Melisa terpaksa menjalani kehidupan yang penuh dosa, demi tujuannya untuk membalaskan dendam kematian orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kritis
Lusi langsung dibawa Rudy kesebuah rumah sakit dimana biasanya isterinya dirawat, dan Lusi pun langsung ditangani oleh dokter dan dibantu perawat yang ikut membantu pasien.
Lusi terlihat lemah, ia pun di infus, belum lagi ia sudah menjalani kemoterapi untuk yang kedua kalinya.
Dan hari ini ia terpaksa tidak menjalani itu karena kondisinya yang terlalu lemah. Bahkan Lusi hilang kesadaran cukup lama.
"Anda suaminya ibu Lusi?" Tanya dokter pria itu pada Rudy.
"Iya dokter, saya suaminya. Ada apa dengan isteri saya?" Tanya Rudy.
"Isteri anda sesak nafas dan juga karena ada penyakit kronis sehingga terpaksa harus dipasang alat ventilator."
"Apa...?? Tidak bisakah hanya diberi cairan saja?"
"Tidak bisa pak, karena kesadaran isteri anda menurun dan ia terihat kesulitan bernafas. Untuk itu mohon kerja samanya, serta tanda tangani alat pemasangan ini." Jelas dokter pria itu.
"Bak, lakukan yang terbaik untuk istriku." Ucap Rudy.
"Mari pak ditanda tangani dulu." Ucap dokter pria itu lagi.
Dan setelah Rudy menandatangi surat pemasangan alat itu, barulah dokter mengambil tindakan yang terbaik untuk Lusi. Dengan cepat mereka memasang alat pada Lusi untuk mempermudah jalan pernafasannya. Namun sebelum pemasangan itu, Lusi diberikan obat bius.
Rudy menemani sampai tenaga medis itu menyelesaikan tugasnya, ingatannya tertuju pada melisa yang tadi ia tinggal dengan kemarahannya.
Belum lagi ia ingat anak mereka, merindukan seharian ini tidak mengendong samudera. Lalu ia sejenak meminta izin pada perawat untuk pulang ke rumah.
Setidaknya sejahatnya Lusi pada dirinya dan Melisa, ada tanggung jawabnya sebagai seorang suami yang harus menjaga isterinya.
Rudy pun langsung pergi dari rumah sakit dan melajukan mobilnya untuk sampai pada rumahnya, berharap Melisa telah tenang.
Namun saat ia tiba-tiba dirumah, teihat rumahnya begitu tenang, seperti tidak ada tanda kehidupan. Kakinya melangkah sampai pada sebuah ruangan, dimana ia bisanya bercengkerama dengan Melisa.
Tapi ia tidak menemukan Melisa, laluangkahnya menuju ke kamar isteri keduanya. Berharap Melisa dan samudera ada disana.
Nihil hasilnya, Melisa tidak ada juga. Rudy mengusap wajahnya frustasi. Lalu ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Melisa, namun sayangnya sambungan teleponnya tidak juga dijawab atau direspon oleh Melisa.
Hati Rudy semakin takut, pikirannya kemana-mana. Pria itu pun penasaran dan mencoba membuka lemari milik Melisa. Betapa terkejutnya Rudy ternyata lemari pakaian Melisa telah kosong, tidak ada pakaian yang tertinggal disana.
Bukan hanya pakaian Melisa saja yang sudah raib, tapi pakaian puteranya juga sudah tidak ada lagi ditempatnya. Badan Rudy langsung lemas seketika, ia menitikan air matanya.
"Melisa, kamu dimana? Jangan bawa samudera puteraku." Lirihnya yang begitu sedih Rudy rasakan.
Sedangkan yang dicari kini sudah berada disebuah rumah yang sederhana, Melisa tinggal dirumah teman sekolahnya, sahabat dekat Melisa yang tidak pernah lagi bertemu dengannya karena kini tinggalnya jauh dari tempat tinggal Melisa.
Belum lagi tempat tinggal teman Melisa berada diluar kota, dan disinilah Melisa tinggal bersama temannya yang bernama Gita. Dan Gita hanya tinggal seorang diri, karena kedua orang tuanya telah tiada.
"Terima kasih kamu udah menampung aku dan samudera." Lirih Melisa menitikan air matanya.
Samudera yang berada dalam gendongannya pun terlihat lelap tidurnya setelah menghabiskan satu gentong asinya.
"Tinggalah yang lama disini Mel, aku senang malah ada kalian. Tidak sepi rumahku." Balas Gita yang kini sedang mengusap-usap pipi gembul putera Melisa.
"Ini anak kamu Mel?" Lanjut Gita meyakinkan dirinya.
"Iya ini anakku Gita, sama ayahku."
"Apa jadi kamu....??"
"Sst jadi dia buka ayah kandung aku, Rudy adalah ayah angkatku....."
Lalu Melisa pun mulai menceritakan detailnya selengkapnya dari awal hingga akhir dan tidak ada yang ditutupi.
"Jadi kamu ingin membalas dendam?" Tanya Gita.
"Hem,,,,,kamu mau bantu aku kan Gita?"
"Bantu apa Mel?"
"Bantu aku untuk mencari informasi tentang seseorang, ini daftar namanya." Melisa pun menyerahkan foto keduanya beserta nama lengkap.
Gita menatap foto orang yang akan dijadikan ajang balas dendam Melisa, sebagai teman ia begitu tahu sebenarnya Melisa gadis yang baik, namun ia salah pergaulan saja.
"Baik, saya akan cari informasi tentang kedua orang ini " jawab Gita.
Melisa memang sengaja meminta bantuan Gita karena selain mereka bersahabat, Gita sekolah di kepolisian sehingga setidaknya ia punya banyak teman dan Chanel untuk mencari dan menggali informasi detailnya.
Sementara keesokan harinya Rudy masih menghubungi Melisa, namun Melisa tidak juga mau meresponnya.
Bahkan saat Rudy mengirim banyak pesan untuknya Melisa pun malas untuk membalasnya. Sungguh Rudy sangat frustasi dan kehilangan Melisa saat ini.
Sedangkan Melisa hanya menatap pada layar teleponnya, dimana ia yang berusaha ingin mengetikan sesuatu namun ia urung lakukan karena rasa kesalnya pada Lusi menyebabkan Melisa juga membenci Rudy yang tidak tahu apa apa dan hanya menjadi korban Lusi saja.
Namun jika Melisa lemah, itu akan membuatnya terbujuk oleh Rudy dan kembali pulang untuk menjadi isteri kedua lagi yang membuat Melisa sebenarnya tidak menyukai statusnya itu.
Lama melamun, samudera menangis kencang membuat Melisa terkejut dan langsung mengendong puteranya.
Anaknya bersama Rudy, ayahnya itu kian gemuk karena produksi asinya yang sangat bagus, namun Melisa tak menyesal telah melahirkan samudera kedunia ini.
Karena samudera terus menangis dan seperti kehausan Melisa pun langsung memberikan sumber makanannya untuk si kecil.
Tak lama setelah disodorin samudera langsung bersemangat mengambil sumber asi dari Melisa, hingga terlihat tawanya yang tengah berusaha mengeluarkan sumber makanannya dengan begitu rakusnya.
Melisa tersenyum melihat tawa kecil samudera, hatinya mulai meluapkan sejenak rasa marah dan dendamnya pada orang-orang yang telah menghancurkan hidup orang tuanya.
"Kamu jangan cemas sayang, mama selalu ada untuk kamu." Lirih Melisa yang menggenggam tangan kecil puteranya.
"Mel, gimana betah tinggal disini?" Tanya Gita yang datang langsung yang dituju kamar Melisa yang sedang memberi asi anaknya.
"Betah, lingkungannya juga nyaman dan udaranya sejuk." Ucap Melisa.
Tentu saja Melisa senang tinggal ditempat yang jauh dari kota, bahkan Gita hanya untuk sekolah saja membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai ditempatnya menimba ilmu.
"Bagus kalo kamu betah dan nyaman tinggal disini, kalo samudera suka gak tinggal ditempat onty??"
"Cuka cekali onty Gita...." Cicit Melisa yang menirukan suara khas anak kecil.
"Sudah jangan n3n3n aja, sini onty gendong." Sela Gita yang gemas dan mulai mengambil alih samudera dari gendongan Melisa.
Melisa pun memberikan puteranya untuk bisa digendong oleh Gita, lalu ia mengambil pakaian kotor anaknya untuk ia taruh dikeranjang tempat pakaian kotor.
"Mel anak kamu gemesin ya? Mirip kamu, persis banget."
"Ganteng kan? Tentu aja harus mirip aku." Sela Melisa bangga.
"Terus ayah kamu gimana? Apakah kamu ingin meninggalkan dia? Memangnya tidak ada cinta ya dihati kamu untuk ayah kamu?" Cecar Gita yang penasaran dan ingin mengulik kehidupan asmara temannya itu.
"Entahlah, sampai sekarang aku tidak tahu perasaanku ini. Yang jelas aku ingin bercerai darinya, aku gak mau lemah. Karena itu akan membuatku tidak jadi untuk merencanakan balas dendamku."
"Kalo itu sudah keputusanmu aku akan mendukungmu." Ucap Gita.
***
Disisi lain Rudy sedang berada dirumah mengenang kebersamaannya bersama Melisa dan juga puteranya yang masih berumur 2 bulan lebih itu.
Setiap hari semenjak Melisa pergi, ia selalu membuka galery fotonya yang sedang bersama puteranya. Terlebih foto kebersamaan Rudy saat baru awal menikah dengan Melisa.
Dan beberapa video saat Melisa menari dengan lincah diatasnya, dan itu sengaja Rudy rekam untuk kenangannya bersama Melisa.
Hingga ia tersadar akan lamunannya karena ada telepon yang masuk, nomer yang tidak ia kenali. Rudy pun langsung mengangkatnya, berharap si penelepon adalah isteri keduanya.
"Hallo siapa ya?"
"Apakah benar anda suami dari ibu Lusi?"
"Iya benar? Ada apa dengan isteri saya?" Tanya Rudy mulai tidak enak hati.
"Tolong segera datang kerumah sakit, isteri anda kritis."
"Baik saya akan segera kesana."
Telepon pun di tutup, Rudy pun mengusap wajahnya dan beranjak dari kenyamanannya disofa tadi.
Rudy masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas untuk segera kerumah sakit, pikirannya tidak tenang dengan hak yang nantinya akan terjadi.
Terlebih lagi keadaan Lusi yang kian memburuk walaupun isterinya itu sudah mendapatkan pengobatan terbaiknya.