Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Se-serius itu?!
Devan berjalan masuk ke caffe milik kakanya. Karena masih siang, caffe itu terlihat cukup lengang. Berbeda jika malam hari, pasti caffe ini penuh sesak oleh pelanggan.
Devan masih memakai seragam sekolahnya, dia tak menutupi wajahnya dengan masker ataupun hoodie yang biasa dia kenakan. Devan memang sengaja menunjukkan dirinya pada semua orang jika datang ke caffe milik kakaknya, anggap saja promosi gratis dari Devan.
Dan tentu saja, kedatangan Devan di sambut pekikan tertahan cewek-cewek yang sedang nongkrong sepulang sekolah di sana.
Mereka yang melihat Devan langsung berebut mengambil gambar sang idola itu, bahkan ada yang menelpon teman-temannya agar datang ke caffe.
Devan tersenyum simpul, ternyata dia memang tak perlu bekerja keras untuk menarik pelanggan. Dirinya sendiri merupakan magnet bagi para gadis remaja. Namun entah kenapa, dia malah jatuh hati pada perempuan yang lebih tua darinya.
"Wahh... terima kasih ya Dev, berkat kamu pelanggan bertambah setiap harinya!" ucap Ivan yang saat itu sedang membersihkan meja bar.
Devan duduk tepat di depannya, "minta cola dong, kak," ucapnya santai.
"Siap."
"Kak Vinvin, mana?" tanya Devan karena tak melihat keberadaan sang kakak.
"Lagi pergi cari perlengkapan bayi, sama Mama," ucap Ivan sambil menyerahkan sebotol cola tepat di depan Devan.
"Terima kasih," Devan mengambilnya lau menenggaknya hingga sisa separuh.
Dia terdiam sejenak sambil memperhatikan Ivan yang sibuk bekerja.
Ivan melirik Devan, merasa ada yang sedang Devan pikirkan. Ivan pun meletakkan kain pembersihnya, lalu berjalan ke arah Devan dan berdiri di depannya sambil menatap adik iparnya dengan lekat.
"Ada apa?" tanyanya.
Devan terdiam sejenak, lalu mengusap-usap tengkuknya, "bisa bantu aku beli apartemen, nggak?" ucapnya sedikit ragu.
Ivan terdiam sambil memicingkan matanya, dia menatap Devan dengan tajam.
"Buat apa? Mama sama Papa tau kamu mau beli apartemen?"
"Jangan sampai Mama sama Papa tau! makanya aku minta tolong kak Ivan," Devan tersenyum kaku sambil menatap kakak iparnya itu.
"Umurku kan belum cukup untuk beli property, jadi belinya atas nama Kak Ivan aja. Apartemen yang biasa saja, model studio juga nggak apa-apa yang penting nyaman..."
Ivan mengambil kursi lalu duduk sambil menatap Devan yang tampak serius, "apartemennya mau buat apa? buat kabur kalau lagi suntuk di rumah? atau buat... mesum sama Devi-"
"Apa sih!" ketus Devan dengan wajah memerah.
"Aaaahhh... ketahuan! no! aku nggak mau ikutan! bisa-bisa di pecat jadi suami sama kakak mu!" Ivan beranjak dari duduknya dan hendak pergi.
"Kak! pliss! nggak bakalan aku buat macam-macam! suer!" ucap Devan.
"Terus? buat apa coba?"
Devan menarik napas lalu menghembuskannya perlahan, "kamar kos Devi... kecil banget! lembab, sumpek, pokoknya nggak nyaman. Nggak ada kamar mandinya juga! dia harus naik turun tangga kalau mau ke kamar mandi, dan itu di luar. Bayangkan kalau malam-malam dia ke kamar mandi, lalu ada orang mabuk lewat dan berbuat macam-macam!" Devan menggenggam botol colanya dengan erat.
"Aku sampai nggak bisa tidur mikirin itu semua..."
Ivan tampak bengong mendengar ucapan Devan, dia bahkan sampai menutup mulutnya yang menganga lebar. Seserius itukah perasaan Devan pada Devi? sampai memikirkan tempat tinggal nyaman buat cewek itu! luar biasa bocah ini! umur masih 15 tahun, tapi pikirannya dewasa sekali.
"Kamu se-serius itu ke Devi?" tanya Ivan penasaran.
Devan menatap Ivan dan terdiam, lalu menggelengkan kepala sambil mengangkat bahunya.
"Aku juga nggak tau kenapa, tapi aku bener-bener sampai nggak bisa tidur gara-gara masalah ini!" Devan membuang napas kasar.
Ivan tersenyum sambil mengusap kepala Devan, "gila! kakak nggak nyangka sikap kamu se-dewasa ini. Coba jujur sama kak Ivan, kalian sudah ngapain aja sampai-sampai kamu tergila-gila sama Devi?"
Wajah Devan memerah mengingat perbuatannya semalam pada Devi, ya walaupun cepat dan masih canggung, tapi dia berhasil mencuri ciuman di bibir mungil Devi. Dan tentu saja membuat jantung Devan berdebar-debar tak karuan.
"Nggak ngelakuin apa-apa, kok! nggak di bolehin sama Devi!" gerutunya.
Ivan pun tertawa terbahak-bahak.
"Oh my God! aku bener-bener nggak nyangka!" Ivan tersenyum lebar sambil mengusap Wajahnya dengan tangan. Secepat inikah Devan menjadi dewasa? padahal umurnya baru 15 tahun! mungkinkah gen playboy ayahnya menurun 100℅ pada bocah ini. Padahal baru kemarin Ivan merasa melihat Devan memakai seragam putih merah, sekarang dia sudah ngobrol serius tentang cewek yang di taksirnya. Seserius itu sampai mau membeli apartement! gila!
"Kamu mau cari apartemen dengan badget berapa?" tanya Ivan berubah serius.
"Berapa ya?" Devan berpikir sejenak, mengingat-ngingat saldo tabungannya.
"500-750 juta, aku masih bisa," jawabnya serius.
Ivan menutup mulutnya sambil membola, "Dasar artis! sombong lu punya duit banyak!" kesalnya.
Ivan teringat dirinya saat seumuran Devan, dan hanya mempunyai saldo 200ribu di rekeningnya. Itupun hasil dari tak jajan selama seminggu demi bisa membeli PlayStation!
"Gini! aku nggak setuju kalau terlalu mahal, yang sederhana saja ya? model studio atau kamar satu, oke? nanti aku carikan dulu, kalau ada yang harganya cocok, baru kita eksekusi!"
Devan mengangguk, "aku percaya sama kak Ivan!" lalu meneguk colanya.
"Kalau bisa jangan lama-lama ya? paling tidak bulan depan sudah ada, supaya bisa buat surprise di hari ulang tahunnya Devi."
"Buseett! ni bocah! bisa nggak sih, lu berkelakuan seperti anak seumuran Lu, Devan!" geram Ivan dengan gemas.
Devan tertawa pelan, "udah lah, aku mau pulang. Mau ketemu Devi," Devan tersenyum sambil berlalu meninggalkan Ivan.
"Oh iya, jangan sampai Kak Vinvin tau! ini rahasia antara kita berdua!" ingat Devan lagi.
"Baiklah Romeo!" canda Ivan diikuti gelak tawa.
Devan berjalan sambil mengambil ponselnya untuk menelpon Devi.
"Halo?" sapa Devi dari seberang.
"Nanti les jam 5, ya?" ucap Devan sambil berjalan menuju area parkir motor.
"Uhuk! Uhuk! maaf, Dev.. aku nggak bisa, lagi nggak enak badan..." ucap Devi.
"Kamu sakit? gara-gara kehujanan kemarin?" tanya Devan.
"Iya mungkin... uhuk uhuk, huachim!!!"
"Kok kaya parah banget gitu, ke rumah sakit ya?" ucap Devan sambil bergegas menuju motornya.
"Nggak usah, istirahat sebentar juga sembuh, udah biasa kali," ucap Devi.
Devan menarik napas panjang, "sudah makan?"
"Hehe, belum.. nanti sebentar lagi aku cari makan," jawaban Devi terdengar sangat lemas membuat Devan menjadi khawatir.
"Aku ke sana, ya?" ucapnya sambil mulai memutar kontak motornya.
"Nggak usah, Dev!"
Namun Devan tak mendengarnya. Dia mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya lalu melajukan motornya dengan cepat menuju kostan Devi
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭