Atas desakan ayahnya, Poppy Yun datang ke Macau untuk membahas pernikahannya dengan Andy Huo. Namun di perjalanan, ia tanpa sengaja menyelamatkan Leon Huo — gangster paling ditakuti sekaligus pemilik kasino terbesar di Macau.
Tanpa menyadari siapa pria itu, Poppy kembali bertemu dengannya saat mengunjungi keluarga tunangannya. Sejak saat itu, Leon bertekad menjadikan Poppy miliknya, meski harus memisahkannya dari Andy.
Namun saat rahasia kelam terungkap, Poppy memilih menjauh dan membenci Leon. Rahasia apa yang mampu memisahkan dua hati yang terikat tanpa sengaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Enam pria di belakangnya terus mengawasi Poppy, yang tampak tenggelam dalam lagunya.
"Aman, dia cuma gadis kecil manja," bisik salah satu pria, suaranya penuh meremehkan.
"Aku dengar Leon Huo akan menghadiri pertandingan biliar. Saat itulah waktu yang tepat untuk menghajarnya," sahut yang lain, matanya berkilat saat membayangkan rencana mereka.
"Senjata api dan tajam sudah siap. Kita bunuh diam-diam ... satu per satu, tak ada yang tahu," tambah rekan mereka, suaranya datar namun penuh ancaman.
"Kita ada mata-mata di sisinya. Jadi sangat mudah untuk kita melenyapkan dia. Lagi pula dia sudah lumpuh bertahun-tahun. Malam ini kapal ini akan menjadi tempat pemakamannya" mereka saling tersenyum seram.
Lalu salah seorang dari mereka melangkah maju, langkah pendek dan tenang menuju Poppy yang masih asyik menatap panel lantai lift. Tanpa banyak basa-basi ia meraih bagian kabel earphone yang menjuntai, hendak menariknya dari telinga Poppy untuk melihat reaksi.
Poppy terkejut ketika kabelnya tersentak. Ia menoleh pelan, wajahnya berubah dari asyik menjadi waspada dalam hitungan detik. Tatapan gadis itu tajam.
Pria itu segera menempelkan telinga ke kabel earphone, memastikan gadis itu benar-benar mendengarkan lagu dan tak mendengar pembicaraan mereka.
"Paman, apa orang tuamu tak pernah mengajarkan sopan santun? Walau paman suka dengan laguku, setidaknya minta izin dulu," sindir Poppy tajam, menatap pria itu tanpa ragu.
"Nona, maaf. Temanku cuma penasaran,bdia pencinta musik," sahut rekanannya cepat.
Poppy merebut kembali kabel earphone. Saat itu pintu lift terbuka.
"Lain kali jangan seperti ini lagi!" katanya sambil melangkah keluar, nada masih menyimpan sarkasme.
Enam pria itu terhenyak sejenak oleh ucapannya.
"Gadis kecil itu mengatakan kau tidak sopan," ejek salah satu rekannya.
"Aku hanya ingin memastikan apakah dia mendengar pembicaraan kita atau tidak," jawab pria yang tadi.
"Lalu hasilnya?" tanya yang lain.
"Dia lagi mendengar lagu Andy Lau," jawab pria itu, agak kesal tapi juga lega.
"Ternyata dia fans Andy Lau. Baik, kita lanjutkan rencana. Malam ini kita harus ekstra waspada!" perintah bos mereka, wajahnya kembali dingin.
Di sisi lain, Poppy melangkah ke toilet wanita dan menghubungi nomor yang dituju.
"Halo, Poppy. Ada apa?" suara seorang wanita terdengar di seberang telepon.
"Liza, siapa Leon Huo?" tanya Poppy pelan, suaranya berbisik.
"Leon Huo? Dia gangster paling ditakuti di Macau ... pemilik kasino terbesar di sana. Orang sana tidak berani menyebut namanya sembarangan. Mereka semua memanggilnya tuan Huo. Kenapa tiba-tiba tanya tentang dia?" Liza terdengar khawatir.
"Nyawaku hampir melayang kalau bukan karena aktingku. Ada enam pria yang ingin membunuh Leon Huo, menakutkan sekali," jawab Poppy.
"Hah… Poppy, kau harus jauhkan dirimu dari mereka. Ini urusan dunia bawah, kita tidak bisa terlibat. Lebih baik kau sembunyi di kamar. Kapalnya sudah berangkat?" Liza memperingatkan.
"Sudah. Aku tidak bisa tidur tenang. Aku telah mendengar semua pembicaraan mereka. Aku cuma takut kalau Leon Huo sampai tewas, kita semua bisa mati, kapal ini bisa jadi kuburanku, " jawab Poppy.
"Lalu, apa rencanamu? Kapal sudah berangkat, kau tak bisa turun lagi," tanya Liza khawatir.
"Dari pada aku diam saja, lebih baik aku ikut nonton pertandingan biliar. Siapa tahu bisa cari kesempatan untuk menemui Leon Huo," jawab Poppy dengan nada santai.
"Poppy Yun! Jangan sembarangan! Leon Huo bukan orang yang bisa didekati siapa pun. Bahkan wanita cantik pun sulit mendekatinya ... apalagi kau, cuma gadis kecil!" seru Liza panik.
"Usiaku sudah dua puluh dua, bukan anak kecil lagi. Sudahlah, aku ingin bersenang-senang sambil mengawasi mereka," kata Poppy, lalu memutus sambungan teleponnya.
Ia menggumam pelan, “Ada mata-mata di samping Leon Huo… dia lumpuh dan duduk di kursi roda. Berarti aku harus mencari pria yang duduk di kursi roda.”
***
Di sisi lain, ruang biliar di kapal mewah itu penuh dengan tamu dan peserta yang ikut bertanding. Sorakan dan tawa bercampur dengan dentingan bola biliar yang saling bertabrakan.
Di antara kerumunan penonton, tampak Leon Huo — duduk tenang di kursi roda, mengenakan kemeja hitam dan jas hitam. Tatapannya dingin, nyaris tanpa ekspresi. Di belakangnya, dua pria berjas hitam berdiri tegak, jelas para pengawal pribadinya. Aida Lu sebagai Dokter pribadi duduk di sampingnya.
Sementara itu, enam penjahat yang mengincarnya mengawasi dari kejauhan. Mereka berbaur di antara para tamu, berpura-pura menikmati suasana pertandingan sambil menunggu waktu yang tepat.
"Target di depan mata," bisik salah satu dari mereka.
"Tunggu aba-aba dari bos. Satu gerakan salah, kita semua bisa mati," jawab yang lain pelan.
Leon Huo masih duduk dengan tenang, jarinya mengetuk perlahan pegangan kursi rodanya. Wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun kekhawatiran — seolah ia sudah tahu akan ada yang datang untuknya malam itu.
Poppy berdiri di antara kerumunan penonton yang memenuhi ruang biliar. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan, mencari sosok pria yang duduk di kursi roda seperti yang disebut Liza. Tak lama kemudian, pandangannya tertumbuk pada kursi roda hitam elegan di baris depan.
Namun, dua pria bertubuh besar berdiri di sisi kanan dan kiri kursi itu, menutupi pandangan siapa pun yang ingin melihat pemiliknya.
"Dia pasti Leon Huo… tapi aku tak bisa lihat wajahnya," gumam Poppy pelan, berusaha melongok di antara bahu orang-orang di depannya.
Sementara di meja sampingnya, terdapat tumpukan camilan dan buah segar. Tanpa ragu, Poppy mengambil sebuah apel merah, menggigitnya dengan santai, matanya tetap terpaku ke arah permainan biliar yang sedang berlangsung di tengah ruangan.
Dentuman bola biliar terdengar nyaring, membuat suasana semakin tegang. Semua mata tertuju pada meja permainan—kecuali Poppy, yang diam-diam memperhatikan setiap gerak tubuh para pengawal Leon Huo.
“Bagaimana caranya mendekatinya? Pengawalnya banyak sekali,” gumamnya pelan, menggigit apel lagi sambil berpikir keras.