Alur cerita ringan...
Dan novel ini berisi beberapa cerita dengan karakter yang berbeda-beda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arran Lim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Pukul tiga sore, cahaya matahari masih menyinari kota dengan lembut. Dari kamar hotel, Anna tengah bersiap-siap. Rambutnya ia biarkan tergerai, bergelombang natural yang jatuh indah di bahunya. Tadi siang, Nicholas sempat membawanya ke butik kecil di dekat alun-alun dan membeli sebuah dress sederhana berwarna putih tulang. Dress itu memang bukan gaun mewah, tapi entah mengapa terlihat begitu pas di tubuh Anna—anggun, manis, dan bersahaja.
Nicholas yang sejak tadi sibuk menatap layar ponselnya sontak menoleh ketika mendengar langkah pelan mendekat. Begitu matanya jatuh pada sosok Anna, ia terdiam. Seolah-olah waktu berhenti sejenak.
Anna menunduk malu saat tatapan Nicholas begitu intens mengarah padanya. Namun, lelaki itu bangkit dari duduknya, mendekat, lalu dengan lembut mengangkat dagu Anna agar wajah mereka sejajar.
“Cantik,” ucap Nicholas, lirih namun penuh keyakinan.
Pipi Anna langsung merona, ia hanya terdiam, sementara hatinya berdebar kencang. Nicholas tersenyum, jemarinya terulur mengelus lembut pipi Anna.
“Kita berangkat sekarang?” tanyanya, suaranya hangat.
Anna mengangguk pelan. Tanpa menunggu jawaban lebih panjang, Nicholas menggenggam tangan Anna dan membawanya keluar. Mereka berjalan beriringan melewati lorong hotel, hingga akhirnya tiba di festival tulip.
Begitu memasuki area taman, Anna tertegun. Matanya berbinar, wajahnya sumringah. Hamparan tulip aneka warna terhampar luas, bergerak pelan mengikuti hembusan angin. Meski banyak orang berlalu-lalang, keindahan bunga-bunga itu tetap memikat.
“Pengen foto, tapi banyak orang. Jadi tulipnya ketutupan,” ucap Anna dengan wajah sedikit cemberut.
Nicholas hanya tersenyum mendengarnya. Ia tak membalas, hanya menatap Anna dengan sorot mata yang penuh rasa sayang. Mereka terus berjalan hingga tiba di sebuah sudut taman yang jauh lebih sepi, hampir tidak ada orang di sana.
Anna mengerutkan kening. “Loh, kok di sini sepi?” tanyanya heran, meski dalam hati ada rasa senang yang tak bisa ia sembunyikan.
“Mau foto, kan? Sini, aku fotoin.” Nicholas mengeluarkan ponselnya, siap mengabadikan momen.
Anna tersenyum lebar, lalu mengangguk. Ia mulai berpose—canggung pada awalnya, tapi kemudian gaya-gayanya berubah luwes, seolah seorang selebgram. Nicholas memotret dengan sabar, namun setiap kali Anna berganti pose, senyum di wajah Nicholas semakin lebar. Dalam hati, ia tak berhenti mengagumi gadis itu.
*Cantik banget sih, baby,* batinnya, merasa gemas sendiri.
Setelah puas berfoto, Anna berlari kecil menghampiri Nicholas. Ia segera merebut ponsel dari tangannya dan melihat hasil jepretan. Senyumnya merekah, matanya berbinar puas.
“Makasih, pak. Hasilnya bagus banget,” ucapnya dengan semangat.
Nicholas tersenyum tipis. Ia berdiri mendekat, lalu tanpa peringatan merengkuh Anna dalam pelukan dari belakang. Anna tersentak kaget, matanya melebar ketika menoleh.
“Sekarang giliran kita yang foto,” bisik Nicholas di telinganya.
Anna terpaku, sementara Nicholas dengan santainya mengambil kembali ponselnya. Ia membuka kamera depan, lalu mengangkatnya. “Ayo, cepetan,” katanya sambil menatap layar.
Anna menoleh ke arah kamera, wajahnya tegang dan kaku. Nicholas yang memperhatikan itu hanya mengulum senyum.
“Tegang banget, senyum dong,” ujarnya menggoda.
Anna mencoba tersenyum, namun hasilnya justru terlihat konyol, seolah ia sedang menahan sesuatu. Nicholas tak tahan, ia tertawa terbahak-bahak.
“Ya ampun, lucu banget ekspresinya,” katanya sambil masih tertawa.
Anna mendelik kesal, semakin salah tingkah. Namun tawanya Nicholas mereda, ia lalu mencondongkan wajah dan mengecup singkat bibir Anna.
Anna membelalakkan mata, tubuhnya menegang.
“Gemes banget sih kamu,” ucap Nicholas sambil mencubit pipinya pelan.
Anna tak sanggup berkata-kata, hanya diam dengan wajah yang kini semakin memerah. Nicholas pun menariknya duduk di kursi taman yang dikelilingi tulip-tulip indah. Ia menuntun Anna duduk di sela-sela kakinya, lalu merangkulnya erat dari belakang.
“Ayo foto. Senyum yang cantik dong,” katanya sambil mengangkat ponsel kembali.
Anna masih terlihat canggung, hingga Nicholas menatap wajahnya dari samping. “Nggak usah canggung gitu. Kita udah sejauh ini, nggak perlu ada rasa canggung lagi. Dan… kalau cuma berdua sama aku, jangan panggil ‘pak’. Panggil aku ‘kak’. Ngerti?” ucapnya tegas namun penuh kelembutan.
Anna menelan ludah, menunduk, lalu beberapa detik kemudian ia mengangguk.
Senyum tipis mengembang di wajah Nicholas. Ia mengecup pipi Anna lembut, membuat gadis itu semakin salah tingkah.
“K-kenapa sih hobi banget cium-cium?” gumam Anna kesal bercampur malu.
“Loh, emang kenapa kalau cium? Aku aja udah nyusu sama kamu, masa cium aja nggak boleh?” jawab Nicholas santai.
Anna membelalakkan mata, tangannya refleks memukul lengan Nicholas dengan cukup keras.
“Kalau ada yang denger gimana?” ujarnya panik.
Nicholas terkekeh. “Mana ada yang denger? Kita berdua doang di sini.”
Anna mengedarkan pandangannya, lalu kembali mengernyit.
“Kok bisa sepi ya? Padahal bunga-bunganya di sini lebih cantik,” gumamnya bingung.
Nicholas hanya menatapnya sambil tersenyum samar, seakan menyimpan sesuatu yang hanya dirinya saja yang tahu.