangun.

Ia malah tanpa sadar bersandar lebih nyaman ke dalam pelukan Mehmet, seolah mencari perlindungan.

Mehmet memejamkan mata. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak ada lagi yang boleh menyakiti wanita yang kini menjadi belahan jiwanya.

Ancaman dari Uwais, drama dari Tasya dimana semua itu harus diakhiri secara permanen.

Ia membiarkan dirinya terhanyut dalam kehangatan dan keheningan, memulihkan energi sambil memeluk harta paling berharga.

Stela perlahan membuka matanya. Ia terkejut sesaat menyadari dirinya tidak sendirian.

Kehangatan yang melingkupinya berasal dari pelukan erat suaminya. Ia memutar sedikit kepalanya dan mendapati Mehmet menatapnya.

Suaminya tersenyum kecil, senyum yang tampak lelah namun penuh cinta.

"Sudah sore, Sayang," bisik Mehmet lembut, mengusap bekas merah di pipi Stela yang kini sudah jauh mereda.

"Tidurnya nyenyak?"

Stela mengangguk, menyandarkan kepalanya ke dada Mehmet.

"Aku tidak tahu kapan kamu masuk," gumamnya, suaranya masih serak.

Mehmet mengeratkan pelukannya. "Aku hanya ingin memastikan kamu aman. Ayo bangun kita pulang," ajaknya, bangkit dari ranjang.

Stela juga bangkit, merapikan sedikit pakaiannya yang kusut.

Ia merasa jauh lebih baik, baik secara fisik maupun mental.

"Baiklah. Tapi aku punya syarat," ucap Stela, menatap Mehmet dengan mata berbinar nakal.

"Aku masih belum makan bakso, tapi sekarang aku ingin yang lain."

Mehmet mengangkat alisnya, tersenyum geli. "Oh ya? Bakso yang lain? Sepertinya kamu punya banyak daftar permintaan makanan setelah drama di lobi."

"Tentu saja," jawab Stela, menyeringai.

"Aku ingin beli ayam bakar dulu. Kita makan di rumah. Aku lapar sekali."

Mehmet menganggukkan kepalanya, menyetujui dengan mudah.

"Apapun yang kamu mau, Nyonya Mehmet. Ayam bakar terbaik di Jakarta akan kita beli. Kita bisa makan sambil menonton film dan melupakan semua kekacauan hari ini."

Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan rahasia, meninggalkan kehangatan dan ketenangan di belakang mereka.

Mehmet memastikan Stela mengambil semua barangnya, termasuk kardus yang ia bawa kemarin.

"Kita akan langsung pulang. Aku tidak mau ada drama lagi hari ini," ucap Mehmet sambil merangkul pinggang Stela erat saat mereka berjalan menuju lift pribadi.

Mereka keluar dari gedung kantor Mehmet yang kini tampak tenang dan sepi, aura intimidasi yang ditinggalkan Mehmet kemarin masih terasa kuat.

Mereka langsung menuju mobil sport Mehmet dan melaju menuju restoran ayam bakar langganan Stela yang terkenal dan sayangnya, selalu ramai.

Begitu sampai di lokasi, Stela langsung menghela napas panjang melihat antrean panjang yang mengular di luar warung makan sederhana itu.

"Ya ampun, Met. Antreannya begini setiap hari? Aku sudah lapar sekali," keluh Stela sambil memegang perutnya.

Mehmet memarkir mobilnya dan tersenyum. "Tadi aku sudah bilang, Sayang. Ayam bakar terenak memang selalu menguji kesabaran. Kamu mau aku pesankan delivery saja?"

"Tidak mau! Ayam bakar di sini harus dimakan panas-panas. Aku rela antre," putus Stela.

"Baiklah, kalau begitu. Kamu tetap di mobil, aku yang antre. Aku tidak mau kamu berdiri lama-lama setelah apa yang kamu alami hari ini."

"Tidak! Aku ikut. Aku bosan di mobil," pinta Stela, tapi ia juga melihat ada penjual makanan lain di seberang jalan.

"Tunggu! Aku punya ide."

Stela menunjuk ke seberang jalan, di mana ada gerobak penjual camilan pinggir jalan.

"Aku mau memesan jagung bakar dulu. Buat pengganjal lapar selagi kamu antre. Ayo, Met!" seru Stela dengan mata berbinar seperti anak kecil.

Mehmet tertawa melihat antusiasme istrinya. "Baiklah, Nyonya Mehmet. Jagung bakar dulu, ayam bakar kemudian."

Mereka berdua menyeberang jalan, dan Stela langsung berhadapan dengan penjual jagung bakar yang sedang memanggang.

Stela memilih jagung manis dengan bumbu mentega pedas, baunya yang harum langsung memenuhi udara.

Selesai membeli, mereka kembali ke mobil. Mehmet membiarkan Stela duduk nyaman di kursi penumpang, sementara ia menyiapkan diri untuk kembali bergabung dalam antrean panjang ayam bakar.

Di dalam mobil, Stela dengan gembira menikmati jagung bakarnya.

Ia menggigit jagung yang masih hangat itu dengan lahap, mentega leleh dan bumbu pedas manis menempel di sudut bibirnya.

"Enak, Met. Kamu mau?" tanya Stela sambil menyodorkan jagung yang baru setengah dimakannya.

Mehmet tersenyum dan menggeleng. "Aku sudah kenyang melihatmu makan dengan bahagia, Sayang. Aku pergi antre dulu ya. Jangan buka pintu, kunci mobilnya."

Mehmet mengecup kening Stela, lalu keluar dan bergabung dengan antrean yang bergerak sangat lambat.

Stela, sambil mengunyah jagung bakar, memperhatikan suaminya yang berdiri sabar di antara kerumunan orang.

Melihat Mehmet, seorang CEO kaya raya yang rela antre di warung pinggir jalan hanya demi menuruti keinginannya, membuat hati Stela menghangat.

Ia merasa jauh lebih baik dan yakin bahwa ia telah membuat pilihan yang benar dengan mencintai Mehmet.

Setelah dua jam berdiri sabar dalam antrean yang panjang dan melelahkan, Mehmet akhirnya muncul di hadapan Stela.

Wajahnya sedikit berkeringat, tetapi ia membawa harta karun yang ditunggu-tunggu.

Dua jam kemudian akhirnya Mehmet membawa empat kotak ayam bakar utuh.

Kotak-kotak itu beraroma rempah dan asap yang sangat menggugah selera, terbungkus rapi di kantong kertas besar.

"Misi berhasil, Nyonya Mehmet," kata Mehmet dengan nada lega saat ia masuk kembali ke mobil.

"Empat kotak, lengkap dengan sambal dan lalapan. Kita bisa makan sampai kenyang."

"Ya ampun, Met! Dua jam! Kamu hebat sekali!" seru Stela, mencium pipi Mehmet penuh terima kasih. Ia segera meletakkan sisa bonggol jagung bakarnya dan membersihkan tangannya.

"Ini demi senyummu. Dan sekarang, mari kita pulang sebelum aku dipecat karena terlalu lama meninggalkan kantor," canda Mehmet sambil menyalakan mesin mobil.

Perjalanan singkat menuju rumah mereka terasa cepat karena aroma ayam bakar yang mendominasi.

Sesampainya di rumah, hal pertama yang mereka lakukan adalah menyingkirkan semua urusan kantor dan drama yang mereka hadapi hari itu.

"Aku mandi duluan. Kamu ganti baju, Sayang," ujar Mehmet sambil meletakkan kotak-kotak ayam bakar di meja makan dapur yang besar.

Mereka berdua dengan cepat mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah yang santai dan nyamankemeja longgar dan celana pendek untuk Mehmet, serta piyama katun lembut untuk Stela.

Beberapa menit kemudian, mereka bertemu kembali di dapur. Mehmet sudah menyiapkan piring, nasi hangat, dan minuman dingin.

Mereka segera menikmatinya ayam bakar di meja makan.

Ayam bakar yang empuk, bumbu manis pedas yang meresap sempurna, dan sambal yang benar-benar menjadi obat terbaik untuk mengakhiri hari yang penuh tekanan.

Stela makan dengan lahap, melupakan sejenak dietnya. Mehmet juga makan dengan gembira, sesekali membersihkan sudut bibir Stela yang terkena bumbu.

"Ini jauh lebih baik daripada drama di kantor," kata Stela sambil menggigit paha ayam bakar.

"Terima kasih sudah rela antre dua jam, Met. Kamu tidak pernah melakukan hal sekonyol ini sebelumnya."

"Aku akan melakukan hal yang lebih konyol lagi, asalkan kamu tidak menangis lagi karena ulah orang lain," jawab Mehmet, matanya serius.

Setelah piring mereka bersih, Mehmet menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Stela.

Sementara Stela dan Mehmet menemukan kedamaian dan kehangatan di rumah mereka, suasana di kediaman mewah Tasya justru dipenuhi ketegangan dan kemarahan.

Tasya, yang baru saja kembali dari pertemuan pahit dengan Mehmet di kafe, terkejut melihat bel rumahnya berbunyi, dan di ambang pintu, Uwais muncul dengan wajah babak belur.

Rahangnya tampak bengkak, sudut bibirnya pecah, dan ia berjalan tertatih-tatih.

"Uwais! Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu?!" seru Tasya panik, segera membantu Uwais masuk dan merebahkannya di sofa ruang tamu.

"Mehmet yang melakukannya," desis Uwais, suaranya parau karena rasa sakit dan amarah yang tertahan.

"Aku pergi ke kantornya untuk bicara dengan Stela, dan dia menghajarku."

Wajah Tasya berubah muram. Ia baru saja diusir oleh Mehmet, dan kini pria itu menghajar Uwais, satu-satunya sekutunya. Kemarahan pada Stela dan Mehmet membuncah di dadanya.

"Brengsek! Dia benar-benar gila!" maki Tasya.

Ia segera mengambil kotak P3K dan berlutut di samping sofa.

Ia mulai membersihkan luka-luka di wajah Uwais dengan kapas dan antiseptik, tindakannya cepat namun kasar.

"Pelan-pelan, Sya," keluh Uwais menahan nyeri.

"Kenapa kamu harus menemuinya di kantor?! Kamu tahu dia sudah gila karena Stela!" bentak Tasya, tidak peduli dengan keluhan Uwais.

"Apa kata Stela padamu?"

Uwais mendesis kesakitan saat Tasya mengoleskan obat merah di luka sobek di bibirnya.

"Dia bilang tidak akan menceraikannya. Dia bilang dia mencintai Mehmet," ucap Uwais dengan nada pahit.

Kata-kata itu terasa seperti luka tusuk kedua baginya.

Tasya terdiam.

"Cinta? Omong kosong!" seru Tasya, melempar kapas bekas pakai dengan kesal.

"Dia hanya haus kekuasaan. Dia tahu betapa kayanya Mehmet dan dia pura-pura mencintainya! Dia pasti sudah merayu Mehmet dan meracuni pikirannya!"

Uwais memejamkan mata, membiarkan Tasya menyelesaikan membersihkan lukanya.

Setelah Tasya selesai, ia meraih tangan wanita itu.

"Ini tidak bisa dibiarkan, Sya," kata Uwais, matanya yang bengkak kini memancarkan api dendam.

"Mereka berdua mempermalukan kita, menertawakan rencana kita, dan sekarang mereka bersama dengan bahagia, sementara kita terluka dan hancur."

"Lalu, apa rencanamu?" tanya Tasya, menatap wajah Uwais yang memar.

"Mehmet sudah jatuh cinta pada jalang itu. Dia bahkan tidak mau menemuiku lagi. Dia mengancamku!"

Uwais tersenyum sinis, meskipun senyum itu terasa sakit di rahangnya.

"Mehmet hanya mencintai Stela karena dia pikir Stela tulus. Dia tidak tahu bahwa Stela adalah racun. Kita tidak bisa memisahkan mereka dengan cara halus lagi."

Tasya mencondongkan tubuhnya, matanya menyipit penuh perhatian.

"Maksudmu?"

"Kita harus tunjukkan pada Mehmet siapa Stela sebenarnya," bisik Uwais, suaranya serak namun penuh rencana jahat.

"Kita buat Mehmet meragukan Stela, hingga ia jijik padanya dan menceraikannya sendiri. Dan aku tahu persis kelemahan terbesar Stela."

Tasya mengerutkan kening, menunggu Uwais melanjutkan.

"Cinta itu bisa dibutakan, Sya. Tapi kepercayaan itu mudah dihancurkan. Dan aku punya kunci untuk menghancurkan kepercayaan Mehmet pada Stela."

1
Aether
AWOKWOK NGAKAK CIK
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!