Bunga yang pernah dikecewakan oleh seorang pria, akhirnya mulai membuka kembali hatinya untuk Malik yang selama setahun terus mengejar cintanya. Ia terima cinta Malik walau sebenarnya rasa itu belum ada. Namun Bunga memutuskan untuk benar-benar mencintai Malik setelah mereka berpacaran selama dua tahun, dan pria itu melamarnya. Cinta itu akhirnya hadir.
Tetapi, kecewa dan sakit hati kembali harus dirasakan oleh Bunga. Pria itu memutuskan hubungan dengannya, bahkan langsung menikahi wanita lain walaupun mereka baru putus selama sepuluh hari. Alasannyapun membuat Bunga semakin sakit dan akhirnya memikirkan, tidak ada pria yang tulus dan bertanggungjawab di dunia ini. Trauma itu menjalar di hatinya.
Apakah Bunga memang tidak diizinkan untuk bahagia? Apakah trauma ini akan selalu menghantuinya?
follow IG author : @tulisanmumu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita yang Sebenarnya
Bunga menatap tajam ke arah Fadi yang berdiri di sisi sebelah kiri ranjang Jelita.
"Apa maksudmu ngomong kayak gitu? Kamu tidak mengakui Jelita adalah putrimu, Fadi? Bagaimana kalau Jelita mendengarnya? Kamu memang tidak punya hati, Fadi!" Murka, tentu saja itu yang Bunga rasakan. Entah apa yang dipikiran Fadi saat ini hingga tidak mau mengakui putrinya ini. Apa demi dirinya, Fadi bisa sampai setega ini, pikir Bunga.
"Kamu tentu ingat bukan, Flo, jika aku berasal dari panti asuhan."
Ya tentu saja Bunga mengingatnya. Hal inilah yang menjadi salah satu ketidak percayaan diri Fadi kala itu. Ia hanya anak yatim piatu, anak panti asuhan, yang bahkan tidak tahu tentang orang tuanya sama sekali.
"Mamanya, Nita, juga sama sepertiku. Dia berasal dari panti yang sama sepertiku, Flo. Aku menyayanginya sebagai adik kesayanganku karena aku yang pertama kali menemukannya dalam kardus yang terletak di depan rumah panti sebelum aku berangkat sekolah. Karena kondisinya waktu itu yang membuat aku terpaksa mengingkari janjiku dengan kamu."
Kali ini penjelasan Fadi membuat Bunga menjadi bingung. Apa yang sebenarnya terjadi antara mereka.
Fadi yang melihat mata Bunga tak menatapnya setajam tadi melanjutkan ceritanya.
"Nita tak seberuntung aku. Aku yang berprestasi di sekolah sehingga akhirnya bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa. Sedang Nita, ketika tamat SMA, ia akhirnya memutuskan untuk bekerja jadi penjaga toko parfum. Aku tidak tahu bagaimana pertemanannya saat itu. Kamu sendiri juga tahu, Flo, kalau tamat SMA aku langsung keluar dari panti dan memilih tinggal di kost an kecil, kuliah sambil bekerja untuk menghidupi diriku dan mengirim sedikit ke panti."
Bunga terdiam dan ingatannya kini membawanya kembali ke sepuluh tahunan yang lalu. Ia melihat Fadi bekerja paruh waktu di banyak tempat tanpa mengeluh. Inilah yang menjadi salah satu kenapa Bunga menyukai Fadi kala itu. Kegigihan dan bertanggung jawab. Walaupun harus bekerja setelah kuliah, namun semua tugas baik itu tugas kuliah maupun organisasi dapat ia tuntaskan dengan baik.
"Ketika aku meminta waktu untuk sendiri padamu waktu itu, aku serius ingin membuat diriku menjadi sedikit pantas untuk bersanding denganmu. Mungkin kamu dan keluargamu memang tidak mempermasalahkannya, tapi aku merasa tidak menjadi pria yang pantas untukmu, Flo. Aku ingin bisa memenuhi semua keinginanmu. Kamu berasal dari keluarga yang kaya dan harmonis. Kamu diratukan di keluargamu, dan aku ingin kehidupanmu tetap seperti itu walau sudah bersamaku nanti. Aku mengusahakan agar kamu bisa tetap mendapatkan semua itu nanti, Flo." Fadi menjelaskan dengan suara yang begitu pelan, namun semuanya tersampaikan dengan sangat baik. Bunga kini menunduk, menahan tangis yang ingin keluar tanpa permisi.
"Hari itu aku menemukan Nita berjalan seorang diri pada malam hari. Dia berjalan seperti orang tersesat, bahkan jaraknya sangat jauh dari panti. Dan di hari itu aku tahu, kalau ternyata adik kesayanganku itu hamil, dan pacarnya lari dari tanggung jawab."
Bunga langsung menatap Fadi, menatap dalam ke mata pria itu. Tak ada kebohongan sama sekali disana. Apakah ini benar, batin Bunga.
"Aku merasa sangat bersalah padanya, Flo. Dulu aku masih mempunyai waktu untuk memperhatikan adik-adik yang ada di panti. Aku masih menyisihkan waktuku untuk mengunjungi mereka. Namun ketika aku sudah bekerja, aku hanya mengirim uang untuk mereka. Aku merasa gagal sebagai kakak untuk mereka, Flo."
Bunga terus saja diam tanpa menanggapi sama sekali. Ia ingin tahu bagaimana selanjutnya, walaupun dirinya tahu tapi ia tetap ingin mendengar dari pria ini.
"Aku merasa sangat bersalah, Flo. Maka untuk menebus rasa bersalahku itu, aku mengambil keputusan yang akhirnya keputusanku itu menyakitimu." Fadi menunduk.
Sangat terdengar jelas ditelinga Bunga kalau pria itu kini tengah menangis. Begitu juga dengan Bunga. Luka yang telah lama dia pendam, alasan dia jadi membenci pria, akhirnya ia ketahui hari ini.
Mereka berdua menangis dengan suara yang sangat pelan, takut mengganggu tidurnya Jelita. Semua sesak di dada yang telah mereka tahan selama bertahun-tahun, akhirnya bisa keluar sore itu. Bukan karena perselingkuhan, namun Fadi mencoba melindungi adiknya dari ejekan orang banyak.
Tok.. tok..
Pintu terbuka, dan tampak seorang perawat masuk ke dalam kamar inap Jelita.
Ia sedikit bingung ketika mendapati Bunga dan ayah dari pasien menangis bersama.
"Maaf, dok. Tadi dokter jaga IGD meminta kami untuk membersihkan luka dari ayahnya pasien. Ini saya bawakan obat-obatannya," ucapnya yang sedikit merasa tidak enak. Ada kecanggungan yang dia rasa ketika dia masuk ke dalam kamar itu.
Bunga baru sadar kalau Fadi juga terlibat kecelakaan, dan pasti memiliki luka di tubuhnya.
"Biar saya yang obati, sus," ucap Bunga.
Perawat itu mengangguk, dan ia meletakkan nampan yang berisi obat-obat itu ke atas meja yang letaknya di sebrang tempat ranjang.
"Permisi, dok." Perawat itu segera keluar. Ia tidak mau mengganggu calon direktur rumah sakit tempatnya bekerja itu.
Bunga melepaskan dengan perlahan tangannya yang di pegang oleh Jelita.
"Pergilah ke sofa. Aku akan mengobati lukamu."
Bunga langsung duduk di sofa setelah mengambil nampan yang dibawa oleh perawat tadi. Fadi duduk di samping Bunga. Tak terlalu rapat, tak juga terlalu jauh. Jaraknya cukup aman, pikirnya.
Ada luka kecil di lengannya Fadi. Menurut pengakuannya luka itu dia dapat ketika akan keluar dari mobil sambil menggendong Jelita. Sepertinya tergores sesuatu tanpa ia sadari.
"Jelita duduk dibelakang sendirian, dan dia sedang tidak memakai sabuk pengamannya saat itu. Akhirnya ia terlempar ke depan. Aku juga mau ke rumah sakit tadinya karena demam Jelita tidak turun sejak kemarin," tutur Fadi.
Bunga tak menanggapinya. Ia hanya sibuk dengan mengobati lukanya Fadi.
"Jika ada yang sakit lagi nanti bilang saja dengan perawatnya. Takutnya ada luka di dalam," ucap Bunga dan Fadi hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Saya pergi dulu. Besok saya akan kesini lagi untuk melihat Jelita." Bunga berdiri dan akan keluar dari kamar inap Jelita.
"Kamu masih mau menemui aku?" Pertanyaan Fadi menghentikan langkah Bunga.
"Saya datang untuk melihat Jelita!" Tanpa banyak kata lagi, Bunga langsung keluar dari kamar itu.
"Apa yang kamu pikirkan, Fadi." Fadi menyugar rambutnya ke belakang. Ia sedikit merasa kelegaan, akhirnya dia bisa menjelaskan semuanya pada Bunga.
****
Bunga tiba di rumahnya sekitar pukul 19.45. Ia baru bisa pulang setelah akhirnya Olivia bisa melahirkan putri pertamanya yang baru berusia 23 minggu. Tak butuh waktu lama setelah dilakukan induksi tadi pembukaan akhirnya lengkap sehingga persalinan itu bisa dilakukan segera.
Bayi mungil yang bahkan belum sempat melihat indah dan kejamnya dunia itu kini harus tidur cantik untuk selamanya.
Ketika Bunga tiba di ruang bersalin tadi, keluarga Olivia sudah terlihat berdatangan. Ibunya Malik juga terlihat disana. Sedang Malik menemani Olivia sejak tadi. Terlihat ada perban di pelipisnya. Malik hanya bisa melihat Bunga tanpa bisa berbicara dengan wanita itu.
Ketika Bunga keluar, Mami Rani memeluk Bunga. Wanita paruh baya itu juga menangis dalam pelukan Bunga sembari kata maaf terus terucap di bibirnya.
Bunga melepas pelukan itu secara pelan dan berkata, "Bukan salah siapapun. Ini sudah menjadi cerita Tuhan. Saya turut berduka juga untuk Ibu dan keluarga."
Setelah itu Bunga pamit, ia segera ingin pulang dan merebahkan tubuhnya.
Di atas kasur empuk itulah kini ia berada. Menatap langit-langit kamarnya, merenungi kejadian demi kejadian yang ia alami bagaikan roller coaster. Bingung dengan perasaan yang dirasakannya saat ini.
Kenyataan tentang Fadi, kehilangan yang dialami oleh Malik dan juga Olivia. Semua kejadian membuat dirinya terguncang. Energinya terkuras habis, dan secara perlahan matanya mulai tertutup.
Semoga besok menjadi hari yang lebih baik.
*****
Waaah nggak nyangka Sudah sampai disini aja ceritanya. Terima kasih masih setia dengan Bunga, ya. Tetap tunggu kelanjutan cerita ini ya 🙏
jangan lupa untuk like, komen, dan vote nya supaya author tetap semangat 🫶🏻
Terima kasih 🫶🏻🫶🏻
Semoga masih ada harapan Bunga kembali ke Fadi
Mama nya Jelita hamil dengan orang lain dan Fadi yg menikahi nya
Jelita bertemu dengan tante Bunga di IGD & Bunga tidak menyangka kalau papa Jelita adalah Fadi sang mantan.
2 mantan berada di IGD semua dengan kondisi yang berbeda