NovelToon NovelToon
Cinta Sang RV

Cinta Sang RV

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Marlita Marlita

Sejak Menolong pria bernama Reyvan, nasib Annira berubah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marlita Marlita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rincian Biaya Hidup

Anira bernafas lega setelah mendapat kesepakatan, perjanjian di atas kertas jadi ia tidak kuatir akan bertemu Reyvan lagi ataupun Faran.

Faran sudah menandatangani surat pernyataan sederhana bahwa baik Reyvan, ia sendiri, dan teman-temannya tidak akan mengganggu Anira dengan begitu ia akan hidup leluasa melupakan kejadian di apartemen. Lagi pula ia sudah mendonorkan darahnya untuk korbannya sendiri, kenyataan yang ngakak ibarat menikam diri menggunakan senjata diri-sendiri, bukan?

Reyvan telah melihat surat perjanjian yang ada di tangannya, memang surat perjanjian tersebut di tulis dua kali untuk Anira dan yang satunya untuk Reyvan. Reyvan menatap tajam surat perjanjiannya pada akhirnya ia hanya menghela nafas berat, mana mungkin ia menyobek surat perjanjian sederhana seperti itu.

“Lalu ke mana dia?” Tanya Reyvan masih dalam kondisi berbaring di rumah sakit, tangannya dalam keadaan di perban. Reyvan memasukkan kembali surat perjanjian tersebut ke dalam amplop lalu meletakkannya ke atas nakas.

“Dia sedang mencari kos.” Jawab Zicho.

“Di mana?” Tanya Reyvan lagi berhasil membuat Zicho dan Faran saling memandang.

“Kita Cuma nganterin dia di alun-alun kota. Selanjutnya dia jalan sendiri.” Jawab Faran.

Reyvan menghela nafas lagi tercermin jelas di wajahnya ada kegundahan.

“Memangnya siapa dia?” Tanya Faran meski sebelumnya sudah menanyakan sendiri kepada orang yang bersangkutan, yang ingin ia ketahui adalah siapa gadis itu bagi seorang Reyvan.

“Anira, dia pernah nolongin gue dulu.” Jawab Reyvan seadanya.

“Apa nolongin Lo? Lalu kenapa dia buat Lo begini, ada yang nggak beres!” geram Faran.

“Iya Reyvan, setelah membuat Lo kehilangan banyak darah tiba-tiba dia mendonorkan darah buat Lo. Cewek aneh, bukan?” Timpal Zicho ikut heran dan bingung mengenai Anira.

“Gue curiga dia utusan musuh Lo Reyvan.” Kata Faran lagi.

“Mungkin karna usahanya buat bunuh Lo gak berhasil karna kita datang dan gue sempat menakut-nakuti dia semalam makanya dia milih buat nolongin Lo biar bisa lepas dari kita. Gue curiga dia kembali melapor ke bosnya.” Sambungnya lagi semakin curiga.

Reyvan mendengar dengan saksama ucapan Faran, namun pikirannya berbanding terbalik daripada pikiran Faran, ia tetap menganggap Anira gadis yang baik, mungkin saja sikap Anira dan tindakan gadis itu yang mencelakainya disebabkan suatu hal, trauma misalnya.

“Kalau dia memang mata-mata dan suruhan musuh gue. Gak mungkin dia sebodoh itu mendonorkan darah buat gue, dia sadar lalu nyesal makanya mau nolongin gue. Kalau dia suruhan musuh gue, pasti bakalan senang dengan penderitaan gue bahkan kematian gue.” Tutur Reyvan membuat kedua temannya setuju dengan pendapat itu.

Beralih pada keadaan lelah Anira, ia masih berjalan di trotoar membawa tas sekolah di punggungnya dan menyeret koper di tangan kanannya. Tidak peduli matahari sudah tinggi ia tetap berjalan, tidak peduli hari ini tidak masuk ke sekolah yang penting ia ingin mencari tempat tinggal dan beristirahat terlebih dahulu.

“Semoga aja gak ketemu salah satu anak SMA 7 ataupun ibu bapak guru, gak sanggup aku nanggung malu.”

Anira berharap tak ada teman satu sekolah maupun gurunya melihat ia berjalan kaki, tahulah akibatnya kalau bertemu, pertanyaan dalam satu hal bisa beranak jadi puluhan kali pertanyaan, mana sanggup Anira menjawab dan menjelaskannya.

Sesampainya di gang merpati, sesuai informasi kos putri yang Anira terima, ia pun segera berlari menuju pagar tinggi yang terbuat dari besi, segera memencet bel di sudut kiri tepat berada di tiang besar.

Wanita paruh baya yang tentunya belum Anira kenal, keluar membuka gerbang sembari melemparkan senyuman ramah kepada Anira.

“Selamat datang dek, sesuai pesanan ya. Masih ada tiga kamar yang kosong. Ayo dek.” Sambut ibu kos lalu menuntun Anira masuk.

“Terima kasih bu.” Anira tidak bisa menjawab banyak, sulit mengutarakan kalimat panjang lebar termasuk bertanya-tanya seputar informasi kos. Anira si ajak berjalan menyusuri koridor, lingkungan kos ini sepertinya bisa membuat Anira betah, antara kos satu dengan yang lain diberikan jarak sehingga Anira tidak kuatir mendengar keributan tetangga baru nantinya, selain itu pot bunga yang tampak terawat berjejer di sekitar kos. Anira memilih kos nomor 10 yang letaknya paling belakang dan paling jauh dari kos yang lain.

“Yakin memilih yang ini?” tanya ibu Kos.

“Yakin bu,” jawab Anira sembari mengedarkan pandangan.

“Nanti kamu jauh dari anak-anak yang lain lho, jauh juga dari pintu gerbang. Padahal masih ada kos nomor 7 yang lumayan dekat dengan pintu gerbang.” Kata Ibu kos.

“Tidak masalah bu, saya memilih yang ini saja.” Jawab Anira dengan senyuman ramahnya ditunjukkan kepada ibu kos. Kos di gang merpati ini sungguh unik, padahal cocoknya dikatakan rumah kontrakan loh, letaknya yang terpisah atap apalagi teras membuat penghuninya nyaman. Tapi sepertinya ibu kos kawatir Anira tidak berinteraksi karena letak kosnya dari kos lain kurang lebih 12 meter.

“Baiklah dek, fasilitas sudah lengkap ya, seperti free wifi, kamar mandi di dalam dan selebihnya kamu bisa melihatnya sendiri.” Kata ibu kos ramah.

“Baik bu, terima kasih banyak. Saya berharap betah disini.”

“Oh iya kalau ada apa-apa hubungi saya. Saya Ibu Darti, nomor hp saya sudah tertulis disini.” Tunjuk ibu Darti tepat di bawah nomor 10 ada nomor telepon ibu Darti. Wah begitu unik, kos mirip mes.

Usai dari perbincangan hangat dengan ibu kos, Anira menelusuri isi kos, kamar tidur yang lumayan nyaman, meja belajar juga ada beserta rak buku, dapur dan ruang utama tidak memiliki batas, jadi yang memiliki batas hanya ruang tidur dan kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar kos. Anira bersyukur memilih kos ini, hanya saja yang menjadi beban adalah soal uang. Setiap dua bulan ia mesti membayar satu juta untuk kos, belum lagi kebutuhan pribadinya, malam ini Anira benar-benar harus memutar otak bagaimana caranya mencari uang.

“Di mana pun, kapan pun, bagaimana pun kehidupan pasti ada saja kesulitan. Termasuk sekarang ini, aku harus bisa membagi waktuku antara jam sekolah dan jam kerja. Oke! Semangat Anira, kau bisa, menjadi seorang anak bukan berarti selalu bergantung kepada keluarga.” Begitulah gumam Anira sedang menyemangati dirinya sendiri. Owh! Keluarga? Sejak kapan ia mengandalkan keluarganya? Selama ini ia tinggal di asrama gratis, makan gratis pula, biaya sekolah sudah otomatis di tanggung dinas pendidikan atas pengajuannya dulu, dalam satu bulan uang saku yang cair di rekeningnya berjumlah empat ratus ribu, berarti ia harus mencari uang lagi lebih dari lima ratus ribu. Astaga! Beruntung saja sebelumnya Anira gemar menabung jadi ia bisa membayar kos untuk dua bulan, meskipun sekarang saldonya masih banyak, masih berjumlah tiga juta dua ratus, namun ia perlu mempersiapkan uang lagi untuk segala kemungkinan kelak.

“Pusing! Aku benar-benar pusing memikirkan biaya hidup. Faktanya 90% kehidupan di dunia ini bergantung pada uang.” Anira bergumam lirih sambil berbaring di kasur empuk berseprai biru muda, saking banyak beban pikirannya ia tidak bisa istirahat sejenak.

“Baiklah, aku harus pergi sekarang untuk mendapatkan pekerjaan.” Anira bangkit dengan kasar, semangatnya bagaikan api yang menyala-nyala, baru saja tiba ia sudah beranjak lagi untuk mencari pekerjaan demi bertahan hidup.

1
Tiwi
Kecewa
Tiwi
Buruk
CatLiee: nasibnya Annira atau authornya nih, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!