Semua orang mengira Zayan adalah anak tunggal. Namun nyatanya dia punya saudara kembar bernama Zidan. Saudara yang sengaja disembunyikan dari dunia karena dirinya berbeda.
Sampai suatu hari Zidan mendadak disuruh menjadi pewaris dan menggantikan posisi Zayan!
Perang antar saudara lantas dimulai. Hingga kesepakatan antar Zidan dan Zayan muncul ketika sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka. Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24 - Kegelisahan Zoya
Sejak makan siang di rumah keluarga Nugroho tempo hari, wajah itu terus menghantui pikiran Zoya. Wajah yang nyaris identik dengan Zayan, tapi lebih lembut, lebih tenang. Semua orang memanggilnya Zidan.
Malam itu, Zoya duduk di kamarnya, memandangi layar ponsel. Ia mencari nama Zidan Nugroho di internet, tapi hasilnya nihil. Tak ada satu pun foto, berita, atau catatan tentangnya.
“Orang setampan itu nggak mungkin nggak punya jejak digital,” gumam Zoya resah. “Siapa sebenarnya dia?”
Rasa penasarannya terus tumbuh, apalagi setelah melihat reaksi Leony dan Zayan waktu makan siang. Wajah mereka jelas terkejut dan tak nyaman. Seolah kedatangan Zidan mengubah sesuatu yang besar di rumah itu.
Dan benar saja, sejak kehadiran Zidan, rencana Zoya terasa goyah. Rencana yang ia susun dengan hati-hati, berpura-pura hamil agar Zayan menikahinya demi tanggung jawab. Sekarang semuanya terasa rapuh.
“Kalau Zidan benar-benar diterima jadi bagian keluarga, posisi Zayan bisa terancam,” gumamnya cemas. “Kalau Zayan jatuh, aku ikut jatuh…”
Pagi harinya, Zoya berangkat ke sebuah kafe kecil. Ia janjian dengan Tari, mantan karyawan rumah keluarga Nugroho yang kini bekerja di sana. Tari dikenal suka bergosip tentang keluarga besar itu.
Setelah basa-basi sebentar, Zoya langsung menembak, “Kamu tahu soal anak Pak Jefri yang namanya Zidan?”
Tari sempat kaget, lalu menatap sekeliling sebelum menjawab dengan nada pelan. “Zidan? Kau tahu juga, ya? Nggak banyak orang yang tahu soal dia. Katanya… dia itu saudara kembarnya Zayan.”
Zoya hampir menjatuhkan sendoknya. “Kembar?!”
Tari mengangguk. “Iya. Tapi sejak bayi, Zidan disembunyikan. Katanya terlahir dengan cacat di tangan kirinya. Orang-orang bilang, Bu Leony nggak mau orang luar tahu kalau dia punya anak cacat. Jadi Zidan dibesarkan diam-diam, jauh dari keluarga besar.”
Zoya terpaku. Ia tak tahu harus merasa kasihan atau justru takut.
“Jadi selama ini, Zidan hidup sendirian?”
“Kayaknya iya,” jawab Tari. “Tapi beberapa bulan lalu aku dengar kabar, Pak Jefri nyari dia. Katanya mau bawa pulang. Mungkin sekarang anak itu sudah ‘disembuhkan’.” Tari mengangkat bahu. “Kudengar tangannya sudah normal. Mungkin operasi di luar negeri.”
Zoya menelan ludah. Potongan-potongan cerita itu membuatnya menggigil. Jadi benar, Zidan bukan orang asing, dia darah daging keluarga Nugroho, saudara kembar dari pria yang kini ingin ia jadikan suami.
Jika Zidan kembali dan Jefri lebih menyayanginya, maka Zayan bisa tersingkir. Dan kalau itu terjadi, rencana pernikahan pura-puranya akan gagal total.
Zoya menggenggam cangkir kopi erat-erat. “Tidak. Aku nggak boleh kalah. Aku sudah sejauh ini.”
Namun malam itu, ketika ia baru saja menyusun strategi baru, ponselnya berdering. Nama Zayan muncul di layar.
“Zayan?” suaranya terdengar ragu.
“Aku mau ketemu,” jawab suara di seberang. Tenang, tapi berat. “Sekarang. Aku jemput.”
Nada suaranya membuat Zoya berhenti bernapas sejenak. Zayan biasanya ketus, bahkan kasar. Tapi kali ini ada nada berbeda, dingin tapi tulus.
Beberapa menit kemudian, mobil Zayan berhenti di depan rumahnya. Tanpa banyak bicara, Zoya masuk. Wajah Zayan tampak letih tapi damai.
“Zayan, ada apa?” tanya Zoya hati-hati.
Zayan menatap lurus ke depan, lalu berkata pelan, “Aku minta maaf atas semuanya. Dan aku sadar… aku sudah banyak salah.”
Zoya menggigit bibirnya. “Salah? Maksudmu?”
Zayan menghela napas panjang. “Aku terlalu sibuk membenci keadaan sampai lupa tanggung jawabku. Aku juga tahu papah sedang kecewa padaku sejak Zidan kembali. Tapi aku nggak mau kehilangan semuanya. Terutama kamu.”
Zoya terdiam. Ini pertama kalinya Zayan bicara seperti itu, bukan dengan nada sinis, tapi tulus.
“Aku ingin memperbaiki semuanya,” lanjut Zayan. “Aku mau kita menikah. Segera.”
Zoya mematung. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong.
“Kau… serius?”
“Ya. Aku sudah bicara dengan Mama. Kami akan mengatur semuanya minggu depan.” Tatapan Zayan lembut tapi menyimpan kegelisahan. “Aku ingin papah tahu aku masih bisa bertanggung jawab.”
Zoya tersenyum. Dia merasa puas rencananya berjalan lancar, namun di sisi lain sedikit gelisah karena kehadiran saudara kembar Zayan, yaitu Zidan. Namun ia tak bisa menolak. Ia hanya mengangguk pelan, pura-pura bahagia, sementara pikirannya berputar hebat.
“Baik, Zayan. Aku siap.”
Cinta yang sehat dapat membantu seseorang merasa lebih bahagia dan lebih sehat secara keseluruhan.
Ketika seseorang merasa dicintai dan mencintai, tubuh dan pikirannya akan bekerja lebih baik untuk mendukung kesejahteraan secara menyeluruh...🤨☺️
Ketika seseorang mencintaimu sepenuh hati, itu memberimu rasa aman dan penerimaan yang membantumu menjadi versi terbaik dirimu. Mengetahui bahwa seseorang mendukungmu, bahwa kamu dihargai dan disayangi apa adanya, memberimu rasa stabilitas.
Kamu merasa lebih kuat karena seseorang percaya padamu, terkadang bahkan ketika kamu berjuang untuk percaya pada diri sendiri...🥰💪
Konsep ini menyatakan bahwa setiap tindakan (baik atau buruk) memiliki konsekuensi yang akan kembali kepada pelakunya, baik di kehidupan ini maupun di kehidupan selanjutnya.
Jika kamu melakukan hal baik, maka efeknya pun baik, begitu pula sebaliknya.
Dalam konteks modern, karma juga dapat dipahami sebagai prinsip tanggung jawab pribadi dan kesadaran atas tindakan kita.
Karma berlaku bagi siapapun yang melakukan hal buruk.
Jangan pernah berbuat hal buruk sekecil apapun dan dalam kondisi apapun.
Karena hal itu akan membawa sesuatu yang buruk pula ke dalam hidupmu, atau bahkan bisa terbalas dengan keburukan yang lebih besar...😭