Seorang gadis cantik berumur 18 tahun bernama Adiva Arsyila Savina, tengah ikut balap liar di sebuah sirkuit karena sebuah taruhan.
"Kamu pasti kalah dan bersiaplah mendesah di bawah kungkunganku, Adiva." Teriak Bagas Dewantara, semakin terobsesi.
"Sampai mati pun, aku tidak mau kamu jadikan pelampiasan nafsumu."
"Aahhh...."
Tiba-tiba roda ban motor sport milik almarhum orang tua Adiva tergelincir. Sialnya rem blong membuat motor hilang kendali.
Motor Adiva menabrak pembatas jalan kemudian terseret beberapa meter hingga akhirnya jatuh ke dalam jurang.
Bruukkk...
Duarrr...
Kepulan asap membumbung ke langit, membuat sesak nafas.
"Aduh... Sialan dadaku sakit." Ucap Adiva merasakan nafasnya tersenggal-senggal.
Braakkk...
Pintu kamar terbuka kasar, seorang pria berwajah dingin muncul. Tanpa kata menggendong tubuh Adiva.
"Sudahi dramamu, jangan bertingkah yang akan membahayakan bayi dalam kandunganmu Adiva Sabiya. " Ucap Arsenio Davidson.
"Aku, kok tiba-tiba hamil?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adiba VS Abimana
Di dalam kamar super mewah, seorang wanita hamil sedang melempar bantal, guling ke atas sofa.
"Mana mau aku tidur dengannya. Manusia muka datar yang nyebelin. Tampan sih, tapi sakit jiwa." Oceh Adiba tanpa tahu jika orang yang sedang dibicarakan mendengarnya.
"Kamar ini punyaku, jika tidak mau seranjang ya sudah keluar."
"Oh... Baiklah aku akan keluar. Lagian siapa yang suruh aku masuk ke sini tadi? Kamu sendiri yang tunjukin kamar ini." Ucap Adiba menatap sengit Abimana.
Adiba keluar dengan langkah yang nyaris tidak seperti wanita hamil. Bergerak cepat, seperti setengah berlari. Dan hal itu sontak membuat Abimana reflek berteriak sangat kencang.
"ADIBA... BERHENTI KAMU." Suara menggelegar Abimana terdengar hingga lantai bawah. Di mana ketiga orang tua masih duduk sambil minum kopi.
"Ada apa dengan Adiba, kenapa Abimana berteriak heboh seperti itu?" Tanya Nyonya Maura terlihat panik.
"Ayo kita lihat ke atas." Ucap Tuan Bima ikutan panik.
Tapi saat mereka baru beranjak.
"ADIBA..."
"Astaga sayang..."
Suara 4 orang berteriak histeris kala Adiba menuruni tangga dengan cara berlari.
Begitu sampai di tangga terakhir, Adiba menatap bingung semua orang.
"Kalian ini kenapa sama saja, maaf aku merasa tidak nyaman tinggal bersama orang seperti kalian." Ucap Adiba yang entah mengapa menjadi risih serta merasakan kesal.
Dengan kasar, Adiba mendaratkan pantatnya di atas sofa ruang tamu. Lalu bersedekap sambil menatap tajam.
"Apakah bisa aku pindah rumah? Aku tidak mau tinggal bersamanya. Apalagi satu kamar dengan orang gila macam Abimana." Ucap Adiba.
"Abimana? Tanpa Mas?" Heran Mertuanya.
"Iya, karena aku tidak suka memanggil sebutan yang sudah pasaran."
"Lagian kenapa kalian masih di sini? Di saat aku butuh, kalian pergi tidak peduli padaku. Tapi saat aku sudah sehat, kalian berkumpul seolah bagaikan keluarga yang mengkhawatirkan keadaanku. Basi tau." Ucap Adiba kesal, entah mengapa mood dia hari ini jungkir balik. Kalau dibilang karena kehamilan, kan yang hamil bukan dia.
"Adiba ada apa sebenarnya. Kenapa kamu berubah total seperti itu. Bagaimana pun Abimana adalah suamimu. Umurnya juga lebih tua darimu, kenapa sekarang kamu seolah tidak sopan terhadapnya?" Tanya Nyonya Maura.
"Huff... Karena Jalang tadi pagi juga panggil dia Mas kan? Ogah banget aku nyamain dia. Lagian punya istri pelihara Jalang."
Abimana menghela nafas dengan kasar.
'Jadi ini perkara Adiba cemburu.' Pikir Abimana tersenyum sangat tipis, saking tipisnya sampai tidak terlihat.
"Aku tidak mau lagi tinggal di rumah bekas pakai Jalang. Rumahnya sih mewah, tapi penuh racun. Lebih baik aku tinggal di kuburan kamboja jika begitu." Ucap Adiba dengan mata nyalang.
"Kuburan Kamboja?" Tanya Abimana heran.
Adiba tersadar, tidak mungkin dia bicara tentang dimensi lain sekarang. Mereka semua tidak akan percaya. Jadi sebaiknya dia harus menunggu pemilik tubuh datang memberi ingatan.
"Sudahlah, intinya aku tidak mau tidur bersamanya apalagi satu kamar. Lebih baik aku tidur bersama Liona di kamarnya." Ucap Adiba.
Dengan langkah serampangan, Adiba menuju kamar yang diduga milik Liona. Bayi mungil nan cantik itu pasti senang melihat kedatangannya kembali.
Tapi saat baru berada di depan pintu kamar, samar Adiba mendengar suara seperti sedang berbicara.
"Nyonya tenang saja, saya akan lakukan tugas ini dengan baik." Seorang baby sitter sedang menelepon.
Braakkk...
"Tugas apa?" Tanya Adiba merebut paksa ponsel milik baby sitter yang balas menatap nyalang.
"Kembalikan ponsel milikku, Adiba." Ucap wanita berseragam baby sitter itu dengan tidak sopan pada Adiba.
"Lusiana, jadi itu nama kamu? Memanggilku tanpa embel-embel Nyonya? Hebat sekali baby sitter ini." Ucap Adiba kemudian melempar ponselnya.
Prannggg...
Ponsel merek sejuta umat itu jatuh bekeping-keping di lantai dasar tepat di tengah ruang tamu yang mana semua orang masih berkumpul di sana.
"Apa yang kamu lakukan, Adiba."
PLAK
PLAK
"Berani sekali kamu berteriak di hadapanku. Pembantu rendahan." Ucap Adiba menatap tajam pada Lusiana yang sudah mulai berakting.
"Tuan Abimana, saya tidak bersalah. Nyonya masih saja cemburu tidak jelas pada saya seperti biasanya." Ucap Lusiana saat tahu banyak orang sudah mulai naik tangga.
"ADIBA... Apa yang kamu lakukan? Kamu terus saja membully Lusiana." Ucap Abimana lebih mendengarkan aduan dari seorang baby sitter rendahan.
"Waahhh... Ternyata dia gundikmu juga."
Omongan Adiba sontak membuat Abimana naik pitam, pria itu baru mau mendekat pada tubuh Adiba dan mungkin akan mencengkeram lengannya seperti biasa yang dia lakukan.
Tapi,
Bruukkk...
Adiba lebih dulu menendang perut Abimana dengan sangat keras, sampai tubuh pria itu terpental menabrak pagar pembatas lantai. Semua orang melongo menatap Adiba.
Terutama kedua orang tua Adiba, sejak kapan putri mereka pandai bela diri. Setahunya Adiba hanya sibuk belajar supaya jadi dosen. Dan tidak pernah terlihat berlatih bela diri seperti saat ini. Gerakan Adiba jelas sekali menandakan jika dia bukan sekedar menendang. Tapi mempunyai teknik yang tepat, hingga mampu merobohkan seorang pria.
"Pecat baby sitter ini sekarang juga, atau kamu yang aku pecat jadi suamiku." Ucap Adiba.
"Aku tidak ingat, kamu dan Lusiana bertemu di mana sebelumnya. Yang jelas dia sedang menelpon orang lain yang dia panggil Nyonya dan mengatakan jika akan menjalankan rencana mereka dengan baik. Dan memanggilku tanpa kata Nyonya."
"CEO Arogan tapi bodoh sepertimu, tidak layak menjadi suamiku." Ucapnya.
Adiba maju masuk kamar Liona, kemudian menggendong bayi cantik itu. Dan saat dia mengangkatnya, tidak sengaja melihat paha bayi itu membiru seperti habis kena cubit.
"Kamu yang mencubit paha Liona?" Tanya Adiba dengan tatapan tajam, semua orang tersentak kaget mendengarnya.
Buukkk...
Adiba melayangkan bogem mentah ke rahang Lusiana sampai terdengar suara tulang yang bergeser dan gigi yang tanggal satu persatu.
"Jika niatmu kerja ingin mencelakai anak majikan, lebih baik mundur. Karena mulai hari ini, kamu berhadapan denganku." Ucap datar Adiba.
"Jadi selama aku koma, kamu mempercayakan Liona pada monster ini?"
Ucap Adiba sambil menunjukkan bekas cubitan yang berwarna biru keunguan.
"Semua itu fitnah Tuan Abimana." Ucap Lusiana masih membela diri.
"Fitnah? Baiklah sepertinya kamu tidak ada takut-takutnya." Ucap Adiba. Satu tangan kirinya menggendong Liona, tangan satunya lagi menjambak Lusiana. Dan tanpa ampun, Adiba menendang kuat rahang Lusiana dengan kakinya.
"Akibat memelihara Jalang, pembantu pun bertingkah seperti Jalang." Ucap Adiba, kemudian menuruni tangga menuju belakang.
Sedangkan Lusiana sudah jatuh pingsan, sementara ketiga orang tua terpaku. Mereka tidak percaya dengan apa yang barusan saja mereka lihat. Adiba yang lemah lembut, berubah beringas dan mempunyai tenaga kuat, seolah memukul adalah hal biasa.
"Abimana, jika benar baby sitter kesayanganmu telah menyakiti cucu Papa. Maka hukum akan berlaku untuknya, tidak ada toleransi sedikit pun. Periksa semua rekaman cctv rumah, jika cctv banyak yang rusak atau mati di waktu tertentu. Fix kamu patut curiga terhadapnya. Hari ini juga, Papa akan bawa Liona ke Rumah Sakit."
"Papa akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, serta meminta surat keterangan visum. Kamu terlalu percaya dengan mantan ibu mertuamu, yang belum tentu dia punya tujuan baik untukmu. Background pernikahannya dengan Tuan Hendra yang secepat kilat setelah Nyonya Amara meninggal dunia, dari sana Papa tidak respek dengan mereka." Ucap tegas Tuan Bima Nugraha.
Demi kemanusiaan, Lusiana pun dibawa ke Rumah Sakit oleh Abimana. Dan karena pria itu menggendong Lusiana, membuat Adiba dilanda cemburu.
"Wah... Wah... Wah... Segitu perhatiannya dengan baby sitter kesangannya ya. Setelah ini pasti ada adegan ranjang." Ucap Adiba tanpa filter.
"Adiba... Mulutnya." Ucap Nyonya Maura memberi peringatan pada putri tunggalnya.
"Lah iya kan Bu, selama sebulan aku koma mereka sudah tinggal satu atap bersama Jalang satunya lagi. Kan aku gak tahu, apa yang mereka lakukan. Aku saja yang tidak dicintai bisa dihamili, apalagi mereka berdua yang nyosor mulu kayak soang. Asik... Asik... Mumpung istri sekarat, pasti berharap tidak bangun sekalian."
"Adiba, bisa diam atau aku cium bibir tipismu di depan mereka semua." Ucap pelan Abimana.
"Cium... Cium aja kalau berani." Ucap enteng Adiba percaya diri.
Abimana meletakkan Lusiana di lantai, kemudian menahan kuat tengkuk Adiba. Abimana melahap habis bibir tipis Adiba yang terus saja mengoceh. Adiba meronta ingin melepaskan diri.
Tapi, tenaga Abimana kali ini lebih kuat padahal perutnya sakit. Abimana benar-benar tidak ingin melepaskan ciuman bersama istrinya ini. Yang entah mengapa terasa bagaikan ciuman pertama yang begitu berkesan.
Adiba melotot, tangannya memukul- mukul dada bidang Abimana supaya bisa terlepas dari rengkuhannya di tubuhnya. Karena susah, akhirnya kaki bekerja.
Duukkk...
Lutut Adiba menghantam kuat sesuatu yang berdiri malu-malu mengintip di balik celana Abimana.
"Aahhh..." Ciuman itu terlepas, dan tangan Abimana reflek memegang sesuatu yang terasa ngilu tidak karuan.
"Kamu gila, Adiba. Bagaimana dengan masa depanku jika dia terluka." Teriak Abimana menahan rasa sakit.
"Dan aku akan sangat bahagia."
Hahaha...
"Pria tampan tanpa burung, bukankah itu pencapaian yang indah. Daripada kamu terus mesum dan bisa saja ciumanmu itu membunuhku." Ucap Adiba melanjutkan langkah kakinya menuju mobil kedua orang tuanya. Memangku Liona dengan penuh cinta. Padahal jiwa Adiva di tubuh Adiba tidak mengenal siapa Liona. Tapi Liona sudah menarik perhatiannya.
"Adiba sialan, astaga rasanya kedua telorku mau pecah." Gumam Abimana.
Akhirnya Abimana meminta sopir untuk menggendong Lusiana dan membawanya ke dalam mobil, sedangkan dia harus tertatih-tatih berjalan menuju mobilnya.
"Papa saja yang mengemudikan mobilnya." Ucap Abimana memasuki pintu penumpang.
"Makanya, jangan nyosor kalau tidak cinta. Itu namanya kamu munafik."
"Entahlah Pa, aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Dulu aku dadaku tidak berdebar, tapi kini menatap saja milikku langsung bangun." Ucap Abimana jujur.
"Jika cinta, jujur katakan cinta. Jangan agungkan gengsi dan ego. Jangan sampai kamu kehilangan istri untuk kedua kalinya, itu akan sangat menyakitkan." Nasihat Tuan Bima.
masih jadi misteri untuk kedepan nya..tapi kebaikan selalu menang melawan kejahatan..kan Thor...👍👍