Langit senja berwarna jingga keemasan, perlahan memudar menjadi ungu lembut. Burung-burung kembali ke sarang, sementara kabut tipis turun dari gunung di kejauhan, menyelimuti desa kecil bernama Qinghe. Di ujung jalan berdebu, seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun berjalan tertatih, memanggul seikat kayu bakar yang nyaris dua kali lebih besar dari tubuhnya.
Bajunya lusuh penuh tambalan, rambut hitamnya kusut, dan wajahnya dipenuhi keringat. Namun, di balik penampilan sederhananya, sepasang mata hitam berkilau seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar daripada tubuh kurusnya.
“Xiao Feng! Jangan lamban, nanti api dapur padam!” teriak seorang wanita tua dari rumah reyot di pinggir desa. Suaranya serak tapi penuh kasih. Dialah Nenek Lan, satu-satunya keluarga yang tersisa bagi bocah itu.
Xiao Feng menyeringai meski peluh bercucuran.
“Ya, Nenek! Sedikit lagi! Kayu ini lebih keras kepala dari banteng gunung, tapi aku akan menaklukkannya!”
Nenek Lan hanya mendengus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 – Warisan Pertama Naga Emas
Udara di puncak Gunung Hitam masih dipenuhi aroma terbakar, sisa dari petir surgawi yang baru saja reda. Asap mengepul dari batu-batu altar, retakan hitam menyebar ke segala arah.
Di tengahnya, Xiao Feng berdiri dengan tubuh penuh luka, pakaian robek, darah menetes dari bibirnya. Namun matanya berkilau emas, aura naga menyelimuti tubuhnya. Bayangan naga raksasa perlahan memudar di belakangnya, meninggalkan keheningan sakral.
Ling’er masih memeluknya erat, tubuhnya gemetar karena ketakutan. “Aku sungguh takut… aku kira kau akan mati, Feng. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan kalau kehilanganmu.”
Xiao Feng mengangkat tangannya, meski gemetar, lalu membelai pipinya lembut. “Aku sudah bilang, Ling’er… selama aku masih bernafas, aku tidak akan meninggalkanmu. Kau adalah alasan aku bertahan melawan petir tadi.”
Air mata Ling’er jatuh lagi, tapi kali ini bersama senyum tipis. “Dasar bodoh… aku benci sekaligus kagum padamu.”
Tiba-tiba, altar hitam yang retak memancarkan cahaya emas. Pilar-pilar naga di sekelilingnya mulai bergetar, lalu simbol naga kuno menyala.
Xiao Feng merasakan cincin naga di jarinya bergetar keras. Suara berat bergema di kepalanya.
“Pewarisku… kau telah melewati tribulasi pertama. Maka kau berhak menerima bagian pertama dari warisan naga emas.”
Cahaya emas turun dari langit, membentuk pusaran yang menyelimuti tubuh Xiao Feng. Ling’er terpaksa mundur beberapa langkah karena tekanan aura yang begitu besar.
Xiao Feng merasa tubuhnya melayang, jiwanya ditarik ke dalam ruang gelap emas.
Ia membuka mata, mendapati dirinya berdiri di samudra emas yang tak berujung. Awan naga berputar di langit, dan di hadapannya muncul sosok naga emas raksasa. Matanya seperti dua matahari, tatapannya penuh wibawa.
“Ini…” Xiao Feng berbisik kagum.
Naga itu menunduk, suaranya menggetarkan dunia. “Aku adalah sisa jiwa Naga Emas Tertinggi. Aku telah menunggu pewaris yang berani menantang langit. Kau, manusia, telah menanggung petir dan bertahan. Maka aku akan memberimu warisan pertama.”
Naga itu membuka mulutnya, dan cahaya emas masuk ke dalam tubuh Xiao Feng. Seketika, aliran informasi meluap ke kepalanya, memenuhi pikirannya dengan pengetahuan kuno.
Xiao Feng merasakan seakan ribuan kata kuno terukir di dalam jiwanya. Nama teknik itu bergema jelas:
“Tulang Naga Emas” Seni memperkuat tubuh dengan esensi naga, menjadikan tulang sekeras baja ilahi.
“Raungan Naga Pemecah Langit” Jurus suara naga, serangan spiritual yang bisa mengguncang jiwa lawan.
“Langkah Naga Melintasi Awan” Gerakan cepat, membuat tubuhnya seperti naga yang terbang menembus awan, sulit ditangkap.
Xiao Feng terhuyung karena derasnya informasi, namun naga itu menatapnya dalam.
“Ingat, warisan hanyalah pintu. Jalan sejati adalah pelatihanmu sendiri. Jangan sombong hanya karena kau menerima kekuatanku.”
Xiao Feng berlutut, menunduk dalam-dalam. “Terima kasih, senior naga. Aku bersumpah akan menggunakan kekuatan ini bukan hanya untuk diriku, tapi untuk melindungi mereka yang berharga bagiku.”
Naga itu menatapnya, lalu menghilang menjadi cahaya emas yang menyatu ke dalam tubuhnya.
Xiao Feng membuka mata. Ia masih berdiri di altar, tubuhnya kini diselimuti cahaya emas lembut. Luka-lukanya sebagian besar sembuh, dan kekuatannya meningkat pesat.
Ling’er menatapnya dengan mata membesar. “Feng… aura tubuhmu berubah. Rasanya… jauh lebih kuat dari sebelumnya.”
Xiao Feng tersenyum tipis. “Aku telah menerima warisan pertama naga emas. Sekarang aku punya jurus dan seni baru.”
Ling’er mendekat, matanya berkilau dengan kekaguman. “Aku tahu kau luar biasa, tapi setiap kali aku melihatmu melangkah maju, aku tetap terkejut.”
Xiao Feng menatapnya dalam, lalu menggenggam tangannya. “Tapi jangan lupa, aku tidak akan sampai sejauh ini tanpa kau di sisiku. Kau yang membuatku bertahan.”
Pipi Ling’er merona, ia menunduk malu, tapi genggamannya semakin erat.
Dari tengah altar, muncul sebuah kristal emas berkilau sebesar kepalan tangan. Xiao Feng mengambilnya, merasakan energi murni di dalamnya.
“Ini adalah Kristal Darah Naga,” katanya pelan. “Dengan ini, aku bisa memperkuat darah nagaku lebih jauh, bahkan mungkin membuka teknik yang lebih dalam.”
Ling’er kagum. “Apakah itu berarti kau semakin dekat menuju puncak?”
Xiao Feng tersenyum samar. “Perjalanan masih panjang. Ini baru permulaan.”
Namun, sebelum mereka sempat beristirahat, kabut hitam tebal mulai menyelimuti puncak gunung. Suara tawa seram terdengar dari kejauhan, bergema di udara.
“Hahaha… jadi ini pewaris naga yang disebut-sebut? Menarik… sangat menarik…”
Xiao Feng langsung memasang kuda-kuda, tombaknya siap. “Siapa kau?!”
Dari balik kabut, muncul sosok berjubah hitam, wajahnya tertutup topeng. Aura dingin dan kejam menyelimuti tubuhnya.
“Aku hanyalah pengamat… tapi mulai hari ini, kau bukan lagi hanya buruan sekte kecil. Kau sudah menginjak jalur para dewa. Maka, seluruh dunia akan menentangmu.”
Ling’er merapat ke sisi Xiao Feng, matanya penuh ketegangan. “Feng…”
Xiao Feng menatap sosok itu dengan dingin. “Kalau dunia ingin menentangku… maka aku akan menentang dunia.”
Sosok berjubah hitam itu hanya tertawa, lalu kabut menghilang bersama dirinya.
Xiao Feng mengepalkan tombaknya erat. Ia tahu, jalan ke depan tidak akan mudah. Tapi dengan warisan naga di tangannya, ia siap menantang siapa pun—bahkan langit sekalipun.