🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilang Arah
🌹VOTE🌹
Bagian depan adalah ruang tamu, lalu terhalang sekat pendek ada kasur dan TV. Dapur di sebelah kiri, bersebelahan dengan kamar mandi yang agak menjorok. Untuk dapur juga, ada sekat yang menjadikannya ruangan khusus.
Sementara kamar, tidak memiliki ruangan khusus. Rumah ini sangat sederhana, atau lebih tepatnya pas pasan. Di bagian dapur ada kompor gas, peralatan seadanya dengan bahan makanan yang dominan mie. Sepertinya ayahnya sudah menyiapkan ini.
Inanti membaringkan bayinya di atas kasur busa, dia menyalakan televisi sambil menyusui.
Matanya mungkin melihat serial kartun, tapi pikirannya melayang pada Alan. Inanti khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dalam kemarahan dia memang menginginkan ini, jauh dari Alan dan serba serbi kehidupannya. Tapi ketika dalam keadaan tenang, Inanti tahu Nadia butuh sosok papanya. Apalagi saat Inanti mengingat bagaimana ketika Alan menggendong Nadia, dia terlihat sangat bahagia dan haru.
Meskipun masih ada kebencian atas kepergian Adam, tapi Inanti merasa bahagia melihat Alan menimang bayi mereka.
Tangisan Nadia menyadarkan. "Sayang… hei, ini mimi susunya."
Nadia enggan, dia menangis keras membuat wajahnya memerah. Inanti sadar, popoknya penuh. Dia kebingungan, sampai akhirnya menemukan peralatan bayi di lemari. Ayahnya juga sepertinya telah menyediakannya.
Ada diapers, baju ganti dan celana, juga selimut. Ditambah bedak, minyak telon dan kaos kaki dan tangan. Itu yang utama untuk bayi.
"Alhamdulillah."
Inanti segera menggantikannya. "Dede gak betah ya? Ayo ganti ya, abis ini bobo lagi ya, Sayang."
Inanti dengan sabar menidurkan Nadia sampai akhirnya benar benar terlelap. Dia mencium pipi putrinya berulang kali.
Melepaskan perlahan p*ting dari mulut bayinya, Inanti berdiri untuk membuat makanan.
Dan ketika itu, tidak dipungkiri dirinya kembali memikirkan Alan.
'Haruskah dirinya kembali pada Alan? Memberinya kesempatan dan melihat bagaimana keseriusan pria itu?' Itu yang Inanti tanyakan pada dirinya sendiri.
Melihat lagi Nadia, Inanti bertasbih dalam hati dan mencoba tidak dikendalikan oleh amarah yang datang dari syaitan.
"Bissmillah," ucapnya yakin akan apa yang terjadi.
Jika Alan adalah jodohnya, maka keadaan membawanya kembali pada pria itu.
🌹🌹🌹
"Bang…."
Panggilan Madelle pada Alan tidak dihiraukan, pria itu tetap memainkan laptopnya untuk menghubungi satu per satu orang yang pernah satu kelas di kampus dengan Inanti.
"Abang…, udah istirahat dulu, adik adik kamu kan udah bantu cari Inanti."
Alan masih diam.
"Al."
"Alan gak bisa diam, Ma. Bagaimana jika Papanya melakukan sesuatu pada Inanti? Bagaimana jika Inanti ketakutan di luar sana? Bersama Nadia?"
"Dengarkan, Mama. Kita sudah co--"
"Alan akan meminta polisi untuk mencari Ayahnya Inanti sebagai buronan yang menculik istri Alan," ucapnya sambil melangkah untuk memakai jaket.
Sebelum Madelle mengatakan sesuatu, Alan keluar kamar dan hendak pergi lagi ke kantor polisi.
Sampai akhirnya dia merasa sangat pusing, apa yang ada di depannya tidak dapat dilihat jelas. Alan limbung hingga akhirnya terjatuh.
"Abang!" Madelle yang menemani Alan di apartemen itu membantu putranya berdiri. "Istirahat dulu."
"Alan harus mencari Inanti, Ma." Alan melihat sekitarnya hitam, dia terpaksa membaringkan diri di sofa, tubuhnya berkeringat.
"Kamu demam, Bang."
"Alan harus cari Inanti, Ma. Bagaimana jika dia ketakutan?"
Madelle menangis melihat kondisi Alan yang seperti ini. "Alan gak bisa kehilangan mereka lagi, Ma. Alan gak mau kehilangan anak dan istri Alan lagi."
🌹🌹🌹
Tbc.