NovelToon NovelToon
When The Game Cross The World

When The Game Cross The World

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kebangkitan pecundang / Action / Harem / Mengubah Takdir
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: Girenda Dafa Putra

Dunia pernah mengenalnya sebagai Theo Vkytor—penulis jenius di balik Last Prayer, karya horor yang menembus batas antara keimanan dan kegilaan. Tapi sejak kemunculan Flo Viva Mythology, game yang terinspirasi dari warisan kelam ciptaannya, batas antara fiksi dan kenyataan mulai runtuh satu per satu. Langit kehilangan warna. Kota-kota membusuk dalam piksel. Dan huruf-huruf dari naskah Theo menari bebas, menyusun ulang dunia tanpa izin penciptanya.

Di ambang kehancuran digital itu, Theo berdiri di garis tak kasat mata antara manusia dan karakter, penulis dan ciptaan. Ia menyaksikan bagaimana realitas menulis ulang dirinya—menghapus napasnya, mengganti jantungnya dengan denyut kode yang hidup. Dunia game bukan lagi hiburan; ia telah menjadi kelanjutan dari doa yang tidak pernah berhenti.

Kini, ketika Flo Viva Mythology menelan dunia manusia, hanya satu pertanyaan yang tersisa.

Apakah Theo masih menulis kisahnya sendiri… ataukah ia hanya karakter di bab yang belum selesai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girenda Dafa Putra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Persen Kekacauan

...Chapter 24...

Setiap langkah yang diambil meninggalkan gema samar, seakan dunia ini menandai eksistensinya yang tersisa—satu persen dari segala yang pernah ia kenal kini menjadi saksi bisu bagi kekacauan yang disebabkan oleh penggabungan realita dan ciptaan Vostraith Legacy.

Di benaknya, semua informasi yang pernah ia dengar tentang perusahaan itu kembali muncul, segera terwujudkan dalam satu alur pikir begitu padat.

Bagaimana Vostraith Legacy, dengan segala kemewahan dan kecerdasan teknologinya, mampu mendorong batasan imajinasi manusia hingga menghidupkan sebagian kecil dunia Flo Viva Mythology ke dunia nyata.

Apa yang dulu ia anggap sebagai langkah promosi nan berlebihan kini berubah menjadi kenyataan paling mengerikan, karena dunia permainan itu tak lagi hanya digital dan terkontrol.

Batas antara diri, skenario, dan karakter-karakter yang seharusnya berada dalam layar kini melebur menjadi satu aliran keberadaan yang tidak bisa diabaikan.

Theo rasakan detak jantungnya berdentum cepat, namun di balik itu ada percikan kegembiraan tanpa bisa ia sembunyikan.

Sebagai penulis horor dengan pengalaman mengukir cerita gelap bernamakan Last Prayer, ia sadar bahwa ini adalah kejadian yang melebihi segala imajinasi dan eksperimen.

Dunia nan menyatu dengan ciptaannya bukan sekadar tantangan, tetapi juga peluang untuk menyaksikan skenario yang tak pernah bisa dirancang sebelumnya.

Kegelapan dan kekacauan yang menyelimuti kini adalah kanvas nan menunggu goresan tangan seorang pengamat sekaligus pelaku.

Dan sementara itu, Theo tetap berdiri, menatap dunia baru yang terbuka di hadapan, sadar bahwa meskipun sebagian besar realitasnya telah lenyap, ia masih memiliki kendali kecil, cukup untuk menjaga diri sendiri dan memulai langkah pertama menghadapi konsekuensi dari asimilasi dunia ini.

‘Jadi seperti inilah akhirnya, ya, aku mulai mengerti.'

Tsraaak!

Anda tidak sekadar menghentikanku, Cru.

Anda hanya sedang menjalankan hukum yang bahkan aku sendiri—sebagai seorang penulis, sebagai sisa dari kenyataan—sudah kehilangan hak untuk menolak.

Flo Viva Mythology kini telah mengarang dirinya sendiri.

Dan aku tidak lebih dari sebuah gangguan, variabel yang tidak pantas hadir lagi dalam kesempurnaan formula sistem.'

Huuuush!

‘Yang unik adalah, aku dulu percaya bahwa tidak ada jalan cerita yang benar-benar mulus.

Setiap narasi membutuhkan sedikit ketidakaturan untuk membuatnya hidup.

Namun tampaknya di dunia ini, ketidakaturan justru dianggap sebagai pelanggaran.

Sekarang kupahami apa yang Anda inginkan.

Kau akan menguduskan semua yang tak terduga, semua kesalahan, semua penyimpangan, dan menghapus siapapun yang berusaha mendekatinya—biarpun orang itu bernama Theo Vkytor.’

Theo berdiri menahan napas.

Tubuhnya masih terasa panas akibat benturan dan pergerakan sebelumnya, sementara pandangannya menatap sosok Cru yang mengambang di udara beberapa meter di hadapan.

Manifestasi Administrator itu tidak sekadar hadir sebagai pengawas pasif.

Setiap gerakannya, setiap aura nan terpancar, menegaskan bahwa ia adalah perwujudan dari hukum dan naskah Flo Viva Mythology, entitas yang tidak akan membiarkan seorang manusia—apalagi seorang pemain atau penulis—mengubah jalannya cerita sesuka hati.

Theo bisa rasakan tekanan halus namun menegangkan dari keberadaan Cru, bagai aliran energi nan menahan setiap niat, membungkus ruang di sekitarnya dengan kesadaran akan batasan mutlak.

Kenyataan itu membuat Theo sadar bahwa keinginannya untuk menghentikan pertarungan Erietta dan Aldraya bukan sekadar tindakan moral atau naluri ingin melindungi, melainkan sebuah pelanggaran terhadap aturan yang sudah tertulis dalam lapisan terdalam dunia itu.

Variabel-variabel yang sebelumnya ia kira bisa kendalikan kini dipelihara sebagai sesuatu nan sakral, sesuatu yang terlalu penting untuk diubah, dan kehadirannya sebagai penghalang justru menimbulkan getaran yang membalikkan energi di sekeliling.

Ruang di mana ia berdiri terasa menyempit, seolah setiap unsur dunia ini menolak keberadaannya sebagai pengganggu.

Dalam pikiran Theo, sebuah perhitungan cepat terjadi.

Ia tahu bahwa apa yang sedang ia hadapi bukan sekadar tantangan fisik atau pertarungan pedang, tetapi ujian dari sistem nan jauh lebih kompleks, di mana logika manusia hanyalah lapisan tipis yang bisa dilampaui oleh skenario permainan yang hidup.

Cru, dengan sikap dingin dan tatapan nan menembus setiap niat, menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk intervensi.

Alur yang telah berjalan harus dipertahankan, setiap kesalahan yang muncul akibat keinginannya sendiri akan mendapat konsekuensi sepadan.

Theo merasakan ketegangan itu merayapi tulang belakang, setiap detik menjadi pengingat bahwa dirinya hanyalah bagian kecil dalam mesin besar yang tak memihak.

Dan sementara ia memusatkan diri, menenangkan napas dan menyiapkan strategi baru, Theo hanya bisa berdiri, menunggu, sadar bahwa satu-satunya pilihan adalah menyesuaikan diri sementara ia mencari celah untuk bergerak di tengah kekangan sistem yang sakral.

‘Jadi seperti inilah pola pikir Administrator? Memandang setiap penyimpangan sebagai ancaman, setiap intervensi sebagai dosa? Lalu di mana letak logikanya?

Aku tidak berusaha merusak narasi, Cru.

Hanya mencoba menjaga keseimbangan—mencegah kehancuran menenggelamkan protagonis yang bahkan menjadi napas bagiku.

Bila Ilux jatuh, aku juga akan musnah bersamanya.

Tidakkah sistemmu dapat memahami alasan sesederhana itu?’

Ussssh!

‘Erietta dan Aldraya memang ditakdirkan untuk bertarung, itu benar.

Tetapi bukan sekarang, dan jika pertempuran keduanya menimbulkan efek yang melampaui batasan skenario, bukankah tanggung jawabku, sebagai pengamat yang berada di antara imajinasi dan realitas, untuk memastikan kisah tidak melahap penciptanya?

Hah, tapi apa gunanya berdebat dengan nalar di alam yang bahkan tak mengerti arti akal?

Pada akhirnya, kesalahan ini tetap berasal dariku.

Aku yang terlalu larut dengan Aldraya, aku yang mengaburkan batas dan mengubah arah cerita.

Sekarang, hukum yang kalian namai "sistem" menuntut penebusan.’

Uuuuuuhh!

‘Tetap saja, sangat menggelikan.

Semesta game yang tak punya sopan santun, memperlakukan penulis terkenal bagai kotoran dalam mesin algoritma.

Kutulis Last Prayer agar umat manusia paham kengerian yang mereka wujudkan—dan ironinya, kini aku terperangkap dalam doa terakhirku sendiri.

Sungguh, Flo Viva Mythology, kau bukan cuma semesta tanpa prinsip—karena kaulah harapan yang terwujud dengan bentuk terburuk nan bisa ada.'

Theo berdiri dengan bahu tegang.

Mata menatap ke arah arena pertarungan yang baru saja terbentuk, menyadari sepenuhnya bahwa dirinya kini terperangkap antara kehendak skenario dan tanggung jawab sebagai pengawas moral dari jalan cerita.

Baginya, dunia ini bukan sekadar permainan.

Ini adalah perpanjangan hidup, jiwa, dan karya yang ia ciptakan.

Setiap helai konflik memiliki konsekuensi yang nyata, meski bagi orang luar hanyalah angka dan grafik di layar.

Erietta dan Aldraya bukan lagi sekadar karakter.

Mereka adalah manifestasi dari alur yang harus berjalan lurus, namun juga ujian bagi Theo sendiri sebagai penulis yang menanggung hidup Ilux Rediona, tokoh utama yang menjadi pusat keseimbangan eksistensinya.

Pahitnya, setiap tindakan yang ia lakukan, bahkan niat sekecil memisahkan kedua gadis itu, kini menjadi pelanggaran terhadap sistem paling sakral.

Cru, atau manifestasi Administrasi yang menjaga integritas Flo Viva Mythology, hadir bukan untuk berdialog atau memberikan peringatan, melainkan sebagai pengingat bahwa dunia ini akan menegakkan hukumnya tanpa kompromi.

Tekanan itu begitu nyata, meresap ke dalam setiap serat tubuh Theo, memaksa otaknya menghitung ulang setiap langkah, setiap strategi—sekalipun ia tahu bahwa jeda sekecil apapun bisa merenggut nyawa atau mengubah nasib tokoh yang ia lindungi.

Dalam keheningan yang menegangkan, Theo mengangguk getir, menyadari ulahnya sendiri yang tanpa sengaja membuat Aldraya mendekat dan menimbulkan ketidaksesuaian dengan skenario.

Theo tahu, konsekuensi tidak berhenti pada dirinya sendiri.

Ilux akan merasakan setiap dampak, setiap kerusakan, dan setiap keuntungan yang ia raih tidak akan sepenuhnya dibagikan kepada sang tokoh utama.

Bersambung….

1
Asri Handaya
semangat berkarya ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!