Tidak pernah terbayang jika malam yang dia habiskan bersama pria asing yang memberinya uang 1M akan menumbuhkan janin didalam rahimnya.
Salsabila, gadis cantik berusia 26 tahun itu memutuskan merawat calon anaknya seorang diri. Selain tidak mengenal ayah dari calon anaknya. Rupanya pria itu sudah memiliki tunangan dan akan segera menikah.
Mampukah Salsabila menghadapi kerasnya hidup saat dia hamil tanpa suami?. Apalagi dia hamil diluar nikah!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Tegar
"Ambil darahku, sus. Golongan darahku AB-."
Azka menatap Danar begitupun dengan orang tuanya.
"Kamu tidak perlu mendonorkan darahmu. Aku tidak mau ada darahmu ditubuh istriku!," tolak Azka, Danar menatap pemuda itu sendu.
"Bang, pikirkan Salsa. Buang ego dan emosi kamu! Nyawa Salsa sedang dipertaruhkan!," ucap Gita
"Tapi dialah yang membuat Salsa terluka. Aku tidak mau suatu saat dia mengungkit jasanya karena telah menyelamatkan istriku!."
"Bang, jangan keras kepala. Terima saja kebaikan om Danar. Jangan lihat siap dia sekarang tapi pikirkan keselamatan istri dan anakmu!." Azka menghela nafas panjang, kemudian mengangguk.
"Silahkan ikut saya, Pak!," Danar mengikuti suster untuk melakukan pemeriksaan kecocokan dulu. Setelah dinyatakan darahnya cocok, pria itu langsung mendonorkan darahnya.
"Sus, bisakah saya meminta tolong?."
"Tentu. Apa yang bisa saya bantu?."
"Tolong lakukan tes DNA untuk saya dan pasien. Tapi saya minta hal ini dirahasiakan!."
Suster menatap Danar ragu, namun Danar berhasil meyakinkan suster tersebut. Akhirnya suster itu menghubungi salah seorang dokter untuk melakukan tes DNA yang Danar minta.
"Hasilnya akan keluar satu minggu lagi, pak. Jika sudah selesai, rumah sakit akan menghubungi anda!."
"Apa tidak bisa dipercepat dok? Saya akan membayar berapapun yang penting hasilnya bisa cepat keluar!."
"Saya usakan tiga hari selesai, pak. Dan itu yang paling cepat!."
"Terima kasih, dok. Terima kasih bantuannya. Kalau begitu saya pamit dulu!."
Danar keluar dari ruang pemeriksaan, dia berjalan ke arah ruang penanganan Salsa. Terlihat Azka masih berada disana bersama Gita dan Dirga. Ingin menghampiri namun Danar takut Azka menolaknya lagi.
"Bagaimana kondisi istri saya, dok?," tanya Azka saat melihat dokter keluar, Danar urung pergi dan mendengarkan dokter dari jauh.
"Pendarahan berhasil dihentikan. Kondisi pasien juga sudah stabil!."
"Bagaimana dengan kandungannya?," tanya Gita
"Janinnya sudah luruh ketika pasien tiba di rumah sakit. Maafkan kami, kami terpaksa melakukan tindakan kuret untuk menyelamatkan nyawa pasien!."
Deg
Azka membeku, Gita menutup mulut dan hampir saja limbung jika Dirga tidak menyanggahnya. Danar yang mendengar hal itupun ikut merasa sedih dan bersalah.
"I-istri saya keguguran?."
Dokter mengangguk, "Yang sabar pak. Anda bisa memiliki anak lagi lain waktu. Pasien masih belum sadarkan diri. Dan akan segera dipindahkan ke ruang perawatan. Kalau begitu, saya permisi!."
Azka mengepalkan tangan, hatinya begitu nyeri mendengar anaknya telah tiada. Usianya dua bulan, bahkan dia belum melihat seperti apa bentuknya sekarang. Rencananya Azka akan mengajak Salsa memeriksakan kandungan setelah semua masalah selesai.
"Bang, tabahkan hatimu!," Gita mengusap bahu putranya. Ia pernah berada diposisi ini dan dia paham betul seperti apa sakitnya kehilangan buah hati.
"Dia sudah pergi, anakku pergi bahkan sebelum melihat dunia!," lirih Azka
Dirga memeluk putranya, segera Azka menangis lirih dipelukan ayahnya. "Aku bukan Ayah yang baik kan, Yah. Makanya Allah mengambilnya dariku. Aku gagal. Aku gagal menjaga anak dan istriku!."
Gita ikut menangis mendengar tangisan pilu anak sulungnya.
"Apa yang harus aku katakan pada Salsa jika dia bertanya bagaimana kondisi anak kami. Aku tidak sanggup melihat kesedihannya!."
Dirga mengusap punggung sang putra untuk memberikan kekuatan, "Kamu harus tegar, Bang. Disaat seperti ini, kamulah yang bisa menguatkan Salsa. Ayah yakin, suatu saat kalian akan memiliki anak lagi. Sebaiknya sekarang kita melihat Salsa. Dia baru saja dipindahkan ke ruang perawatan!."
Azka mengusap air matanya lalu mengangguk. Mereka pergi ke ruang perawatan Salsa. Dibalik tembok, Danar pun tak bisa menahan air matanya. Bagaimana jika Salsa memang putrinya yang hilang? Itu artinya dialah yang membunuh cucunya sendiri.
"Pak, anda tidak apa-apa?," tanya suster yang melihat pria itu menangis.
"Saya tidak apa-apa, sus!."
Dengan langkah gontai, Danar meninggalkan rumah sakit. Hatinya begitu kacau apalagi dia yakin Anya akan marah padanya kali ini.
*
*
Azka memandang wajah pucat sang istri. Perempuan itu belum juga membuka mata.
Ya Allah, kenapa cobaan hidup kami begitu berat. Kami baru akan memulai semuanya. Tapi Engkau sudah menguji kami dengan duka yang mendalam.
Azka menggenggam tangan istrinya. Menciumnya lembut dan meletakkannya di pipi. Perlahan mata cantik itu terbuka,
"Sal, kamu sudah sadar?," perempuan itu mengangguk lemah.
"Bunda, Ayah, Salsa sudah sadar. Tolong panggilkan dokter."
Dirga segera melakukan perintah putranya, sedangkan Gita langsung menghampiri sang menantu.
"Nak, kamu sudah sadar?."
Salsa tersenyum dan mengangguk. Tak lama dokter datang dan memeriksa kondisinya.
"Kondisi pasien semuanya baik. Dia hanya butuh istirahat disini beberapa hari!."
"Terima kasih dok!."
"Sama - sama. Kalau begitu saya permisi!."
Selepas kepergian dokter, Azka duduk disamping sang istri. Menatap wanita itu dengan lekat.
"Kamu mau minum?," hanya gelengan yang Salsa berikan.
"Bu Maria sudah Bunda hubungi. Dan beliau dalam perjalanan menuju kemari!."
Salsa hanya memandang mertuanya dalam diam. Azka yang melihat itu menatap kedua orang tuanya. "Sebaiknya Ayah dan Bunda pulang dulu. Biar aku yang menjaga Salsa disini. Nanti kalian bisa kemari lagi!."
Gita mendekat ke arah sang menantu, "Bunda pulang dulu. Nanti Bunda akan kesini lagi. Kamu mau Bunda bawakan sesuatu?."
"T-tidak!," sahut Salsa lemah
"Baiklah. Istirahatlah biar kamu lekas pulih."
Salsa kembali mengangguk. "Bang, jaga Salsa. Bunda dan Ayah pulang dulu!."
"Hati-hati dijalan, Yah, Bun!."
Selepas kepergian mertuanya. Salsa terlihat menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Air mata terlihat meluncur dari pipinya.
"Hei, kenapa kamu menangis, hm?," Azka mengusap pipi istrinya dengan lembut.
"Dia sudah tiada kan, Ka?."
Azka membeku, bibirnya terasa kelu. Sebagai seorang ibu, insting Salsa rupanya begitu kuat.
"Aku ibu yang buruk, bukan?."
"Kenapa kamu bicara seperti itu. Tidak ada ibu yang buruk! Allah lebih menyayanginya sehingga dia mengambil anak kita. Kita masih bisa punya anak lagi lain waktu!."
Salsa menggeleng seraya mengusap air matanya, "Pengikat diantara kita sudah tidak ada. Sebaiknya kamu kembali bersama Salwa. Aku akan kembali pada kehidupanku sebelumnya!."
"Apa maksud ucapanmu? Aku tidak akan pernah kembali pada Salwa. Dan aku tidak akan membiarkan kamu pergi!," ucap Azka tegas.
Salsa memandang suaminya dengan lekat, jujur, ia nyaman bersama Azka. Tapi ia sadar, kebersamaan mereka terjalin hanya karena bayi yang ia kandung. Sekarang dia sudah kembali pada Sang Pencipta, lalu apa gunanya mereka bersama.
"Dengarkan aku, Sal. Seperti yang pernah aku ucapkan. Aku tidak akan pernah mengkhianati pernikahan kita. Dan aku juga tidak akan pernag melepaskanmu. Jadi jangan pernah memiliki pikiran untuk berpisah denganku. Karena itu tidak akan pernah terjadi."
"Tapi percuma kita bersama, Ka. Anak kita sudah tidak ada. Tidak ada alasan lagi bagiku untuk tetap bersamamu. Ada wanita lain yang lebih mencintaimu dan aku yakin kamu juga pernah mencintainya. Kembalilah padanya dan biarkan aku pergi!."
"Kalau kamu tetap ingin pergi. Lebih baik aku mati!!!."
semangat thor