Anara adalah siswi SMA berusia 18 tahun yang memiliki kehidupan biasa seperti pada umumnya. Dia cantik dan memiliki senyum yang manis. Hobinya adalah tersenyum karena ia suka sekali tersenyum. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan Fino, laki-laki dingin yang digosipkan sebagai pembawa sial. Dia adalah atlet panah hebat, tetapi suatu hari dia kehilangan kepercayaan dirinya dan mimpinya karena sebuah kejadian. Kehadiran Anara perlahan mengubah hidup Fino, membuatnya menemukan kembali arti keberanian, mimpi, dan cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Fino menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan berat. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. Hatinya ingin percaya kalau semua itu cuma tuduhan asal. Tapi otaknya… pelan-pelan menyusun kepingan fakta yang selama ini ia abaikan.
Serangan malam itu. Tangan yang cedera. Kehadiran Aidar yang mendadak muncul. Tawaran bergabung di perusahaan. Dan… pertunangan. Semua terlalu rapi untuk disebut kebetulan.
"Kalau bener semua ini ulah bokap gue… berarti dia bukan cuma ngancurin gue. Tapi juga Anara.”
"Berarti lo harus siap, Fin. Mulai sekarang, lo harus hati-hati.”
Fino mengangguk pelan. Fino mengusap wajahnya kasar, lalu kembali menatap Anara yang masih terbaring lemah.
**
Pagi itu, Anara membuka matanya perlahan. Kepalanya masih terasa berat, tapi ia memaksa bangun. Tenggorokannya kering, membuatnya ingin mencari minuman.
Perlahan ia turun dari ranjang, langkahnya sedikit goyah. Baru saja hendak keluar kamar, pintu mendadak terbuka.
“Ahkkk!” Anara langsung berteriak histeris.
Di hadapannya, Fino berdiri dengan handuk melingkar di pinggang. Rambutnya masih basah, jelas baru keluar dari kamar mandi.
“A-ada apa?” tanya Fino panik, tapi kemudian menatap dirinya sendiri—dan tersadar.
“ADA APA?! Lo gila ya, kenapa nggak pakai baju!” Anara menutup wajahnya dengan kedua tangan, tapi dari sela jarinya ia tetap melirik.
Alih-alih malu, Fino malah menyeringai nakal. “Emang kenapa? Kamu nggak mau lihat tubuh seksi aku?”
“Apaan sih?! Cepet pakai baju!” Anara menelan ludahnya, wajahnya memanas.
“Kalau nggak mau gimana?” Fino melangkah maju dengan santai.
Anara mundur panik. “Jangan macem-macem, Fin! Gue bisa teriak!”
Fino mengangkat alis. “Teriak aja. Emang ada orang lain di rumah ini selain kita?”
Wajah Anara langsung pucat. Ia buru-buru mendorong dada Fino, lalu kabur keluar kamar sambil menjerit kecil.
Fino hanya tertawa pelan, puas melihat reaksinya. “Dasar penakut,” gumamnya sambil menutup pintu.
Sementara itu, Anara sudah sampai di dapur. Nafasnya terengah, tangannya gemetar saat membuka kulkas dan mengambil botol air. Ia meneguk cepat, berusaha menenangkan diri.
“Shit… dia beneran gila. Gue harus cepat keluar dari rumah ini,” bisiknya, wajahnya memerah entah karena marah atau malu.
“Ngapain minum di situ sendirian?” suara Fino tiba-tiba muncul dari belakang.
Anara langsung tersedak. “Uhuk! Uhuk! Jangan suka muncul tiba-tiba gitu dong!”
Fino sudah memakai kaos hitam sederhana, rambutnya masihp terlipat basah.
“Tadi kamu yang teriak-teriak kayak lihat hantu,” godanya sambil membuka kulkas
“Lo emang lebih horor dari hantu,” sahut Anara cepat. Fino tertawa kecil, lalu kembali fokus menatap Anara.
"Aku senang kamu kembali Anara." Gumam Fino.
"Apaan sih, geli banget." Kata Anara. Meskipun pelan dia bisa mendengar itu.
Fino lagi-lagi tertawa kecil. "Mau lihat sesuatu yang indah?" tanya Fino.
"nggak," tolak Anara mentah-mentah.
"Yakin, padahal aku mau bawa kamu ke suatu tempat?" ucap Fino sengaja mengoda Anara.
"Kemana?" tanya Anara pada akhirnya merasa penasaran.
"Jawab dulu. Mau atau nggak?"
"Iya mau, kemana?" jawab Anara kesal.
Fino meraih tangan Anara, bergegas menuju ke suatu tempat. Dua puluh menit kemudian, mereka tiba disebuah pantai.
"Kepantai aja, aku pikir kemana." keluh Anara. Merasa ekspektasi nya terlalu tinggi.
"Emang kamu mau kemana?"
"keluar negeri atau kemana gitu. Bosen banget liat pantai terus. ' ketus Anara.
Fino tak menjawab lalu duduk diatas pasir.
"Kamu tahu, Anara. Menyukai laut tidak harus menyelelam kedalamnya,cukup duduk diam ditepiannya lalu nikmati ombak dan anginnya" Fino Malik Aidar.
Tak lama Anara ikut duduk disampingnya.
"Lo suka laut?"
Fino mengangguk.
"Entah mengapa,dempuran ombak bisa buat aku jauh lebih tenang, Anara. Dan angin pantai seolah bisa membawa semua pikiranku, walau pun hanya sebentar. "
"Kata-kata Lo terlalu puitis. "Anara menjawab dengan tawa. Situasi entah mengapa menjadi canggung.
"Maaf gue, nggak bermaksud, Fino.... gue?"
"Sampai kapan? " Ucap Fino yang memotong tiba-tiba.
Fino menoleh menatap wajah Anara,
"Sampai kapan Lo akan terus sembunyi didalam sana, Anara." lanjut Fino.
Anara terdiam mendengarnya. Sesuatu dalam dirinya, seolah tiba-tiba, menyerang.
Anara segera menjauhkan dirinya, memenangi kepalanya yang terasa sakit.
Fino menjadi panik melihat Anara yang kesakitan.
"Anara kamu denger aku, Anara!!"
"Ahkkk," Anara berteriak kesakitan, nafasnya mulai memburu.
"Anara! tarik nafas kamu, kamu harus tenang." kata Fino.
Anara terus merintih kesakitan, hingga beberapa menit kemudian rasa itu perlahan memudar, berkat Fino yang dengan sabar menenangkan Anara.
Anara menatap Fino,
"Kamu baik-baik aja kan, jawab baku Anara?" kata Fino, saat Anara hanya diam menatapnya.
"Tenggorokan aku sakit," jawab Anara lirih.
"kamu haus? sebentar, aku beli minum. kamu tunggu aku."
Fino segera berlari pergi, mencari minimarket terdekat.
Fino segera kembali setelah membeli air minum. Namun, langkahnya terhenti saat melihat tidak ada Anara disana.
"Nar, ANARA?!!" Teriak Fino kencang.
Fino mencari Anara sekitar pantai, tanpa tak kunjung menemukan nya. Hatinya merasa gelisah, Fino takut jika Anara meninggalkan nya, lagi.
"Anara... kamu dimana, aku mohon jangan tinggalin aku lagi." teriak nya lirih.
"Fino," Panggil Anara yang berada di belakang Fino.