NovelToon NovelToon
Giziania

Giziania

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Juhidin

Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.

Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.

Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.

Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.

note: konflik?
- chapter 20
- chapter 35

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 35 On Going Giziania

Di Endfield pukul 19:47, Disa terlihat sibuk. Dia membawa kaca absen, satu persatu orang sekelas didatanginya.

"Yan, absen."

Benda yang Disa sodorkan segera diambil si penggetar baut, yang mencoba memisahkan besi tanpa wrench.

Yan mengedipkan dua matanya. Klip! Lalu dia mengembalikan kaca absen pada Disa.

Di lapangan heksa ini mereka bersantai sambil praktek telekinetis.

Sampai di pinggir kerumunan, Disa bedecak demi tempat yang dipijak, dia hanya mendapati segaris vertikal yang mengapung dan berapi.

"Ck! Pada ke mana anak Qobra nih?"

"Masih demo, Dis. Ke para otor -nya aja dulu, di wall field," kata anak laki-laki berbaju tidur ini.

Tapi Disa jetset masuk ke portal oren, memilih bumi Helena. Wztt!

Chyypp..!

Jihan beradu bibir dengan Ira, yang dicumbu membalas kecupan dalam duduknya tersebut. Chhhp!

"Nitip Pril.."

"Iya."

Mata sabuk Ira menyala, berkedip dua kali mengikuti suku kata transmisi suara April. Ira sudah mengenakan harness tersebut, yang membelit piyamanya.

Dengan piyama yang semotif pakaian Ira, Jihan melayang meninggalkan gang tribun, Ira kembali sibuk meneruskan ketikan.

Salah satu dinding arena sudah dibuka. Jihan memasukinya.

Lawang tersebut adalah medan opsional, namun bukan daratan Bumi. Hutan di dalamnya bisa disebut flat earth forest, Hutan Bumi Datar. Sejauh mata Jihan melihat yang tampak adalah hamparan hijau pepohonan.

Sekali pun jam malam, langit di sini selalu cerah dan biru berawan.

Sampai di hulu air terjun, ujung sungai, Jihan mendarat di sebelah Lena, di sini ada beberapa orang dan bintang-bintang pijar mikroskopis.

Tampak layar lebar mengapung se- ketinggian tebing. Helen tersenyum saat Jihan mendarat di sebelahnya di mana ikut nimbrung.

Mereka jins semua, ada ikon ular bertaring dua di pakaian yang mereka kenakan, ada acara nobar juga, di sini mereka menonton bareng se-Sarang Qobra.

Bakkh.. ! Bukh! Begh..!!

Tayangan di layar dapat Jihan dengar lewat cincin, dan tampak di rekaman sana Fani mengambang melihat banyak dahan pohon menggebuk-gebuk kepala Jihan.

Dalam 3 hit terakhir, dahan kayu berhenti, sudah tak ada erangan sakit yang terdengar. Praakh..! Kayu itu lalu hancur sendiri jadi keripik, padahal tak ada yang menyentuh karena di kawah Jihan tergolek mati.

Set! Tubuh Jihan meleset sendiri ke atas, ke hadapan si pemudi berbaju over roll.

Udara dipenuhi bau hangus dan asap yang menyengat. Separuh rambut Jihan telah botak, terbakar hingga ke kulit kepala, meninggalkan bekas merah mengerikan yang masih mengepulkan asap tipis.

Piyama yang Jihan kenakan compang-camping, sebagian besar hangus, menyingkap luka-luka bakar di sekujur tubuhnya.

Kedua tangan Jihan hitam legam, kulitnya melepuh dan retak-retak, seolah baru dicabik api yang ganas.

Napas Jihan? Tak ada, kepalanya terdongak, mata si gadis mengatup.

"Wake up."

Suara itu menusuk kesadaran Jihan seperti pisau dingin yang menusuk jantungnya.

Hhg..!

Tubuh Jihan bergetar hebat, otot-ototnya mengencang seketika. Jihan seperti orang yang tiba-tiba tersadar di tengah mimpi buruk.

Fani segera memulai aksi.

Bukh.. Bukh! Bukh!

"Move on..!" teriak Fani, suaranya parau namun penuh tekanan. Tangannya tak henti meninju wajah peri yang dicekiknya, setiap pukulan mengeluarkan suara keras seperti daging mentah dipukul. "Mopon..! Mopon, mopon..!"

Bakh-bukh..! Bakh!

Bukh!

"Ergh..!!"

Dengan sisa tenaga, Jihan berhasil menangkap pergelangan Fani. Tapi anehnya, saat Fani mencoba menarik diri, tangan Jihan terasa seperti cairan logam yang tiba-tiba membeku, keras, berat, dan sama sekali tak bergeming.

"Hyaaa!!"

Bluurh!!

Sayap Jihan membentang lebar, menebarkan bayangan gelap di tanah. Energi asing mengalir deras dari tubuhnya ke tangan Fani.

Krrrkh!

Tangan Fani tiba-tiba mengeras, kulitnya berubah warna menjadi abu-abu seperti batu. Otot-ototnya kaku, jari-jemarinya tak bisa lagi digerakkan.

Namun, Fani masih cukup sadar. Dengan konsentrasi penuh, ia menetralisir energi yang mencoba merambat lebih jauh ke tubuhnya. Srddh!

Sebelum Jihan sempat bereaksi, kilatan tangan transparan meluncur cepat dan menembus wajah Jihan. Bukh!

"Aakh!!"

Rasa sakit yang tajam membuat fokus Jihan buyar. Fani tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan gerakan gesit, ia melepaskan diri dari cengkeraman Jihan, menarik tangannya yang masih setengah membatu.

Tanpa ampun, Fani menghantamkan tinjunya lagi ke wajah Jihan. Bukh!

"Aakh!!"

Wztth..!

Fani melesat pergi, meninggalkan Jihan yang masih terhuyung-huyung di udara, yang wajahnya berdarah, yang napasnya tak beraturan.

Di bawah, tanah bergetar seiring langkah Fani. Pohon-pohon di sekitarnya patah berantakan, seolah ditolak oleh kekuatan tak terlihat. Batang-batang kayu yang besar terlempar ke samping, membuka lapangan kosong yang dipenuhi serpihan kayu runcing dan dedaunan berterbangan.

Fani dengan dingin menemukan sebatang cabang pohon yang patah, ujungnya tajam seperti tombak alami. Tiba-tiba, tubuh Jihan—yang masih tak berdaya—dilemparkan ke arahnya.

Set..! Begh!

Ujung kayu itu menusuk tepat di ketiak Jihan.

Gu-crakh..!!

"Aaa..!!"

Darah menyembur, mewarnai tanah di bawahnya. Fani hanya berdiri diam, matanya tak berkedip, menikmati setiap detik penderitaan Jihan.

Dengan erangan kesakitan, tubuh Jihan terlepas dari kayu yang menusuknya. Darah terus mengalir deras, membasahi bajunya yang sudah compang-camping.

"Kyaaa..!!"

Tubuh Jihan yang tercabut sendiri dari cabang tajam, sedetik kemudian menghantam tanah dengan kerasnya. Brugh..!!

"Umgh!!"

Fani melayang perlahan, lurus ke arah Jihan yang sudah tergeletak lemah. Jarak antara mereka puluhan meter, dikelilingi oleh pohon-pohon tumbang. Tapi bagi Fani, semua ancaman telekinetis itu sudah tak berarti.

Sementara itu, Jihan mencoba bangkit. Tangannya gemetar, setiap tarikan napas terasa seperti pisau yang menggorok tenggorokannya. "Ehgg..!"

"Keluarin force lo.. Move on, Han."

"Hg.." ringis Jihan, lehernya seperti masih penuh duri, hingga tangannya batal memegang bahu. "Hkk.. su-su.. susah.."

"Gue abis-abisan nyerang neuron lo. Sesuai yang lo minta. Belum nyampe?"

"Gak.. gak ef.. e-efek.. Hhh, hh. Gak bisa gue.. lakuin tanpa Mercy."

"Khan.. Marcel lagi.."

"Biarin aja.. pokonya. A-apa.. yang.. hhh, hh.. pa-para.. dok lakuin ke lo. Hhh, hh.. Biarin.. hh, hh.."

Glith! Jihan menggesek jarinya, mengeluarkan tongkat sihirnya.

Aksi tersebut adalah yang terakhir, yang masih bisa Jihan lakukan untuk Fani. Bahkan ketika Jihan..

Brugh..! Ambruk, roboh tersungkur ke depan...

Tongkat sihir tersebut sukses Jihan tancapkan ke tanah.. perlahan menampakan kain putih, helai transparan yang mulai tertiup angin, lalu tampak sebagai kain putih yang berkibar-kibar.

Di ketinggian.

"Sodara, sodara.. Satu point untuk Tifaniii..!!"

Tak ada sorakan di hutan yang semrawut ini. Namun Nina tetap mengomentari pertarungan yang disaksikannya langsung.

"Pada detik-detik pesan yang berkibar, tampaknya Fani paham bahwa itu bukan tongkat dari Hogwarts. Melainkan permintaan dari lawan. Dan sekali lagi point berhasil didapatkan sangat melimpah.. Satu point untuk pemenang duel..! Inilah... Tifani.. Aprialiaaa..!"

Jihan yang sedang berdiri melipat tangan, memperhatikan layar inset. Tadinya berupa garis-garis zig-zag, kini sudah berubah jadi ikon cabang alias logo share.

Di sebelah opsi ada gambar panah ke arah bawah alias opsi unduhan. Jumlah yang ditunjukkan 34 unduhan, jumlah mereka yang menonton file milik Lena.

"Guys.. Dua menit lagi jam delapan nih. Gue nungguin si Disa."

"Disa lagi di temlen gue, Han."

"Gue udah absen, Giz," beritahu gadis ini.

"Termasuk absenku. Udah juga," kata bintang drone ini, berkelap-kelip mengikuti suku kata yang disuarakan.

"Gue buka kelas dulu."

Tubuh Jihan naik mengambang, matanya masih mengarah ke layar lebar di mana ada banyak orang sedang memburu sosok pelari cepat.

Berbeda dengan tongkat sihir Jihan, para pemburu melempar tombak pada targetnya. Saat tombak menancap, ada karton demo yang muncul perlahan, terbaca; PENCUNDANG!

Beberapa suara pendemo sudah tertanam di jalan tersebut, di antaranya; KELUAR LO, AYO HEN LIHAT SENDIRI, WAJAH DEWI, dan masih banyak teks lain yang memaksa Hen Hen harus membayar bentuk kepedulian mereka padanya.

Jihan berbalik, lalu jetset ke atas memasuki lawang segiempat.

Wztth..!

Pasalnya, Jihan belum absen.

1
sjulerjn29
semangat thor 😊
ak mampir ya 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!