Cerita ini banyak mengandung adegan ciuman,yang tidak suka dengan adegan ciuman lewatkan.
Alice Walker seorang wanita cantik yang memiliki kehidupan yang sempurna,ayah yang hebat di agen FBI,kakaknya yang penyayang dan ibu yang lemah lembut.
Tapi pada suatu malam,alice mendapati keluarganya terbunuh,semuanya mati kecuali anak kakaknya yang masih berusia lima tahun.
Gadis kecil itu dia temukan didalam lemari karena mendengar tangisannya,dalam satu malam kehidupan Alice langsung berubah.
Alice membesarkan anak kakaknya dan belajar dengan giat,belajar menjadi seorang agen FBi hebat seperti ayahnya untuk menangkap para pembunuh keluarganya.
Tapi sebelum itu,dia harus menjadi seorang polisi mengikuti saran ayahnya Adam Walker.
Suatu hari,Alice bertemu dengan Jacob Smith,mafia dicalifornia.apakah pria itu yang membunuh seluruh keluarganya ataukah pria itu yang akan membantunya membalas dendam?
Sekuel dari cerita Hot Mother And The Bos Mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I miss my family
Malam itu dirumah keluarga Walker.
Marry sedang menatap pria yang sedang duduk didepannya, pria itu yang mengaku sebagai ibunya kemarin dan membuatnya menyangka jika ibunya berubah menjadi seorang laki-laki.
Marry menatap kearah Alice, dia ingin bertanya tapi tidak berani, gadis itu kembali mengerjakan tugas yang didapat dari sekolahnya.
"Marry, apa kau sudah selesai?" Alice memdekati keponakannya itu dan melihat apakah gadis itu sudah selesai dengan tugas sekolahnya?
"Sedikit lagi mommy."
"Bagus, setelah selesai segeralah tidur."
Marry mengangguk dan kembali mengerjakan tugasnya.
"Mommy."
"Ya?"
"Uncle itu siapa?" sambil menunjuk kearah Jacob, gadis itu memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Abaikan saja sayang, dia cuma uncle jahat!" jelas Alice.
Marry langsung ketakutan dan memeluk Alice dengan erat.
"Hei, jangan asal bicara ya!" sela Jacob cepat.
"Marry, apa kau ingat film Frozen?"
"Yes mom."
"Dia itu seperti pangeran di film Frozen, tampan tapi jahat. Jadi kau jangan dekat-dekat dengannya."
"Jadi paman ini seperti pangeran Hans yang jahat?" tanya Marry lagi.
"Benar, jadi kau jangan dekat-dekat dengannya ya."
Marry mengangguk dengan cepat, gadis itu kembali melihat Jacob dengan takut tapi setelah itu Marry kembali mengerjakan tugasnya yang tertunda.
"Wow, apa yang kau ajarkan padanya? Lagipula siapa itu pangeran Hans? Apa dia lebih tampan dari aku?" tanya Jacob pula.
"Kau terlalu percaya diri!" Alice membuang wajahnya, dia masih kesal dengan pria itu, kenapa harus tinggal dirumahnya? Memangnya dia tidak punya rumah!
Setelah Marry selesai, bibi Carol mengajak gadis manis itu masuk kedalam kamarnya sedangkan Alice juga berlalu pergi meninggalkan Jacob sendiri diruang tamu rumahnya.
Pria itu duduk sendiri disana sambil melihat-lihat seisi rumah itu, disana banyak terdapat penghargaan yang didapat oleh Adam Walker selama menjadi agen FBI tapi sayang pria itu harus berakhir tragis bersama dengan istri dan putranya.
Jacob bangkit berdiri berjalan menuju kamar Alice, pria itu mulai mengetuk pintu kamar itu dengan pelan tapi tidak ada jawaban. Apa Alice sudah tidur?
Jacob membuka pintu kamar itu, senyumnya langsung mengembang diwajahnya saat melihat Alice sedang menyandarkan tubuhnya diujung ranjang.
Alice sedang memejamkan matanya, menikmati alunan musik dari headset yang terpasang ditelinganya. Tidak hanya itu, tampak sebuah buku tergeletak disampingnya.
Jacob masuk kedalam kamar itu dan menutup pintu kamar itu dengan pelan, dia mulai melangkah mendekati Alice, naik keatas ranjang dan duduk disebelahnya.
Alice begitu kaget dan membuka matanya melihat kearah pria yang sedang duduk disebelahnya, gadis itupun melepaskan headset yang sedang dipakainya.
"Jacob, kenapa kau masuk kedalam kamarku?"
"Sayang kau begitu tega meninggalkan aku sendirian diluar sana."
"Sana kau pulang kerumahmu." usirnya.
"Ingat sayang, kau harus bertanggung jawab." Jacob mengingatkan.
Alice mendengus kesal, gadis itu hendak memakai headsetnya kembali tapi?
"Alice."
Panggilan Jacob membuat Alice mengurungkan niatnya untuk memakai headsetnya kembali.
"Apa?" tanyanya ketus.
"Kenapa keponakanmu memanggilmu mommy?" sebenarnya dia sudah sangat penasaran dengan hal ini.
"Bukan urusanmu!" jawab Alice kesal.
"Hei, aku ingin tahu saja memangnya tidak boleh."
Alice menarik nafasnya dan mematikan musik dari ponselnya.
"Aku memang sengaja meminta Marry untuk memanggilku seperti itu, semenjak kematian kedua orang tuanya, keluarga kakak iparku datang untuk mengambil Marry, mereka datang untuk mengincar perusahaan kakakku yang asistenmu sebut kecil itu tapi aku berusaha mempertahankannya."
"Jadi aku mengadopsi Marry untuk melindunginya apa itu salah?"
Jacob memegang tangan Alice dan mengusapnya dengan lembut.
"Pasti berat untukmu."
"Terima kasih, tapi itu sudah berlalu."
Alice meraih buku yang ada disampingnya dan mulai membukanya tapi pada saat itu Jacob merangkul bahunya, menyandarkan kepala Alice pada bahunya dan mengusap kepalanya dengan lembut.
Dia sudah lupa dengan sandiwara bahunya yang terluka dan untungnya Alice tidak memperhatikannya juga.
"Kau gadis hebat Alice, tidak semua orang bisa melewati masa sulit sepertimu."
Alice menghentikan tangannya dari buku itu, ada apa dengan pria ini?
"Terima kasih, tidak perlu menghiburku."
Biarpun dia berkata seperti itu tapi Alice memejamkan matanya, menikmati belaian tangan Jacob dirambutnya.
"I miss my family." katanya tiba-tiba sedangkan air matanya langsung mengalir dari kedua matanya.
"Aku rindu dengan mereka, aku rindu dengan masakan ibuku, aku rindu dengan nasehat ayahku dan aku rindu dengan candaan kak Jay."
Air matanya semakin mengalir, tidak bisa dibendung lagi.
Jacob memegangi Wajah Alice dan mengusap air matanya dari kedua pipinya.
"Ssts... Jangan menangis." hiburnya.
"Jacob, apa kau punya orang tua?"
"Tentu aku punya sayang."
Jacob langsung memeluk gadis itu untuk menenangkannya.
"Seperti apa orang tuamu?"
"Mereka sangat baik sayang, apa kau ingin bertemu dengan mereka?"
"Tidak mau, mereka pasti menyebalkan sepertimu!" tolak Alice dengan cepat.
Jacob terkekeh pelan, tangannya terus mengusap punggung Alice dengan pelan.
"Alice."
"Hmmm.."
"Jangan menangis lagi, jika kau rindu pada mereka kau bisa memelukku."
"Tidak mau!" Alice langsung melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya.
Jacob tersenyum dan menciumi pipi gadis itu dengan lembut.
"Sayang, kau bisa membagi kesedihanmu denganku."
"Terima kasih."
Jacob memegangi dagu Alice, pria itu mulai menunduk dan mengecup bibir gadis itu dengan lembut.
"Jika kau mau menangis, maka carilah aku." bisiknya.
Jacob kembali menciumi bibir Alice dan gadis itupun menyambut bibirnya, mereka berciuman sesaat, melepaskan ciuman itu kemudian saling pandang tapi setelah itu mereka kembali berciuman.
Alice melepaskan bibirnya dari bibir Jacob saat merasakan ponselnya bergetar, dengan cepat Alice meraih ponselnya dan menjawabnya.
"Alice." terdengar suara Olivia disebrang sana.
"Ya." jawabnya singkat.
"Apa kabarmu?" tanya Olivia pula.
"Baik."
"Bagaimana Jika besok kita bertemu."
"Boleh saja, ditempat kemarin ya."
"Baiklah, hei bagaimana dengan pria yang dibar waktu itu?" tanya Olivia pura-pura, dia sudah sangat penasaran dengan hal ini. Apa yang dilakukan oleh kakaknya?
Alice melirik kearah Jacob, pria itu mulai memeluknya dari belakang dan menciumi lehernya.
"Entahlah, aku tidak tahu." jawab Alice pura-pura.
"Benarkah?Kau tidak sedang bersamanya kan?"
"Eh, tidak. Mana mungkin aku bersamanya."
Saat itu Jacob mengigit telinga Alice dan gadis itu mengerang pelan sehingga Olivia dapat mendengar erangannya.
"Alice, yakin kau tidak sedang bersama denganya?" Olivia tambah curiga.
"Tidak Olivia, aku tidak sedang bersamanya." sangkal Alice dengan cepat.
Jacob menghentikan aksinya, Olivia? Awas dia!
"Alice, jika dia menggangumu katakan saja, aku akan membawa pawang untuk menariknya pulang!" kata Olivia lagi.
"Hah? Pawang?"
Jacob merebut ponsel itu dengan cepat.
"Awas kau ya!" ancam Jacob pada adiknya.
Setelah berkata demikian Jacob langsung mematikan ponselnya itu dan melemparnya kesampingnya.
"Hei kembalikan ponselku!"
"Sssttt..."
Jacob langsung memegang kedua tangan Alice dan me**mat bibirnya kembali.