"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Perpisahan
"Kamu yakin mau pergi dari kota ini?" tanya Jessy.
Ia menatap sendu wajah Fika. Teman baiknya itu memutuskan untuk pindah ke kota lain setelah keributan yang terjadi di kampus.
Imbas dari kejadian waktu itu tidak main-main. Fika dikeluarkan oleh pihak kampus. Ia juga terusir dari apartemen mewah yang selama dua tahun ini ditempati.
"Aku tidak mungkin lagi bertahan di tempat yang orang-orangnya sudah menganggapku jelek. Sejak awal aku sudah bersiap jika hal ini terjadi. Kamu tidak perlu mencemaskan aku," kata Fika.
Jessy memberikan pelukan erat kepada Fika. Ia turut bersedih dengan apa yang menimpa Fika, namun ia juga tidak membenarkan perbuatan Fika. Ia sendiri merasa sama saja dengan Fika.
"Maaf, ya. Gara-gara aku kamu ikut dijauhi teman-teman yang lain."
Kata-kata Fika membuat Jessy tak bisa menahan air matanya. Ia begitu sedih dengan perpisahan itu. "Kamu untuk apa minta maaf segala? Aku tidak peduli dengan ucapan mereka. Kamu tetap temanku yang paling baik, Fik," ucap Jessy seraya menghapus air matanya.
"Sudah, jangan menangis. Siapa tahu suatu saat kita bisa bertemu lagi. Aku akan menjalani hidupku lebih baik lagi ke depannya. Kamu juga harus berusaha, Jessy," kata Fika.
Jessy memasang senyuman.
Tak berselang lama kereta yang hendak Fika naiki tiba. Penumpang yang turun lebih didahulukan dari pada penumpang yang hendak naik.
"Sebentar lagi aku masuk. Jadi makin berat berpisah denganmu, hahaha ...." Fika menutupi kesedihannya dengan tertawa.
"Jangan lupa kabar-kabar kalau senggang. Jika Da kesempatan, aku ingin menemuimu," kata Jessy.
"Itu pasti. Kamu jangan sungkan menghubungiku duluan."
"Fika!"
Seseorang menyerukan nama Fika sembari berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka.
"Mas Leon?" gumam Fika kaget. Setahu dirinya Leon masih berada di luar negeri. Ia sama sekali tidak memberi tahu apa yang telah terjadi padanya.
"Fika ...." Leon menatap Fika dengan wajah sedih.
Belum sempat Leon memberikan pelukan, Fika seakan memberi isyarat tidak mau didekati oleh Leon.
"Ingat, Mas. Ini tempat umum. Tidak seharusnya Mas Leon ada di sini," ucap Fika.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku? Kenapa kamu justru memblokir nomorku? Ikut denganku Fika, kita bicarakan hal ini berdua," pinta Leon.
Fika menggeleng. "Ingat kesepakatan kita, Mas. Kalau hubungan kita terbongkar, aku yang akan pergi."
"Aku mencintaimu Fika," nada bicara Leo. Seperti orang yang hampir putus asa.
"Tapi Mas Leon juga mencintai keluarga Mas Leon, kan?" tanya Fika.
Leon terdiam. Ia tidak memungkiri jika dirinya cukup serakah untuk bisa mempertahankan Fika di sampingnya, sementara ia sendiri telah beristri dan memiliki 4 orang anak.
"Aku sudah menyakiti hati istri Mas Leon. Hubungan kalian juga pasti tidak akan sama lagi seperti dulu. Tapi, aku harap rumah tangga kalian tetap bertahan. Biar aku yang pergi dari kehidupan kalian," kata Fika.
"Fika, ini tidak adil. Kamu juga harus mengerti bagaimana perasaanku!" desak Leon.
"Anakmu sudah empat, Mas. Mereka masih sangat kecil-kecil. Kasihan kalau sampai kehilangan sosok ayah yang selalu sempurna di mata mereka. Kamu jangan egois. Aku juga berat untuk mengambil langkah ini," kata Fika.
Leon menghela napas dalam-dalam. Ia sama sekali belum siap untuk kehilangan Fika. Meskipun dirinya memang pengecut tidak bisa membela Fika di hadapan semua orang, namun perasaan cintanya benar-benar tulus.
"Jess, aku naik sekarang, ya," kata Fika. Ia memeluk Jessy untuk terakhir kali sebelum pergi.
"Hati-hati, Fika," kata Jessy.
"Mas, aku pergi dulu. Jaga dirimu dengan baik, jangan lupa atur pola makan."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Fika menggeret koper dan membawanya masuk ke dalam kereta.
Tidak ada yang tahu tepatnya Fika akan pergi kemana. Wanita itu hanya mengatakan hendak pergi ke luar kota. Pihak kampus masih berbaik hati tidak sepenuhnya memberikan status D.O. Kepada Fika. Ia hanya disuruh untuk mengasingkan diri ke tempat yang jauh dan melanjutkan kuliah di sana.
Leon hanya tertegun memandangi Fika yang telah masuk ke dalam kereta. Ia tidak bisa mencegahnya pergi karena takut akan semakin menyakitinya.
Awalnya Leon tidak tahu menahu apa yang terjadi dengan Fika dan istrinya. Seorang teman yang mengadukan kejadian itu kepada Leon.
Ia sempat adu mulut dengan istrinya karena keberadaan Fika. Rosita sangat murka kepadanya dan mengancam akan menjebloskan mereka ke penjara jika tidak mau berpisah.
"Bapak, tolong jangan ganggu Fika lagi. Dia sudah sangat menderita akibat perbuatannya," kata Jessy.
Kereta yang membawa Fika mulai berjalan perlahan. Suara bising yang dikeluarkan cukup memekakkan telinga.
Jessy berbalik badan meninggalkan Leon sendirian. Ia berjalan lunglai ke arah sebuah mobil berwarna merah yang terparkir di luar stasiun.
"Sudah selesai?" tanya Mark.
Lelaki itu mengulaskan senyum saat melihat Jessy telah kembali dan memasuki mobilnya. Dengan senang hati ia bahkan membantu memasangkan sabuk pengaman di tubuh Jessy. Tak lupa satu kecupan manis ia berikan di pipi wanitanya.
"Kita langsung pulang ke apartemen, ya?" tanya Mark.
Jessy menoleh ke arah Mark, memberikan tatapan serius kepada lelaki itu.
"Boleh aku bercerita?" tanya Jessy.
"Tentu," kata Mark.
"Teman yang baru saja aku antar, dia wanita yang pernah mengajakku liburan di Inggris. Dia baru saja dikeluarkan dari kampus," kata Jessy.
"Kenapa?" tanya Mark penasaran.
"Dia ketahuan selingkuh dengan suami orang," kata Jessy.
Seakan ia ingn mengungkapkan pada Mark kalau posisi dirinya sama seperti Fika yang memilih jalan hidup sebagai simpanan lelaki beristri.
Mark memahami perasaan Jessy. Ia mengelus puncak kepala Jessy untuk memberikan rasa aman kepada Jessy.
"Jangan takut, Baby. Apa yang menimpa temanmu tidak akan menimpamu. Karena aku akan berdiri di sampingmu," kata Mark.
realistis dunk