NovelToon NovelToon
Three Years

Three Years

Status: sedang berlangsung
Genre:JAEMIN NCT
Popularitas:419
Nilai: 5
Nama Author: yvni_9

"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

graduation night

...Happy reading...

Malam merayap tiba, membawa serta keheningan yang kontras dengan kesibukan di dalam kamar Cely. Di balik pintu yang tertutup rapat, terdengar samar suara gemerisik kain dan semerbak parfum yang menguar, menandakan Cely sedang berjuang untuk tampil sempurna di malam istimewanya. Sementara itu, di ruang tamu yang mulai remang oleh cahaya lampu, Zein dan Leo duduk bersantai di sofa, sesekali melirik jam dinding dengan gestur bosan.

Zein yang sudah duduk menemaninya sejak beberapa waktu lalu, hanya bisa tersenyum maklum melihat tingkah sahabat adiknya.

"Sabar ya, Leo," celetuk Zein. "Namanya juga cewek, kalau urusan dandan, nunggu gorila beranak lima, baru selesai."

Mendengar itu, Leo hanya membalas dengan senyum simpul yang hangat, memaklumi segala tingkah laku wanita yang sedang mempersiapkan diri.

Tiba-tiba, keheningan ruang tamu dipecah oleh bunyi ketukan high heels yang ritmis, menggema seiring langkah anggun Cely menuruni tangga. Setiap ketukan sepatu mahalnya terasa berirama, mengiringi kehadirannya yang perlahan namun pasti.

Dengan gerakan gemulai, Cely menuruni anak tangga satu per satu, tampak sangat hati-hati menjaga keseimbangan tubuhnya. Jemarinya menggenggam halus sisi gaun malamnya yang panjang menjuntai, sementara tangan yang lain dengan elegan menenteng tas kecil yang berkilauan.

Leo dan Zein, yang sedari tadi asyik dalam percakapan ringan, seketika menoleh serempak ke arah sumber suara. Mata mereka terbelalak lebar, terpaku pada sosok yang kini berdiri anggun di ujung tangga. Keduanya membeku sesaat, benar-benar terpukau oleh pemandangan di hadapan mereka.

Cely, dengan balutan gaun malam yang mempesona, tampil jauh melebihi ekspektasi mereka, memancarkan aura kecantikan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

"Selesai!" seru Cely dengan riang.

Bibirnya merekah dalam senyum kemenangan sambil mengangkat kedua jarinya membentuk simbol peace, matanya berbinar-binar menunggu reaksi sang abang. Zein masih terpaku, rahangnya seolah mengeras menahan keterkejutan. Matanya memindai Cely dari ujung kepala hingga kaki, mencari celah untuk membuktikan bahwa ini bukanlah adiknya yang biasa ia kenal.

"Dek, ini beneran kamu? Nggak mungkin! Pasti ini Cely gadungan kan?! Mana Cely yang asli?!" tanya Zein, nada suaranya meninggi karena tak percaya, ekspresi wajahnya benar-benar dibuat bingung seolah adiknya telah bertukar rupa.

Mendengar godaan Zein yang kelewat batas, Cely yang tadinya penuh harap langsung mendengus kesal. Tanpa ragu, tangannya bergerak cepat menghantam lengan Zein yang seenaknya bersandar di bantalan sofa, sebuah pukulan ringan namun cukup untuk menyadarkan abangnya dari lamunannya.

"Aw ... sorry, sorry!" kata Zein sambil mengelus-elus lengannya.

"Udah deh, ayo cepet berangkat! lama banget dari tadi," ucap Cely.

"Yeu ... lo yang dandannya lama, malah nyalahin orang!" ucap Zein sambil memicingkan matanya.

"Iya-iya, dah yuk!" Cely menarik lengan Zein.

"Sabar, anjir!"

Langkah kaki mereka terdengar beriringan di atas jalanan berbatu menuju sebuah mobil hitam mengkilap yang terparkir anggun di depan rumah Cely. Zein dengan sigap membuka pintu pengemudi, lalu duduk dan menyalakan mesin mobil. Tatapannya beralih ke Cely dan Leo yang sudah duduk manis di kursi belakang.

"Gue udah kaya supir aja!" keluh Zein.

"Jangan ngeluh, bang! Lo emang cocok kok! Lagian nih ya, kasian, masa Leo sendirian di belakang!" sahut Cely.

"Terus, lo ga kasian sama gue?" tanya Zein.

"Udah deh, ga usah dramatis! Buruan kita berangkat sebelum acaranya di mulai!"

"Kaya ada yang ngomong, tapi siapa ya?" monolog Zein, mencoba mengusili Cely.

"ANANDARA ZEIN!" teriak Cely karena sudah kehabisan kesabaran.

"Wow ... nenek gayung sudah mulai marah!" ejek Zein lagi, lalu dengan cepat meluncurkan mobilnya menuju destinasi misterius.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah tempat yang sungguh memukau. Bangunan megah menjulang tinggi dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan, memancarkan cahaya ke segala arah.

Dari kejauhan, sudah terlihat keramaian orang-orang yang berdatangan dan memadati pintu masuk gedung mewah tersebut.

"Wah ..."

Cely berdecak kagum, matanya melebar melihat lautan manusia di depannya. "Banyak banget orangnya! Mana pada cantik-cantik lagi," gumamnya.

Zein menoleh ke arah Cely, mengangkat satu alisnya.

"Terus? Lo insecure?" tanyanya.

Cely mendengus pelan, namun sudut bibirnya justru bergerak naik, membentuk sebuah seringai.

"Ya, bukan gitu!" semburnya.

"Justru kalau mau dibandingkan, ya jelas masih gue lah yang jauh lebih cantik," ucap Cely, dengan penekanan di setiap kata.

"Sombong banget anjir!" ucap Zein.

Pintu mobil hitam legam itu terbuka satu per satu dengan desisan halus, memecah kesunyian malam yang mulai merangkak naik. Leo, dengan gerakan teliti, menyesuaikan letak jas berwarna hitam, memastikan kerapiannya terjaga sempurna.

Kemudian, seolah muncul dari mimpi indah, Cely keluar dengan keanggunan yang memukau, persis seperti balerina yang melayang keluar dari kotak musik ajaib. Kain gaun itu memancarkan kilau lembut saat tertimpa cahaya lampu jalan yang kekuningan.

Dengan kehati-hatian seorang putri, jemari lentiknya yang terhias cincin perak tipis menjepit kain gaun, mengangkatnya dengan gerakan ringan agar tidak terseret di atas permukaan aspal yang kasar.

"Nih!"

Zein merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan salah satu ponsel miliknya, menyodorkan ponsel itu ke arah Leo.

"Nanti kalo urusan kalian udah kelar, telepon gue ya! Gue cabut duluan," lanjutnya.

"Males banget gue nungguin di sini, kayak patung pajangan aja," keluhnya dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kejenuhan tingkat tinggi.

Matanya berputar sedikit ke atas, seolah membayangkan betapa membosankannya menunggu di tengah keramaian pesta yang bukan dunianya.

Leo menerima ponsel yang disodorkan Zein dengan sigap. Tanpa banyak bicara, Leo mengangguk singkat. Dengan gerakan tangan yang santai, Leo memasukkan ponsel Zein ke dalam saku jasnya, sementara matanya kembali mengarah pada Cely yang siap untuk masuk ke dalam pesta itu.

Setiap langkah Cely menuju bangunan megah yang menjulang angkuh di hadapan mereka. Di sisi kanannya, Leo berjalan dengan langkah mantap namun tetap menjaga jarak, sesekali lirikan matanya yang teduh mengarah pada Cely, seolah terhipnotis oleh pesonanya, mengagumi betapa selarasnya mereka berdua dalam balutan kemewahan malam ini.

Udara malam yang dingin membawa serta aroma samar parfum mahal dan sedikit jejak kelembapan kota, berpadu dengan alunan musik lembut yang mulai terdengar dari dalam gedung, menciptakan atmosfir magis yang menyelimuti mereka.

Mereka melangkah masuk ke dalam gedung, meninggalkan kehangatan udara malam yang beraroma kota. Begitu melewati ambang pintu, mereka diterjang oleh gelombang suara gemuruh percakapan yang bercampur dengan alunan musik lembut.

Mata Cely bergerak lincah, menyapu sekeliling ruangan yang dipenuhi kerlap-kerlip lampu kristal. Ia menelengkan kepala ke kanan dan ke kiri, berusaha mengenali wajah-wajah yang familiar di antara lautan manusia yang hadir.

Tiba-tiba, tatapannya terhenti. Di tengah keramaian, seberkas warna hijau kebiruan yang memikat menarik perhatiannya. Seorang wanita dengan anggun berdiri di dekat jendela besar, terbungkus gaun panjang berkilau. Tidak salah lagi, sosok itu, dengan aura elegan dan warna gaun yang khas, pasti Rayna, sahabat karibnya. Senyum lebar langsung merekah di wajah Cely, matanya berbinar-binar seperti bintang jatuh yang menemukan jalannya pulang. Tanpa ragu, dengan langkah kaki yang dipercepat, ia menghampiri sosok Rayna yang berdiri anggun bagai ratu malam di sana.

Dengan gerakan pasti, Cely menepuk pundak Rayna. "Woi!" serunya ceria, suaranya sedikit lebih keras dari biasanya agar terdengar di tengah kebisingan pesta.

Rayna, yang tampak sedang mengamati pemandangan di luar jendela, terkesiap kecil dan berbalik dengan menatap ke arah Cely. Awalnya, ekspresi wajahnya tampak sedikit bingung, namun dalam sepersekian detik, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga tak percaya melihat siapa yang ada di depannya sekarang.

Rayna terbelalak kagum, matanya memindai Cely dari atas hingga bawah, seolah memastikan bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata.

"Gila, Cely!" serunya heboh, nada suaranya meninggi karena terkejut sekaligus kagum. "Lo cantik banget, anjir!" Ia menggeleng-gelengkan kepala kecil, masih tidak percaya dengan perubahan penampilan Cely yang begitu memukau.

Cely mengibaskan rambutnya ke belakang bahu dengan gerakan dramatis, bibirnya tertarik membentuk seringai puas yang sulit disembunyikan.

"Lah ... dari dulu kali!" jawabnya santai, nada bicaranya dibuat seolah meremehkan pujian Rayna, padahal hatinya melonjak bangga.

Rayna tertawa kecil, menggelengkan kepala lagi namun kali ini dengan senyum lebar yang menunjukkan bahwa ia setuju sepenuhnya dengan kesombongan Cely.

"Iya deh, iya," ujarnya. "Btw, lo ke sini sama siapa?" tanya Rayna.

Lantas, jari telunjuknya yang lentik terulur, menunjuk ke arah sosok pria yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Tuh ..." ucap Cely singkat, matanya berbinar penuh arti sambil menahan tawa. Kemudian, dengan gerakan kepala yang mendekat dan bibir yang hampir menyentuh daun telinga Rayna, Cely berbisik, "... cowok gue!" Seulas senyum misterius dan sedikit nakal terukir di bibirnya. Dari kejauhan, sosok Leo tampak bersinar di tengah kerumunan, tertawa renyah sambil melempar candaan pada teman-teman sekelasnya yang mengelilinginya.

"Ngimpi aje deh lu!" sergah Rayna cepat. Ia menepis bisikan Cely dengan tawa kecil. "Iya, dia emang cowok lo," Rayna sengaja mengiyakan. "... tapi sayangnya, lo bukan cewek dia," lanjut Rayna dengan intonasi yang dibuat seolah menyampaikan fakta.

Seketika, senyum yang sebelumnya menghiasi bibir Cely mencelos seketika, luntur bagai cat air yang terkena tetesan air. Rona wajahnya sedikit berubah, dari cerah penuh keyakinan menjadi sedikit masam. Rayna berhasil mematahkan senjata andalan Cely dengan satu kalimat telak.

Cely terdiam sesaat, lalu melengkungkan bibirnya ke bawah. "Kok lo gitu sih?" tanyanya sedih, matanya menatap Rayna dengan tatapan kecewa.

Lalu rayna merangkul bahu cely, bermaksud membujuknya. "Udah udah, gue cuma bercanda, jangan sedih gitu ah! Dah yuk, lebih baik ke sana, cari makanan, laper nih gue." ajaknya sambil menarik tangan Cely, mengajaknya pergi.

..._________________...

1
MindlessKilling
Gak sabar nunggu lanjutannya, thor. Ceritanya keren banget!
yvni_9: terima kasih
total 1 replies
Zhunia Angel
❤️ Hanya bisa bilang satu kata: cinta! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!