Alea, wanita tangguh berusia 25 tahun, dikenal sebagai bos mafia paling ditakuti di Itali. Dingin, kejam, dan cerdas—tak ada yang bisa menyentuhnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis mengubah segalanya. Saat terbangun, Alea menemukan dirinya terjebak dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 16 tahun bernama Jasmine—gadis cupu, pendiam, dan selalu menjadi korban perundungan di sekolah.
Jasmine sendiri mengalami kecelakaan yang sama... namun jiwanya menghilang entah ke mana. Kini, tubuh rapuh Jasmine dihuni oleh jiwa Alea sang bos mafia.
Dihadapkan pada dunia remaja yang asing dan penuh drama sekolah, Alea harus belajar menjadi "lemah"—sementara sisi kelam dan insting mematikan dalam dirinya tak bisa begitu saja dikubur. Satu per satu rahasia kelam tentang kehidupan Jasmine mulai terkuak—dan sepertinya, kecelakaan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
Apakah Alea bisa bertahan di tubuh yang tak lagi kuat seperti dulu? Atau justru Jasmine akan mendapatkan kekuatan kedua untuk membalas semua lu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinata Ochie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 – Koridor Kematian
“Kita sudah masuk perut monster ERLA " bisik Leo.
“Dan kita akan membuatnya memuntahkan semua kebusukan yang mereka telan.” Sahut Alea.
Mereka terus melangkah memasuki lorong yang amat panjang, langkah kaki mereka terdengar bergema di seluruh lorong.
...****************...
Kini mereka sampai di sebuah lorong yang tak lagi berbau lembab dan berdinding kasar, tempat itu sangat berbeda, dindingnya berwarna putih metalik, dengan sistem teknologi tertinggi, Ini adalah inti fasilitas bawah tanah ELRA, terdapat sensor tersembunyi dan juga suhu ruangan yang di kendalikan secara otomatis.
"Ini seperti laboratorium masa depan, atau bisa jadi penjara abadi" Zora berbisik penuh kekaguman dan juga rasa takut.
Alea memandang ke sekeliling dinding, ia merasa ada yang aneh pada dinding tersebut, ia meraba dinding itu yang nampak seperti sebuah simbol atau semacam pola, ternyata itu bukan sekedar simbol ataupun pola melainkan kamera jiwa tersembunyi. Sebagai pengintai sistem pelacak denyut jiwa.
Saat semua sedang mengamati lorong tersebut tiba-tiba saja alarm berbunyi dan lampu di langit-langit pun menyala berkedip tiga kali, pertanda sistem Motion & Soul Tracker aktif. Lalu terdengar suara metalik menggema di seluruh lorong.
“Peringatan. Kehadiran unauthorized terdeteksi. Memulai Protokol Eliminasi.” Sistem ERLA
Dan lampu berubah menjadi merah, berkedip-kedip, lalu dari celah pola dinding keluar laser yang membentuk pola tak beraturan, yang menyapu seluruh lorong.
Sinar ini bukan hanya memotong fisik, tapi membaca frekuensi jiwa, mencari ketidaksesuaian dengan ID resmi ELRA.
Akan sangat sulit bagi mereka untuk melewati gerbang itu, jika sedikit saja mereka terkena sinar laser itu maka hancurlah jiwa mereka.
Leo mencoba untuk menembak sinar laser itu, namun sayangnya peluru justru terpental kembali, karena sistem laser telah di lapisi pelindung nano circuit, membuat dinding itu tak bisa di hancurkan bahkan dengan torpedo sekalipun. Dinding yang Leo tembak tadi membuat salah satu sinar laser menukik dan hampir membelah Zora, wanita itu menjerit, beruntung Cecilia menarik lengannya untuk berlindung di balik lekukan dinding.
"Kalau kena langsung, bukan cuma tubuhmu yang hancur—jiwamu juga diputus dari realitas!" Teriak Zora.
"Hei Leo, berhati-hatilah kau bisa membahayakan tim mu sendiri" Cecilia marah pada Leo yang bertindak seenaknya tanpa pikir panjang.
"Maafkan aku, aku pikir jika ku hancurkan sinar laser itu kita bisa melewati nya dengan mudah" Leo merasa sangat bersalah karena hampir saja membunuh temannya sendiri.
"Aku tak menyalahkan mu Leo, namun lain kali berhati-hatilah ok" Leo mengangguk.
Alea terus saja memperhatikan dinding yang memancarkan sinar laser itu, dahinya berkerut, ia seperti tau sesuatu.
"Ini bukan hanya senjata, ini bentuk penyaringan. Mereka ingin tahu siapa yang cukup ‘murni’ untuk masuk lebih dalam." Ucap Alea. Ia tetap fokus memperhatikan semua dinding dan mencoba mencerna bagaimana cara melumpuhkan sinar laser itu.
Di saat semua tak terkendali dan amat kacau, bahkan tak ada yang tau bagaimana cara melewati sinar laser berpola itu, tiba-tiba saja Alea mendengar suara lembut Jasmine di kepalanya.
"Kita bisa mengatur ulang pola sinyal itu… lewat emosi." Suara lembut dan tegas Jasmine bergema dalam pikiran Alea.
Alea mengerti maksud perkataan Jasmine, ia pun berkonsentrasi memadukan semua emosi dalam dirinya, kesedihan, dendam dan tekad melebur jadi satu, sehingga menciptakan getaran jiwa yang harmonis.
Akhirnya beberapa sinar laser berhenti, dan sistem membaca dirinya sebagai entitas netral yang tidak berbahaya.
"Ikuti aku! Tenangkan pikiran kalian! Fokus ke satu hal: tujuan kita!" teriak Alea pada yang lain. Yang lain mengikuti saran Alea, mereka mencoba berkonsentrasi untuk tetap fokus pada tujuan awal mereka ke tempat itu. Akhirnya beberapa sinar laser mulai menghilang, Alea beserta timnya berjalan di lorong dengan terus fokus dan waspada. Namun pada saat uang lain sudah tujuh puluh persen melewati lorong , tiba-tiba saja Zora tergelincir dan jatuh ke jalur laser aktif.
Cecilia menoleh ia melihat Zora yang tergeletak di sana dan hampir tak bernafas. Tanpa pikir panjang Cecilia kembali ke lorong untuk menyelamatkan Zora,
"Pergi lah, tinggalkan aku di sini, jangan kembali cepat pergi" teriak Zora, namun Cecilia tak peduli ia berlari zig zag menghindari sinar laser.
"Cecilia apa yang kau lakukan, kembali ke sini, kau bisa mati" teriak Alea.
"Hey apa kau sudah gila hah, kalian bisa mati" teriak Leo, Cecilia tak mengindahkan teriakan Alea juga Leo, ia berhasil menggapai Zora, ia menggendong Zora lalu kembali berlari zig zag secepat mungkin, namun satu sinar laser mengenai punggung nya, darah menyembur keluar, Cecilia tetap berlari sampai ke ujung lorong.
Mereka berhasil sampai di ujung lorong dimana Alea dan Leo sudah berada di sana,
"Cecilia kau tak apa apa" Alea melihat ada luka bakar dan sayatan pada punggung Cecilia,
"Luka mu harus cepat di obati" ucap Leo
Zora menangis, perlahan ia menghampiri Cecilia lalu memeluknya.
"Terimakasih, kenapa kau lakukan itu, kau bisa mati Cecilia" isak Zora.
"Karena kau bukan beban. Kau… alasanku tetap hidup." Cecilia mencoba tersenyum walaupun ia harus menahan rasa sakit pada punggung nya. Leo mengambil kotak obat, ia mengobati luka Cecilia lalu menutup nya dengan perban.
"Setelah kita berhasil, aku akan merawat mu" ucap Alea, dan di balas dengan senyuman dingin oleh Cecilia.
"Kita tak bisa berlama-lama, apa kau sudah kuat Zora, Cecilia, bisa kita lanjutkan" tanya Leo. Kedua wanita itu mengangguk, dan mereka pun melanjutkan perjalanan menyusuri lorong panjang itu.
Leo berjalan sambil memapah Cecilia sedangkan Alea memapah Zora, tubuh mereka nampak lelah namun mereka tak ingin menyerah, semua demi satu tujuan yang sama, kebebasan dan juga menghancurkan ERLA.
Akhirnya mereka sampai di ujung lorong, di sana terdapat pintu besi besar yang lebih canggih dari pintu sebelumnya. Dan itu adalah pintu terakhir mereka setelah melewati lorong kematian. Pintu itu berlapis baja dan memiliki sensor pemindai DNA dan kode waktu hidup.
Alea menghela napas berat.
"Ini... titik masuk terakhir. Di balik ini... mungkin adalah inti dari Nexus." Ucapnya.
"Berarti pintu ini adalah ujian terakhir kita, atau masih ada kejutan lain di dalamnya" Zora dan Alea saling berpandangan, entah apa yang ada dalam benak mereka, namun sepertinya mereka sedang berbicara dalam pikiran masing-masing.
Saat sedang memandang pintu baja itu, terdengar suara sistem ERLA.
“Tiga dari empat jiwa terdeteksi mengalami ketidakstabilan. Akses ditangguhkan.” ucap sistem ERLA.
"Apa yang akan kita hadapi setelah ini" bisik Cecilia, ketiga orang itu, Zora, Cecilia dan Leo saling berpandangan, dan terdiam.
Alea sadar ini adalah ujian psikologi terakhir untuk mereka, jika berhasil melewatinya makan pintu akan terbuka namun jika mereka gagal pintu tak akan pernah terbuka. Tantangan kali ini lebih akan lebih berat, bukan soal fisik tapi keseimbangan jiwa dan pikiran.