ISTRI SATU MILIAR

Langit yang nampak bersih dengan goresan tinta berwarna biru, tanpa adanya noda yang diciptakan oleh gumpalan awan barang setitik saja, semakin serasi dengan mentari yang menyemburkan sinaran kuning keemasan, menusuk hangat kulit para insan bernyawa dimuka bumi.

Tapi nyatanya semua itu tidak bisa menjadi obat bagi kegetiran hati seorang Yura Adila, yang tengah berdiri dipinggiran tebing dengan pembatas besi, bertemankan asrinya pepohonan disekitaran mansion megah nan luas keluarga Davis.

Sejuknya udara disertai semilirnya angin yang membawa aroma wewangian dari aneka macam bunga serta barisan pohon pinus diarea pekarangan, tidak juga membuat rasa sakit itu pergi dari hatinya.

Netra itu menerawang jauh, menatap hamparan rumput hijau dan jejeran gunung yang nampak putih dibagian ujungnya. Ya, musim salju sepertinya akan segera tiba.

"Sebelum memberikan aku keponakan, jangan pernah berniat untuk menceburkan dirimu kedalam sana." ucap Jacob dengan langkah yang terhenti tepat disebelah Yura, seraya menunjuk dalamnya dasaran tebing bebatuan.

Yura terkekeh

"Dari pada kau mengharapkan seorang keponakan dariku, akan lebih baik kalau kau membuat sendiri dengan istrimu." balas Yura gantian menggoda.

"Aku belum memikirkan soal itu" jawab Jacob cepat "aku hanya ingin memiliki keponakan, bukan anak"

"Kalau begitu, minta lah kepada saudaramu yang lain, karena aku tidak akan pernah bisa memberikannya." ucap sendu Yura dengan tatapan nanar.

Jacob menatap wajah ayu wanita disisinya dengan sedikit menyipit "jangan bilang kalau menundanya..?" ucap pemuda itu menebak dan Yura menggeleng.

"Buang pikiran itu jauh jauh Yura, jangan coba coba berniat untuk melakukannya." ucap tegas Jacob, kala ia memahami akan maksud yang sebenarnya dari istri sepupunya itu.

"Apa kau juga akan mengancamku..?" Yura menatap wajah Jacob "apa kau juga akan memenjarakanku ditembok kokoh keluarga Davis..?"

"Yura..!" seru Jacob tercekat. Tatapan yang semula penuh dengan peringatan, kini berubah sendu.

Yura tersenyum miring "kau tau Jacob, aku sangat bahagia bisa mengenal dan menjadi bagian dari keluarga Davis, kalian begitu baik, juga begitu hangat dalam memperlakukanku. Tapi bukan berarti aku harus merelakan kebahagiaan diriku sendiri."

Yura menghela nafas

"Semua aku lakukan hanya demi memberi kehidupan yang panjang untuk ibuku, dan sekarang belahan jiwaku itu sudah tidak ada didunia ini lagi. Tapi bukan berarti beliau sudah tidak bersamaku. Ibuku disana Jacob" Yura mengalihkan netranya keangkasa biru.

"Ibuku selalu melihatku dari sana, dan aku tidak mau ibuku bersedih. Ibu pasti akan tersakiti jika aku tidak bahagia disini" pipi itu kini sudah berhiaskan titik demi titik buliran bening dari netra hitamnya.

Jacob meraih kedua lengan Yura dan memutar tubuh wanita itu untuk berhadapan dengannya.

"Dengarkan aku" ditatanya wajah ayu Yura "kami akan menjagamu. Aku, Steven, Robert, bibi, paman, semuanya. Kami akan menjagamu dan membuatmu bahagia, bertahan lah sebentar lagi."

"Sudah cukup untuk satu bulan ini Jacob, dan aku juga mau Noah meraih kebahagiaannya. Sudah cukup aku menyakitinya karena menjadi penghalang hubungannya dan Clara. Sudah cukup juga Noah menyakiti aku dengan alasan itu." ucap Yura menyerah disertai tangis yang menjadi isakan.

"Kau pasti akan hidup bahagia bersama Noah, aku yakin itu."

Jacob sangat lah tau, jika sepupunya itu memiliki perasaan kepada Yura. Oleh sebab itu, ia berani mengeluarkan kata kata yang Jacob sendiri juga tau, bahwa perasaan setiap insan itu bermacam macam.

Seperti sekarang, perasaan kasih sayang Jacob kepada Yura, tapi itu bukan cinta dan juga tidak membuatnya berkeinginan untuk memiliki Yura. Lebih kepada ingin menjaga, ingin membuat wanita itu bahagia, dan ingin selalu bersama, hanya sebatas perasaan seorang kakak kepada adiknya.

"Berhenti lah menangis, kau harus menjadi wanita kuat. Jangan tunjukan kelemahanmu, dan ingat, jangan pernah kau membungkukkan tubuhmu untuk orang orang yang tidak pantas mendapatkannya, seperti siluman rubah itu." Jacob memberi nasehat.

Yura menautkan kedua alisnya bebarengan dengan netra yang menyipit "siluman rubah..?" tanyanya sembari berfikir.

Jacob memunculkan raut kekonyolannya "Clara, si siluman rubah"

Yura terkekeh disela sela tangisannya, dan merubah mimik wajah seolah olah marah tapi malah terlihat menggemaskan dimata Jacob.

Pria itu pun terbahak

"Apa kau juga mau menjadi siluman rubah..? Agar nanti bisa hidup bersama wanita itu, setelah aku melemparnya kebulan..?" goda Jacob.

"Jacob..!" seru gemas Yura seraya memberi cubitan kecil dilengan pemuda itu.

AAAAAA

"Kenapa cepat sekali kau berubah menjadi siluman rubahnya..? Belum juga bulan purn-----

"Rasakan ini..!"

Ucapan Jacob terhenti akibat Yura yang memberi pukulan dipunggung kokohnya. Dan kini, kedua insan itu sudah mengelilingi area taman sekitar keduanya tadi berdiri, saling mengejar sembari menyerukan nama masing masing, lalu terbahak.

Bahkan kini, leher Yura sudah diapit gemas oleh Jacob menggunakan lengannya, seraya mengacak rambut dibagian pucuk kepala Yura, hingga membuat wanita itu berteriak berulang kali. Diabaikan oleh keduanya beberapa pasang mata yang menyaksikan ulah mereka itu. Salah satunya adalah Noah.

"Apakah kalian melupakan kami..?" tanya Steven yang tengah berjalan beringin bersama Robert, guna bergabung dengan Yura dan Jacob. Setelah pria itu memberi kata kata mutiara kepada Noah, yang berdiri di jendela kaca yang terhubung kepekarangan mansion dimana sejak tadi ia melihat Kebersamaan Yura dan Jacob.

"Hari hari penuh kesakitan bagimu akan segera datang, jadi bersiap siap lah kau Noah Mahendra Davis." disertai seringai dibibir dan juga tepukan dibahu, Steven pun melangkah bersama Robert meninggalkan Noah yang kini sudah dipayungi kecemasan dari banyaknya pertanyaan akan arti kata kata sepupunya, Steven.