NovelToon NovelToon
Cinta Pertama Sang Mafia Iblis

Cinta Pertama Sang Mafia Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta Queenzya

kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..

berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.

hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mulai terlihat sifat Aslinya...

     Gerbang tinggi mansion Axel menjulang megah, terbuka otomatis, menyambut mereka yang baru kembali dari taman.

     Di halaman depan, Axel sudah berdiri menunggu, ditemani Rico yang tampak tegang. Mark tidak terlihat, ia pasti sudah pulang untuk mempersiapkan segala kebutuhan liburan besok pagi ke Australia.

    Wajah Axel terlihat serius, ekspresinya sulit dibaca, namun ada kerutan samar di dahinya yang menunjukkan kekhawatiran.

     "Assalamualaikum, Maz," ucap Rara, suaranya lembut, mencoba menenangkan suasana. Ia berjalan mendekat, menggandeng tangan Letta erat, seolah ingin melindungi gadis itu.

    "Waalaikumussalam, Sayang," jawab Axel, langsung memeluk Rara, mencium kening istrinya dengan sayang.

     Namun, tatapan matanya tak lepas dari sosok gadis asing yang dibawa Rara.

    Ia mengerutkan dahinya, sebuah kecurigaan muncul di benaknya.

    "Siapa dia, Sayang?" tanya Axel, nadanya penuh selidik, tatapannya beralih pada Letta yang menunduk, tidak berani menatap langsung.

    "Ini yang tadi Rara ceritain, Maz," Rara menjelaskan dengan sabar, mengabaikan nada curiga suaminya.

    "Maaf Rara bawa ke sini, Mas. Dia tidak punya tempat tinggal, rumah peninggalan orang tuanya diambil alih oleh omnya." Rara memaparkan kisah Letta, berusaha membangkitkan empati Axel.

     Axel manggut-manggut, namun pikirannya bekerja cepat." Bukankah itu gadis yang dibawa Bima?" monolognya dalam hati.

     Ingatannya kembali ke pelabuhan terbengkalai semalam, pada sosok wanita yang ditawarkan Bima sebagai 'bonus'.

    Tanpa ragu, Axel menatap Letta dengan mata tajamnya yang intimidatif.

     "Bukan kah kamu yang dibawa ke pelabuhan bersama Bima semalam?" tanyanya tegas, suaranya dingin dan menusuk, membuat Letta terlonjak kaget.

    Gadis itu semakin menunduk, wajahnya memucat, tidak berani menatap Axel. Ketakutan jelas terlihat di matanya.

    "Maz..." tegur Rara lembut, mengelus lengan suaminya, mencoba meredakan ketegangan. Ia tahu Axel bisa sangat menakutkan jika sedang curiga.

    "Jangan begitu, dia ketakutan."

Rara lalu menoleh ke Maya. "Kak May, tolong bawa Letta ke kamar Kakak, ya. Suruh dia bersihin badan, terus nanti ajak turun buat makan." perintah Rara.

    "Baik, Ra," Maya mengangguk, segera menggandeng tangan Letta. Ia tahu Axel dan Rara perlu bicara berdua.

     Sambil melangkah menjauh, Maya membisikkan sesuatu kepada Letta. "Kamu harus terbiasa dengan sikap tegas Tuan Axel. Dia suaminya Rara."

    Letta terkesiap, matanya membelalak kaget. "Su...ami?" bisiknya tak percaya.

      Sepanjang perjalanan pulang, ia mengira Rara adalah salah satu 'nyonya' di mansion ini, bukan istri dari Axel yang begitu berkuasa dan menyeramkan.

    Maya tersenyum tipis. "Iya, Letta. Tuan Axel sangat menyayangi Rara, memanjakannya. Tapi dia juga sangat protektif. Sudah, sekarang kamu mandi, ini baju gantinya." Maya menunjuk sebuah pintu di ujung koridor. "Nanti turun buat makan siang bareng."

     Sementara itu, Axel dan Rara sudah berada di dalam kamar mereka. Axel duduk di tepi ranjang, menyilangkan tangan di dada, menatap Rara dengan ekspresi serius.

   "Hmmmm, Maz," Rara mendekat, memeluk lengan suaminya, dan mulai merajuk dengan suara yang sengaja dibuat manja, sebuah taktik yang sering berhasil meluluhkan hati Axel.

    "Boleh tidak sementara Letta tinggal di sini? Rara kasihan sekali sama dia."

    Axel menghela napas panjang. Ia tahu Rara memiliki hati yang terlalu baik. "Kamu itu, ya," katanya, mengelus pipi Rara. "Jangan terlalu polos, Sayang. Terlalu kasihan sama orang asing. Kita tidak tahu dia punya niat jahat atau tidak, apalagi dia gadis yang sama yang dibawa Bima ke pelabuhan." Nada suaranya lembut, namun penuh peringatan.

"Tapi, Maz..." Rara mencoba membantah.

"Dengar, Sayang," potong Axel, "Mas akan izinkan dia tinggal sementara. Tapi dengan satu syarat, dia harus selalu dalam pengawasan.

Mas akan minta anak buah untuk mengawasi latar belakangnya." Axel tidak bisa mengambil risiko keamanan, terutama untuk Rara.

   Ia melihat ekspresi lega di wajah istrinya, dan ia tahu ia sudah kalah.

"Terima kasih, Mas," Rara tersenyum lebar, mencium pipi Axel.

    "Baiklah, setelah makan siang kita packing baju, ya. Enggak usah banyak-banyak, nanti beli saja di sana," perintah Axel, mengalihkan topik. "Lagi musim dingin di Australia, jadi siapkan pakaian hangat."

    "Iya, Maz! Ayo, turun, mungkin kita sudah ditungguin," Rara segera menarik Axel, semangatnya kembali membara membayangkan perjalanan mereka.

    Mereka pun turun menuju meja makan. Ruang makan sudah disiapkan untuk makan siang. Rico tidak ikut makan siang bersama mereka; ia harus pergi ke markas, ada beberapa hal yang harus ia cek dan pastikan beres sebelum keberangkatan mereka ke Australia.

Fajar mulai menyingsing, memecah kegelapan malam yang perlahan memudar. Mentari pagi yang hangat menyapa bumi, menembus celah-celah tirai, namun sepasang suami istri itu masih terlelap dalam pelukan mimpi.

Di ranjang yang luas, Rara bersandar nyaman di dada bidang Axel, hembusan napas teratur mereka mengisi keheningan kamar.

Axel terbangun lebih dulu, senyum tipis terukir di bibirnya saat menatap wajah damai sang istri.

"Morning, sayang," bisiknya lembut, mengecup puncak kepala Rara yang harum. Dia perlahan melepaskan pelukannya, tak ingin mengusik tidur pulas wanita yang dicintainya.

"Mas mau jogging dulu, ya. Kamu lanjut tidur aja." Dengan hati-hati, Axel beranjak dari ranjang, menyambar pakaian olahraganya, dan melangkah keluar kamar, meninggalkan Rara yang masih tenggelam dalam mimpinya.

Di balik jendela kamar yang berhadapan, sepasang mata tajam menyorot setiap gerakan Axel. Letta, dengan napas tertahan, memperhatikan postur tubuh Axel yang tegap, bahunya yang lebar, dan setiap otot yang bergerak di balik kaus olahraganya.

Jantungnya berdebar kencang, diselimuti rasa cemburu yang membakar saat membayangkan Rara memiliki semua itu.

Sebuah ide gila mulai merasuki benaknya, hasrat liar untuk memiliki pria itu sepenuhnya.

"Akan ku pastikan kamu jadi milikku, Axel," monolog Letta, suaranya nyaris tak terdengar, namun penuh tekad yang dingin. Tatapan matanya lurus, membayangkan dirinya sendiri yang berada di sisi Axel, bukan Rara.

     Tak jauh dari situ, di balik tirai lain, Maya diam-diam memperhatikan gelagat aneh Letta.

Ada firasat buruk yang merayapi hatinya saat melihat bagaimana Letta memandangi Axel, tatapan penuh hasrat yang tak bisa disembunyikan. Maya menggenggam erat tangannya sendiri, amarah dan kecurigaan mulai menumpuk di dadanya.

    "Jangan harap niat buruk kamu akan terlaksana, Letta," janji Maya dalam hati, suaranya bagai gemuruh di dalam dirinya. Ia tahu, intuisi wanita jarang sekali salah, dan firasatnya kali ini berteriak bahwa Letta adalah ancaman.

Axel sendiri, meski tampak santai, sebenarnya merasakan ada yang memperhatikannya.

   Sebuah aura aneh, dingin, yang melingkupinya setiap kali ia berada di halaman mansion. Ia memilih untuk mengabaikannya, namun instingnya berbisik bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Tiba-tiba, suara Maya mengagetkan Letta dari lamunannya.

"Pagi-pagi udah ngebayangin suami orang, Letta?" Suara Maya terdengar datar, namun penuh penekanan, sengaja menyentil hati Letta.

Letta terkesiap, wajahnya sedikit memucat karena tertangkap basah.

"Letta nggak perhatiin Tuan Axel, kok," kilahnya, berusaha menyembunyikan kegugupannya, meskipun jelas terlihat dari sorot matanya yang menghindar.

   Maya mendengus pelan. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, ia menyuruh Letta turun ke bawah untuk sarapan, beralasan ingin ke kamar mandi sebentar. Begitu Letta menjauh, Maya segera meraih ponselnya dan mengirim pesan ke Rico.

"Kak, boleh minta tolong? Siapin penyadap, taruh di sebuah gelang," perintah Maya, nadanya serius dan mendesak.

"Buat siapa, sayang?" tanya Rico balik, kebingungan dengan permintaan mendadak ini.

"Kalau sudah waktunya, Maya ceritain. Pokoknya, siapin secepatnya sebelum kita berangkat ke Australia." Maya mengakhiri pesannya dengan desakan, perasaannya tak tenang.

Dengan cepat, Maya keluar menyusul letta menyembunyikan kekacauan batinnya di balik senyum tipis.

   Di tempat lain, Rico mulai menyiapkan apa yang diminta Maya, meskipun ia masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang direncanakan kekasih hatinya ini.

    Sebuah intrik baru telah dimulai, tersembunyi di balik kemewahan dan ketenangan pagi hari di mansion itu.

Pagi yang cerah menyelimuti mansion Axel. Rara sudah rapi dalam balutan pakaian kasual yang nyaman, namun tetap memancarkan aura elegan. Dengan cekatan, ia sibuk menyiapkan pakaian untuk suaminya, Axel, memilihkan setelan hangat dan nyaman untuk perjalanan panjang mereka ke Australia.

Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya, excited menyambut liburan mereka. Setelah memastikan semua pakaian Axel siap, ia turun ke bawah untuk membantu Maya dan Letta yang sudah berada di dapur.

"Pagi, Kak Maya, Letta!" sapa Rara dengan senyum ceria yang tulus, melangkah masuk ke dapur dengan riang. Aroma masakan pagi sudah memenuhi ruangan.

"Pagi, adikku Rara," balas Maya, senyum ramah terukir di bibirnya.

     Letta yang sedang membantu Maya menyiapkan sarapan, mendongak.

    Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya saat Rara menyapa, namun ada sesuatu yang berbeda di balik senyum itu.

    Mata Letta sejenak memancarkan kilatan yang tak terbaca, sebuah perhitungan dingin yang tersembunyi jauh di baliknya.

      "Lihatlah, bentar lagi semua yang kamu miliki akan pindah ke tanganku, Ra," monolog Letta dalam hati, suaranya licik dan penuh ambisi.

     Ia mengamati Rara, mengagumi kehidupannya yang sempurna, dan diam-diam merencanakan bagaimana ia bisa merebutnya.

     Tidak ada yang menyadari perubahan dalam diri Letta, kecuali satu orang. Vanya.

    Sedari tadi, Vanya, yang memiliki indra keenam yang tajam dan kepekaan terhadap bahaya, memperhatikan gerak-gerik Letta.

    Meskipun gadis itu tampak polos dan berterima kasih, Vanya merasakan aura aneh, gelagat yang tidak baik. Sesuatu di dalam dirinya berteriak peringatan.

     Tanpa membuang waktu, Vanya mengeluarkan ponselnya secara diam-diam. Jemarinya dengan cepat mengetik pesan dan mengirimkannya ke grup obrolan khusus mereka bertiga: Vanya, Vany, dan Maya.

    "Awasi Letta. Gue melihat gelagat yang enggak baik," pesan singkat dari Vanya.

     Tak lama kemudian, balasan masuk dari Maya. Maya, yang juga seorang yang cerdik dan selalu selangkah di depan, sudah punya rencana.

     "Aku sudah pesan penyadap yang dipasang di gelang. Nanti siang kita kasihkan," balas Maya, menunjukkan bahwa ia juga memiliki kecurigaan atau setidaknya sudah mengantisipasi hal serupa.

      Pesan Maya membuat Vanya sedikit lega. Setidaknya, kecurigaannya tidak sendiri.

     Mereka bertiga, duo comel dan Maya, adalah tim yang solid, selalu menjaga Rara dari segala bentuk ancaman, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

    Pertahanan di mansion mungkin kuat, tapi ancaman bisa datang dari mana saja, bahkan dari 'orang teraniaya' sekalipun.

    Mereka tahu betul, di dunia yang keras tempat Axel berkuasa, tidak ada yang bisa dipercaya begitu saja.

     Bagaimana Maya akan memberikan gelang penyadap kepada Letta? Akankah Letta curiga? Dan bagaimana reaksi Axel jika ia mengetahui tentang rencana Maya dan Vanya?

Axel melangkah masuk ke mansion, aura maskulinnya memenuhi setiap sudut ruangan. Ia melihat istrinya, Rara, sedang sibuk menata meja makan dengan senyum ceria.

Pemandangan itu selalu menjadi penawar lelah baginya. Axel mendekat, memeluk Rara dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu sang istri.

"Jangan capek-capek ya, Sayang, 'kan ada Bibi sama Maya," ucap Axel lembut, mengecup pelipis Rara. Aroma tubuh istrinya adalah penghilang stres terbaik.

"Hmm, enggak capek, Maz, cuma bantuin nyusun aja," jawab Rara, kemudian ia pura-pura menutup hidungnya. "Ya sudah, sana mandi gih, bau!" Ia tertawa kecil, meskipun ia tahu aroma suaminya adalah favoritnya.

Axel tersenyum geli. "Baiklah, Nyonya Besar," katanya, mencium bibir Rara sekilas sebelum melepaskan pelukannya dan berjalan menuju kamarnya di lantai atas untuk mandi dan menghilangkan keringat.

Letta, yang sedari tadi mengamati Axel dari kejauhan dengan tatapan penuh perhitungan, melihat kesempatan.

Ketika Axel naik ke atas, Letta diam-diam menyusul, langkahnya seringan bulu, berusaha agar tidak menarik perhatian siapapun. Matanya memancarkan ambisi yang tersembunyi, sebuah rencana licik mulai terbentuk di benaknya.

Pintu kamar Axel tidak tertutup rapat, menyisakan celah yang cukup lebar. Letta bisa leluasa menyelinap masuk. Tanpa ia sadari, di sudut lain mansion, Vanya sudah bersiaga. Ponselnya berada di tangan, mode perekam video diaktifkan.

Ia merekam setiap momen saat Letta diam-diam masuk ke kamar Axel, sebuah bukti tak terbantahkan jika sesuatu terjadi. Vanya adalah mata dan telinga yang tajam, selalu waspada.

Saking takjubnya dengan desain kamar Axel yang mewah dan maskulin, Letta melangkah masuk lebih dalam, mengagumi setiap detailnya. Ia melupakan tujuan awalnya sejenak, terlena dalam kemewahan yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya.

Saking terpesonanya, ia tidak menyadari kehadiran Axel yang sudah keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk melilit pinggangnya, rambutnya basah meneteskan air.

Rahang Axel langsung mengeras melihat Letta berdiri di tengah kamarnya. Matanya memancarkan amarah yang dingin. Suara baritonnya menggelegar, memenuhi ruangan, membuat Letta terlonjak kaget.

"Siapa yang suruh kamu masuk ke kamar saya?!" Suaranya penuh ketidaksukaan, setiap kata diucapkan dengan penekanan yang menakutkan.

Letta gemetar, nyalinya sempat ciut. Namun, ia segera meyakinkan dirinya bahwa ia bisa merayu Axel.

Ia telah merencanakan ini. Dengan cepat, ia mendekati Axel, matanya memancarkan kepolosan palsu. Ia mencoba memeluk Axel, mengira dengan sentuhan fisik ia bisa meluluhkan pria dingin itu.

Namun, Axel adalah pria yang gesit dan sigap. Dengan gerakan cepat, ia menghindar, membuat Letta kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke lantai dengan suara keras.

"Jangan main-main dengan kebaikan istriku yang sudah ia berikan, Letta," ancam Axel, suaranya kini lebih rendah, namun sarat bahaya.

Matanya menatap Letta seolah ia adalah sampah. "Sekarang keluar, atau aku panggil pengawal buat masukin kamu ke tahanan."

Ancaman itu cukup untuk membuat Letta sadar bahwa ia telah salah menilai Axel. Pria ini tidak akan semudah itu luluh. Dengan buru-buru, ia bangkit dan keluar dari kamar Axel, jantungnya berdebar kencang karena ketakutan dan malu.

Letta berlari menuju kamar Maya, berniat menenangkan diri sebelum turun ke bawah. Ia membuka pintu kamar Maya dan masuk.

Tepat saat itu, Vanya yang memang sudah meminta izin kepada pemilik kamar untuk masuk, melangkah masuk tanpa mengetuk pintu, seolah tidak tahu ada Letta di dalam. Rekaman di ponselnya sudah disimpan dengan aman.

"Eh, maaf, Ta, gue tidak tahu kalau kamu di dalam," ucap Vanya, dengan nada yang dibuat-buat terkejut.

Letta, yang sudah mulai menenangkan diri, memanfaatkan kesempatan itu untuk bersandiwara. "Gak apa-apa, Kak Vanya," jawabnya, suaranya diusahakan terdengar sedih.

"Letta hanya sedang sedih melihat kebahagiaan orang lain, sedangkan kehidupan ku terlalu pahit." Air mata mulai menggenang di matanya, sebuah pertunjukan yang sempurna.

Vanya mengangguk, pura-pura menenangkan Letta. Ia tahu Letta sedang berakting, dan Vanya pun ikut dalam sandiwara ini. "Sabar ya, Letta. Semoga kamu segera menemukan kebahagiaanmu sendiri." Dalam hati, Vanya mencatat setiap kata dan ekspresi Letta, menguatkan dugaannya.

Bagaimana rencana Maya untuk memberikan gelang penyadap? Akankah Letta mulai curiga pada Vanya dan Maya? Dan bagaimana reaksi Rara jika ia mengetahui kejadian ini?

1
LISA
Ssipp banget Tomy udh tau kelicikannya Letta..
LISA
Kabar yg menggembirakan nih..sehat selalu y buat Rara & babynya
partini
happy kalau hamil,tapi kawatir karena ada uler yg siap mematuk benar benar bangke si letta
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
LISA
Ya bener Kak..Letta ini sepertinya udh terlatih..penasaran nih siapa y yg ada di belakang misinya ini.
partini
wah ni letta bukan sembarang orang ,dia sangat pintar plz kalau kalian kecolongan semua bwehhh ga lucu deh
partini
lanjut penasaran apa yg akan mereka lakukan selanjutnya setelah tau rencana. busuk leta
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu
LISA
Moga liburan ini menyenangkan utk Rara & Axel tanpa gangguan..
partini
👍👍👍👍 dah laa baca cerita mafia ini beda sedia payung sebelum hujan biasanya basah dulu baru cari payung keren 👍
mampir say~ AGREEMENT: hallo kak, boleh mampir bentar enggak ke karya aku yang judulnya AGREEMENT, tolong bantu dukung yahh, aku Author yg baru balik setelah Hiatus agak lama, entah ceritaku style kakak atau bukan, sku akan sangat berterimakasih jika kakak ingin mampir dan meninggalkan jejak, terimakasih!!!
total 1 replies
LISA
Untung aj 2 pengawal dan Maya mempunyai insting yg tajam..
partini
aihhh kenapa peran wanita semua bego yah gampang di tipu,, pelihara ular berbisa tapi ga tau 🤦🤦🤦 untung yg lain smart coba kalau stupid semua
LISA
Ceritanya bagus & menarik
LISA
Ya moga aj Axel bisa memahami kondisinya Letta dan mengijinkan tinggal di mansionnya.
Zainuri Zaira
aneh sikit ceritX emng orng ngk ad jantung bisa hidup kh😄😁
LISA
Wah ke 3 sahabat Axel akhirnya bertemu dgn jodohnya nih 😊 sehat terus y buat Rara..bahagia selalu bersama Axel.
LISA
Puji Tuhan..Rara udh sadar dari komanya..pulihkan keadaan Rara ya Tuhan..
LISA
Sedih sekali baca cerita ini..pengorbanan Rara utk Axel..ya Tuhan berikan donor juga utk Rara agar mereka dpt hidup bahagia
LISA
Dua musibah sekaligus..moga Axel bisa selamat dgn donor jantungnya Oma..
LISA
Bahagia selalu y buat Rara & Axel
LISA
Syukurlah Rara selamat..moga Maya jg cpt sadar dr komanya..
LISA
Ya Tuhan selamatkan Rara..cepat Axel tolong Rara..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!