NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Reinkarnasi / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:23.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.

Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?

"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.

"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Baper?

Darrel akhirnya melepaskan cengkeramannya pada Noura dengan kasar, membuat wanita itu hampir terjatuh ke belakang.

Mata pria itu menyala penuh amarah dan Darrel memakai masker tebal yang menutupi wajahnya.

“Kenapa kamu merusak isi dokumenku?!” Darrel berteriak, suaranya menggema di gang sempit.

Noura menelan ludah, ketakutan. Tapi di saat yang sama, otaknya bekerja cepat.

Jika ia terlihat terlalu lemah, Darrel akan semakin menindasnya. Jika ia terlalu melawan, itu bisa berakhir lebih buruk.

Jadi, Noura memilih untuk akting.

Dengan mata berkaca-kaca, Noura menggigit bibirnya, berpura-pura gemetar.

Noura mendekat, tangannya meraih lengan Darrel dengan lembut, suaranya bergetar seolah-olah benar-benar menyesal.

“Maaf... sayang... aku benar-benar nggak tau kalau itu salah...” Bisiknya lirih.

Mata Darrel menyipit, terlihat tidak sepenuhnya percaya. "Kok kamu nggak tau? Padahal kamu dulu pinter banget tck, nggak guna banget."

“Tapi... sekarang aku akan membantu John sebagai sekretaris ayahmu,” lanjut Noura dengan suara meyakinkan. “Aku bisa mencari informasi disana...”

Dahi Darrel berkerut, ia menatapnya curiga. Lalu, tiba-tiba—ia mendorong Noura ke dinding.

“Apa kamu yakin bisa?” Tanyanya dengan nada mencemooh.

Noura mengepalkan tangan, berusaha menahan dorongan itu. 'Astaga aku ingin sekali memukulnya. Tapi kekuatanku belum cukup' Batinnya gusar.

Noura menarik nafas dalam, menatap Darrel dengan mata setenang mungkin. “Ya, sayang.. akan kuusahakan.”

Darrel memperhatikan ekspresinya sejenak, lalu terkekeh rendah. “Bagus. Aku akan menunggu kabar baik darimu.”

Pria itu mendekat ke telinganya, suaranya berbisik dingin. “Tapi kalau kamu mempermainkanku lagi, aku akan menghabisi—”

"NOURA!!"

Teriakan keras itu menggema, memenuhi gang sempit. Darrel menegang. Matanya melebar saat mengenali suara itu.

Tidak salah lagi itu suara Zayn.

"Sial." Pria itu mengumpat rendah sebelum mundur dengan cepat. "Aku harus pergi," desisnya, lalu berbalik dan menghilang di balik bayangan sebelum Zayn bisa menangkapnya.

Noura masih berdiri terpaku, tubuhnya sedikit lemas karena ketegangan tadi. Tapi sebelum ia bisa benar-benar sadar—

"Noura!!"

Zayn sudah tiba di depannya, nafasnya berat, sorot matanya penuh kecemasan.

"Kamu baik-baik saja?!"

Noura mencoba mengangguk, tapi sebelum ia bisa menjawab, Zayn sudah mendekat, meraih wajahnya dan memeriksanya dengan cermat.

Lalu, tanpa peringatan, Zayn menarik Noura ke dalam pelukan erat.

Kehangatan tubuh pria itu langsung menyelimuti Noura. Untuk pertama kalinya sejak insiden tadi, ia merasa aman.

Tangannya secara refleks naik, memegang punggung Zayn, merasakan otot-ototnya yang tegang.

Noura tidak tau banyak tentang pria ini. Mungkin dia juga mengerikan tapi, satu hal yang pasti, Zayn selalu memberinya kehangatan.

"Bagaimana kamu bisa menemukanku, Daddy?" Suara Noura terdengar serak saat ia sedikit menjauh dari pelukan Zayn, menatap wajah pria itu dengan kebingungan.

Zayn menatapnya tajam, nafasnya masih sedikit memburu. "Saat aku naik mobil di belakangmu, aku melihatmu ditarik dari kejauhan." Rahangnya mengeras. "Siapa dia?"

Noura mengerjap sejenak, merasakan denyut ketakutan di dadanya. Tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang lain juga—rasa aman yang perlahan menyusup dalam dirinya saat berada di dekat Zayn.

Noura menunduk, membiarkan ekspresinya tampak sedikit lemah, seolah masih terpengaruh kejadian tadi.

"Darrel..." Gumamnya pelan.

Nama itu seketika menusuk udara di antara mereka.

Zayn membeku. Otot-otot di rahangnya menegang, dan dalam hitungan detik, tangannya yang berada di samping mengepal kuat.

"Anak sialan itu tidak ada kapok-kapoknya..." Suaranya dalam, penuh amarah yang ditahan.

Noura tau bahwa Zayn—entah bagaimana—selalu menjadi perisainya. Dan sekarang, ia ingin melihat seberapa jauh pria ini bisa melindunginya.

Noura menatap Zayn dengan mata berkabut, lalu menambahkan, "Dia mengancamku..."

Zayn benar-benar mengepalkan tinjunya sekarang, urat-urat di lengannya menegang.

"Dia masih saja berani menemuimu. Aku akan menambah hukumannya." Rahangnya mengeras, matanya seperti bara api yang siap meledak kapan saja.

Noura sedikit menggigit bibirnya, "Tapi sekarang aku baik-baik saja, Daddy," kata Noura akhirnya, mencoba tersenyum samar.

"Aku hanya ingin membeli pakaian, dan aku akan lebih hati-hati..."

Zayn masih menatapnya dengan intens, seolah ingin memastikan setiap kata yang diucapkannya.

Lalu, ia menarik nafas panjang dan mengulurkan tangan, mengusap pipi Noura dengan lembut. "Aku tidak suka melihatmu dalam bahaya."

"Aku tau."

Tatapan mereka bertahan beberapa detik sebelum akhirnya Zayn mengangguk kecil. "Kalau begitu, aku akan pergi bersamamu. Aku tidak mau mengambil risiko."

Noura tersenyum tipis, "Terima kasih, Daddy."

Akhirnya mereka berdua pergi bersama untuk membeli seragan kantor.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di dalam mobil menuju pusat kota.

Zayn menyetir dalam diam, tapi Noura bisa melihat dari ekspresi wajahnya bahwa pria itu masih kesal.

Sesekali, jari-jarinya mengetuk setir dengan ritme pelan—tanda bahwa pikirannya sedang dipenuhi sesuatu.

Saat mereka tiba di pusat perbelanjaan, Noura menggen lengan Zayn erat, seolah ingin menenangkan pria itu, atau mungkin… memastikan bahwa perhatian Zayn tetap terfokus padanya.

"Aku sudah baik-baik saja, Daddy. Tidak apa-apa," katanya dengan suara lembut, menatapnya dengan ekspresi penuh keyakinan.

Zayn menoleh, menatapnya dalam-dalam. Jemarinya bergerak perlahan, menyentuh punggung tangan Noura seolah memastikan bahwa wanita itu benar-benar aman.

"Aku akan tetap bersamamu." Ucap Zayn.

Mereka berjalan memasuki butik pakaian ternama yang berkelas. Cahaya lampu kristal menggantung indah di langit-langit, sementara lantai marmer mengilap memantulkan bayangan mereka.

Seorang pegawai butik segera menyambut mereka dengan senyum profesional.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"

Zayn hanya mengangguk kecil, sementara Noura mulai menjelajahi deretan pakaian.

Tangannya menyentuh satu per satu kain yang terasa mahal di ujung jemarinya.

Lalu, matanya tertuju pada sebuah rok span pendek berwarna hitam yang tampak sangat elegan—dan juga cukup seksi.

Dengan sedikit ragu, ia mengambilnya, lalu menoleh ke arah Zayn yang berdiri tak jauh darinya.

"Bagaimana menurut Daddy?" Tanyanya dengan nada menggoda, mencoba membaca reaksinya.

Zayn menyipitkan mata, tatapannya turun ke rok itu, lalu kembali menatap Noura. Ada sesuatu di sorot matanya yang membuat jantung Noura berdebar lebih cepat.

Zayn tidak langsung menjawab. Sebaliknya, pria itu melipat tangannya di dada, lalu perlahan mendekat, tatapannya semakin tajam.

"Kamu mau pakai ini ke kantor?" Tanyanya dengan nada yang terdengar lebih rendah, lebih dalam.

Noura menelan ludah, tiba-tiba merasa sedikit gugup. "E-Eh, kupikir ini masih terlihat profesional..." katanya, mencoba terdengar santai.

Zayn mengangkat satu alis. "Profesional?" ulangnya pelan, lalu mengulurkan tangan dan menyentuh ujung rok itu, merasakan teksturnya. "Ini lebih seperti ingin menggodaku."

Noura merasakan wajahnya memanas. Ia tahu Zayn pasti berpikir macam-macam.

"Itu kan Daddy-nya aja yang m3_sum!" Gerutunya, menghindari tatapan Zayn.

Zayn tersenyum kecil, penuh arti. "Kalau begitu, coba pakai. Aku ingin lihat apakah aku tergoda atau tidak."

Tanpa banyak bicara lagi, Noura mengangguk pelan dan menuju ruang ganti, sementara Zayn tetap berdiri di sana, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Saat Noura sedang berganti pakaian di ruang pas, suasana terasa begitu tenang—hanya ada suara lembut kain yang bergesekan dengan kulitnya.

Noura baru saja mengenakan rok span hitam yang ketat saat tiba-tiba suara pintu berderit pelan terdengar di belakangnya.

Seketika tubuhnya membeku. Sebelum sempat berbalik, ia merasakan kehangatan yang familiar di punggungnya.

Sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya, sementara napas hangat menyapu kulit lehernya.

"Daddy...?" Suaranya hampir berbisik, matanya membesar saat melihat bayangan Zayn di cermin depan.

Zayn tidak langsung menjawab. Ia hanya menariknya lebih dekat, tubuhnya yang kokoh menekan lembut ke punggung Noura.

"Daddy ngapain..???" Noura mulai agak kesal karna terus diganggu.

"Aku kesini barangkali kamu butuh bantuan?" Gumamnya rendah, suaranya terdengar begitu dalam dan menggoda.

Jantung Noura berdegup kencang. Ia buru-buru menarik blazer yang belum sempat ia kenakan, mencoba menutupi tubuhnya.

"D-Daddy! Ini ruang ganti!" Bisiknya panik, wajahnya mulai merona. Tapi Zayn justru tersenyum tipis, menikmati reaksinya.

"Lalu?" Tanyanya santai, jemarinya dengan sengaja menyusuri pinggang Noura, seolah memeriksa apakah pakaian itu benar-benar pas untuknya.

"Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja," lanjutnya, suaranya semakin mendekat ke telinga Noura.

Panas mulai menjalar ke seluruh tubuh gadis itu. Napasnya tersengal ketika merasakan Zayn menyentuh pinggulnya, menyesuaikan posisi rok di tubuhnya.

"Aku bukan anak kecil, aku bisa pakai rok sendiri.." Gumamnya gugup, mencoba mencari alasan agar pria itu segera keluar.

Zayn mengangguk pelan, tapi bukannya menjauh, ia justru mencondongkan wajahnya ke sisi leher Noura, menghirup aroma lembutnya.

"Kamu terlihat sangat cantik, Noura. Sepertinya apapun yang kamu pakai. Aku tidak akan tahan."

Suara berat itu membuat tubuh Noura semakin panas. Tangannya menggenggam blazer erat, mencoba mengendalikan diri.

"Daddy pergilah... nanti ada orang yang masuk..." Katanya lemah, hampir terdengar seperti bisikan.

Zayn akhirnya tersenyum tipis. Ia menarik wajahnya menjauh sedikit, lalu membiarkan ujung jarinya menyusuri lengan Noura sebelum perlahan melepaskannya.

"Baiklah,"  katanya, akhirnya melangkah mundur. "Tapi kalau ada sesuatu yang kanu butuhkan, katakan padaku."

Sebelum keluar, Zayn memberikan satu tatapan menggoda terakhir kepada Noura, meninggalkan gadis itu dengan wajah merona dan detak jantung yang masih belum bisa tenang.

...****************...

Setelah selesai memilih, Zayn menyerahkan kartu kreditnya tanpa ragu untuk membayar senua belanjaan Noura.

Noura masih sedikit terkejut dengan betapa santainya pria itu mengeluarkan uang untuknya.

Saat mereka melangkah keluar dari butik, Noura menyadari sesuatu—situasi ini terasa seperti kencan.

"Daddy, apa tidak apa-apa meninggalkan kantor?" Tanyanya dengan sedikit ragu.

Zayn hanya tersenyum kecil, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Tidak masalah, ada John di sana."

Noura menghela nafas. "Kasihan John," gumamnya, tapi dalam hati, ia merasa sedikit senang bisa menghabiskan waktu bersama Zayn tanpa gangguan.

Saat berjalan menyusuri jalanan kota, mata Noura tiba-tiba terpaku pada sebuah toko bunga kecil di sudut jalan.

"Wah.. cantiknya."

Sudah lama Noura tidak melihat bunga segar yang indah. Di kehidupan sebelumnya, Noura hanya sering melihat bunga kering nan layu.

Buket-buket mawar merah muda dan putih tertata indah di etalase, kelopaknya segar dan memancarkan keindahan yang sulit diabaikan.

Zayn memperhatikan tatapan Noura yang berbinar. Tanpa banyak bicara, ia melangkah mendekati toko itu dan masuk ke dalam.

Noura berkedip, agak terkejut.

Beberapa menit kemudian, Zayn keluar dengan sebuket bunga mawar yang terlihat sangat elegan.

Dengan santai, Zayn menyerahkannya kepada Noura. "Ini untukmu."

Noura menatap buket itu, lalu menatap Zayn. "Eh... untukku?"

"Kenapa? Kamu tidak suka?" Zayn menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak, bukan begitu... hanya saja, ini terasa seperti..." Noura menggigit bibirnya, enggan mengucapkan kata "kencan."

Zayn tersenyum miring. Ia melangkah lebih dekat, menurunkan suaranya hingga nyaris berbisik di telinga Noura. "Seperti kencan?"

Darah langsung bergejolak di wajah Noura. Ia buru-buru mengalihkan pandangan, tapi Zayn justru semakin mendekat, matanya penuh godaan.

"Jadi? Kuanggap ini sebagai kencan, ya?"

Noura berdehem, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Terserah Daddy saja..."

Zayn terkekeh, puas dengan reaksinya. "Baiklah, kalau begitu anggap saja ini kencan pertama kita."

Jantung Noura berdegup semakin cepat. Ia menunduk, menghirup aroma mawar yang lembut—namun aroma Zayn yang maskulin dan hangat masih lebih memenuhi pikirannya.

Noura menggigit bibirnya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup terlalu cepat.

Wanit itu menunduk, menatap buket mawar di tangannya, namun pikirannya masih dipenuhi oleh Zayn yang kini berdiri begitu dekat.

"Terina kasih bunganya, Daddy.. Aku menyukainya." Ucapnya pelan, suaranya sedikit bergetar.

Zayn tersenyum tipis, mencondongkan tubuhnya lebih dekat, hingga napasnya yang hangat menyapu lembut telinga Noura.

"Aku tidak puas dengan terima kasih saja, Noura."

Jantung Noura semakin liar berdetak. Ia mengangkat wajahnya, ingin membalas tatapan pria itu, namun begitu melihat mata Zayn yang penuh intensitas, ia justru menelan ludah dan kembali menunduk.

Zayn tertawa pelan, nadanya rendah dan menggoda. "Noura, kalau kau terus malu-malu, aku jadi ingin melakukan sesuatu."

Noura tersentak. Ia mengangkat kepalanya spontan, namun kesalahannya adalah membiarkan wajahnya terlalu dekat dengan Zayn.

Dalam sekejap, pria itu menangkup dagunya, menahannya agar tidak lari.

"Kamu manis sekali," gumam Zayn, suaranya nyaris berbisik. Ibu jarinya dengan lembut mengusap bibir bawah Noura, membuat wanita itu menahan napas tanpa sadar.

"Daddy..." Suara Noura melemah, antara bingung dan terpikat.

"Kamu gugup di kencan pertama kita?" Tanya Zayn, kali ini suaranya terdengar lebih rendah dan dalam.

Noura mengerjap. Hawa panas langsung menjalar di tubuhnya, membuatnya ingin mundur, namun genggaman Zayn terlalu kuat untuk itu.

Zayn mendekat perlahan, menempelkan dahinya pada dahi Noura. "Biarkan aku menerima rasa 'terima kasihmu' yang lain."

Sebelum Noura bisa berkata apa-apa, bibirnya sudah disapu dengan ciuman lembut.

Hal itu terjadi perlahan, tidak memaksa, tetapi dalam sekejap membuat tubuhnya lemas.

Aroma mawar dari buket di tangannya bercampur dengan wangi maskulin Zayn, menciptakan sensasi yang begitu memabukkan.

Zayn menariknya lebih dekat, tangan satunya melingkar di pinggang Noura, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya.

Bibirnya bergerak perlahan, memberi kesempatan bagi Noura untuk mundur jika ia ingin, tapi tubuhnya justru secara alami menanggapi kehangatan pria itu.

Saat akhirnya Zayn menjauhkan wajahnya, Noura masih terengah, jantungnya berdegup tak karuan.

Zayn menatapnya, matanya berkilat penuh kepuasan. "Sekarang, aku puas dengan rasa terima kasihmu."

Noura masih belum bisa menjawab, terlalu sibuk menenangkan dirinya sendiri.

Namun, satu hal yang pasti—ini bukan sekadar "kencan pertama." Ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dalam dan lebih mengguncang hatinya.

'Gila jangan bilang aku baper..?'

1
nur adam
ljut
nur adam
lnjut
nur adam
lnjut.. crita bgs thoor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!