Menjalani kehidupan rumah tangga sempurna adalah impian setiap wanita ketika memiliki seorang suami yang sangat mencintai dan menjadikan satu-satunya yang dicintai.
Namun, semuanya hancur ketika mengetahui bahwa pria yang selama ini dicintai telah menipunya dengan menciptakan sebuah konspirasi untuk bisa memilikinya.
Konspirasi apa yang membuat hidup seorang Diandra Ishana berubah penuh kepalsuan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dianning, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Simbiosis mutualisme
Setelah mengatakan keputusannya, Diandra yang berjalan keluar dari ruangan kerja pria yang dianggap hanya sedang mempermainkannya.
'Terbuat dari apa pria itu yang bisa dengan mudahnya mengatakan agar aku menjadi kekasihnya. Sepertinya dia sudah gila.' Baru saja berhenti mengumpat, langkah Diandra terhenti saat tangannya ditahan dari belakang dan tentu saja ia tahu siapa orangnya.
"Diandra, tunggu! Aku belum selesai denganmu!" Austin tadi langsung berlari untuk mengejar atas nama harga diri sebagai seorang playboy yang belum pernah sekalipun ditolak oleh wanita.
Diandra sama sekali tidak memperdulikan apapun karena malah merasa jijik pada pria yang selalu saja menyentuhnya tanpa izin.
"Saya tidak perduli! Lepaskan tangan saya!"
Sementara itu, Austin tidak terima ditolak mentah-mentah oleh sosok wanita biasa seperti Diandra. Padahal selama ini ia menjadi incaran para wanita cantik, seksi dan kaya.
Austin sama sekali tidak berniat untuk melepaskan genggaman tangan karena berpikir belum selesai berbicara dan mengetahui jika wanita itu pasti akan kabur darinya jika menuruti.
Refleks Diandra yang tadinya memunggungi pria yang menahan pergelangan tangan kirinya, kini berbalik badan.
Kini, tatapannya mengarah pada tangannya yang masih tidak kunjung dilepaskan oleh pria yang mempunyai postur tubuh seperti para artis di televisi tersebut.
"Apa mau Anda sebenarnya? Bukankah tadi saya sudah memberikan jawaban?"
Netra pekat Austin yang tadinya bersitatap dengan iris berkilat di depannya, beralih menunduk ke tangannya. Menyadari apa yang dimaksud oleh Diandra, refleks Austin melepaskan genggaman dan mengarahkan kedua tangan ke atas.
"Sorry."
Diandra tidak berniat untuk menanggapi karena ingin segera pergi. Padahal dipikirnya akan bisa bekerja di sana, tetapi ternyata mimpinya hanya tinggal angan semata.
"Jika Anda tetap menahan saya pergi, akan berteriak, agar semua staf perusahaan mengetahui kejahatan yang dilakukan."
Seketika Austin tertawa terbahak-bahak seraya bertepuk tangan. Tentu saja ia merasa sangat aneh saat melihat sosok wanita yang sama sekali tidak tertarik dengan tawaran menggiurkan darinya.
Bahkan selama ini ia bisa mendapatkan wanita mana pun yang menjadi targetnya. Namun, sangat heran saat melihat wanita di hadapannya menolak mentah-mentah.
"Kamu serius tidak tertarik untuk bekerja menjadi sekretaris sekaligus kekasihku? Padahal di luaran sana banyak wanita yang menginginkannya. Seharusnya kamu bangga saat aku memilihmu."
Diandra hanya bisa tersenyum masam saat mendengar kalimat bernada kesombongan dan semakin membuatnya merasa sangat ilfil.
'Aku bisa benar-benar gila jika terus berada di sini bersama pria sombong ini,' gumam Diandra yang kini melangkahkan kaki jenjangnya menuju ke arah lift.
Namun, dilihatnya pintu kotak besi tersebut terbuka dan ada sosok pria keluar dari sana dan berjalan ke arahnya.
Pria dengan kemeja putih itu mengamati interaksi dari sang CEO perusahaan. "Apa ini pasien yang pingsan tadi? Atau kau ingin aku memeriksanya, apakah perbuatanmu meninggalkan jejak atau tidak? Perlu kau ingat, aku bukan dokter yang bisa aborsi."
Tentu saja kalimat terakhir dari pria yang baru saja datang itu benar-benar membuat Diandra sangat terhina.
"Tolong jaga kata-kata Anda, Tuan!" sarkas Diandra yang kali tidak bisa menahan diri untuk tidak murka karena lagi dan lagi dianggap sebagai seorang wanita murahan.
"Saya ...." Diandra tidak bisa melanjutkan perkataannya saat dipotong oleh pria yang dianggapnya sangat menyebalkan tersebut.
"Masuklah, Dokter. Saya perlu berbicara pada kekasih sebelum diperiksa."
Karena tidak bisa menolak keinginan dari Austin, kini pria sedikit kurus itu melangkah masuk ke dalam ruangan perawatan.
Sementara itu, Austin kini beralih menatap Diandra dan berjalan semakin mendekati wanita yang tengah menahan amarah karena perbuatannya.
"Itu tadi adalah dokter yang tadi kupanggil untuk memeriksa kondisimu." Austin berbicara singkat karena berharap amarah dari wanita yang dianggapnya tidak mempunyai takut sama sekali tersebut surut.
"Bukankah niatku sangat baik?"
Sebenarnya Diandra ingin sekali mengumpat pria tersebut, tetapi karena ia tahu bahwa itu adalah perbuatan tidak sopan, sehingga memilih untuk menghindar.
"Maaf, Tuan. Saya tidak membutuhkan dokter karena hanya pingsan biasa "
Diandra yang awalnya ingin masuk ke dalam lift yang terbuka, tidak jadi berjalan saat dihadang oleh pria yang lebih tinggi darinya.
'Pria ini sangat sombong dan arogan,' gumam Diandra yang saat ini sibuk bergumam dengan pikirannya sendiri.
"Hei ... kenapa malah diam?"
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tuan karena jawaban saya tetap. Tolong jangan menghalangi jalan saya karena ingin segera pulang." Diandra tidak menyerah untuk lolos dari sosok pria yang dianggap sangat kekanak-kanakan.
Bahkan ia kini berusaha untuk tidak memperdulikan semua yang dikatakan pria sombong dan arogan tersebut.
Sementara itu, Austin yang berharap besar jika Diandra tertarik dan menerima tawaran emas darinya, masih berusaha untuk merayu sekuat tenaga.
"Bukankah kamu melakukan kesalahan tadi? Jadi, sudah seharusnya bertanggungjawab. Aku akan menerimamu bekerja di perusahaanku, tapi aku butuh bantuanmu untuk tidak membuatku malu di depan temanku."
"Anggap saja ini adalah simbiosis mutualisme karena kita sama-sama saling membutuhkan." Austin kini mengulurkan tangan dan berharap wanita di hadapannya tersebut menyambut niat baiknya.
To be continued...
kan sdah bahagia d austin sdh berubah jdi baik...