Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Amira
"Hey kenapa nangis?"
Rayhan menatap heran istrinya yang tiba-tiba saja datang dengan mata yang sembab. Ia baru 10 menit sampai di rumah dan hendak menjemput sang istri, namun Amira tiba-tiba pulang dengan naik taxi online.
Ia menghampiri Amira yang saat ini tengah duduk di atas sofa dengan wajah yang penuh dengan kesedihan. Wanita itu menekuk lututnya lalu menyembunyikan wajahnya disana. Amira tampak menangis tersedu-sedu, membuat Rayhan terkejut dan juga heran.
"Kenapa nangis, Amira?" Rayhan mengelus lembut pundak Amira. Matanya menatap wajah merah itu yang penuh dengan buliran air mata.
"Amira keseelll, eeuuhh!" Ia mengepalkan tangan kecilnya memukul-mukul sofa melampiaskan kekesalannya.
"Sabar, tenangkan dulu pikirannya!" ujar Rayhan lembut mengusap punggung Amira.
"Tadi Amira di labrak sama nenek sihir!"
"Astagfirullah, bicaranya yang baik, Amira. Siapa nenek sihir?"
"Tadi Amira di labrak sama temen kuliah Amira. Namanya Alesha, dia mempermalukan Amira di depan semua orang. Amira lagi makan santai di kantin sama temen-temen tiba-tiba saja Alesha datang mendorong tubuh Amira sampai Amira terjatuh. Semua orang tertuju pada kita, terutama Amira yang menjadi orang pertama dalam masalah itu. Dia menyebar fitnah, dia menyebut Amira munafik. Penampilan Amira sok alim tapi katanya tukang ngerebut laki orang. Tukang godain laki-laki. padahal Amira gak salah apa-apa, Amira udah jaga jarak dari pertama masuk kuliah sama si Syaqil. Dianya aja yang selalu deketin Amira terus. Amira sebel, jadi gak nyaman kuliahnya!"
Rayhan mendengarkan dengan seksama cerita panjang istrinya tersebut yang berbicara seperti tidak ada jedanya. Terlihat amarah Amira meledak-ledak.
"Sabaarr, yaa. Lebih baik selesaikan masalah ini baik-baik. Musyawarahkan."
"Gak akan bisa musyawarah, Mas. Alesha orangnya songong, udah kaya paling cantik dan kaya aja sekampus. Padahal mukanya kaya ondel-ondel, apalagi sifatnya kaya syaiton."
"Astagfirullah, kita boleh benci sifatnya tapi gak boleh benci orangnya. Kita tidak boleh dendam pada siapapun. Meskipun dia jahat sama kita, lebih baik kita memaafkan dan lebih bagusnya lagi mendo'a kan. Toh kejahatan dia akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Sedangkan kita yang di fitnah akan mendapatkan pahala yang banyak. Tidak ada ruginya jika kembali pada Allah. Sering-sering tafakur akan diri sendiri. Gapapa, maafkan saja. Mungkin ini adalah bentuk penghapusan dosa kita di masa lalu. Insyaallah ketika kita berserah diri, Allah akan mengembalikan lagi nama baik kita yang sebelumnya jelek di mata orang." ujar Rayhan menjelaskan.
"Gak semudah itu, Mas. Mas gak ngerasain apa yang aku rasain!" Amira menatap kesal Rayhan.
"Kata siapa? Mas pernah di fitnah oleh seseorang sampai nama Mas jelek di mata semua orang. Tapi yaudah, ikhlas aja. Toh kita gak rugi, selama kita gak merasa bersalah yaa udah tidak ada yang harus di takutkan."
"Ngomong sih enteng, tapi susah!" Amira mengerucutkan bibirnya kesal.
"Makanya belajar, sayang." Rayhan mengelus lembut dada Amira, agar wanita itu reda dalam amarahnya.
Sedangkan Amira yang di perlakukan seperti itu, yang tadinya marah hatinya menjadi teduh dan juga berdebar karena sentuhan Rayhan di dadanya.
"I-iyaa, iyaaa!"
Amira bernafas lega saat tangan itu kini terlepas dari dadanya. Ia menyandarkan dirinya di sofa dengan perasaan yang masih saja membara.
"Dengar, Mas. Ilmu ikhlas, tawakal dan memaafkan itu ilmu paling mahal. Bahkan ahli agama sekalipun tak semuanya bisa mengaplikasikan ilmu itu. Kita harus melatih diri kita agar hati kita damai, tak mudah kecewa, tak mudah dendam, apalagi gampang marah."
"Di dengerin gak?" Rayhan menatap Amira.
"Iyaa di dengerin!" Amira mengangguk.
"Apa?"
"Iyaa Amira akan coba buat memaafkan. Tapi butuh waktu!"
"Iyaa, gapapa, asal berusaha saja. Tak perlu cepat, pelan-pelan saja."
Amira mengangguk, Rayhan pun kini memeluk Amira, membuat Amira lagi-lagi di buat salah tingkah.
"Sekarang istirahat yaa, terus kita makan. BI Atin udah siapin kita makan."
Amira mengangguk seraya mengulum senyum, "Iyaa."
***
"Mir maafin gue, yaa. Gara-gara gue Lo jadi kena masalah," ujar Syaqil.
Pria bertubuh tinggi itu menghampiri Amira yang kini tengah duduk di luar kelas.
Amira menghela nafas, lalu beralih menghindari Syaqil. Namun, pria itu malah mengejar Amira, menghalanginya agar tidak pergi meninggalkannya. "Mir, maafin gue. Gue gak tahu kalau semua ini bakal terjadi."
"Pacar Lo udah bikin nama gue rusak di kampus ini. Dan gue malu akan hal itu." Amira berjalan hendak menepis tubuh tinggi itu, namun tetap saja Syaqil tak bergeming. Ia tetap menghalangi jalan Amira.
"Ih apasih, Qil. Awas dong, gue mau lewat. Di liatin orang ini, Lo mau gue di labrak lagi yaa sama cewe Lo yang rada-rada itu?" Kesal Amira.
Banyak orang yang memperhatikannya karena saat ini ia berada di luar kelas. Andai saja Syaqil adalah perempuan, sudah ia terobos badan itu. Hanya saja ia tahu batasan, keduanya bukanlah muhrim.
"Gue mau Lo maafin gue, Mir."
"Iya gue maafin, tapi gue minta sama Lo jangan deketin gue lagi. Gue gak mau kena masalah lagi."
"Tapi Lo diemin gue.... "
"Terus gue harus gimana? Gue emang jaga batasan sama laki-laki. Jadi tolong hargain gue." Amira berdecak sebal. Menatap Syaqil dengan sinis.
Tak lama kemudian datanglah Raziq dan juga Safira dari dalam kelas.
"Hey ada apa, hey?" ucap pria bertubuh agak berisi itu dengan wajah yang mengenalkannya.
"Lo kasih tahu temen Lo, Ziq. Gak usah lagi deketin gue. Gue gak mau kena masalah hanya karena laki-laki. Terlalu murahan.... " Kesal Amira. Ia jarang sekali marah apalagi pada temannya. Namun kali ini ia tak bisa mentolerasinya, namanya sudah di buat jelek karena kejadian kemarin.
"Lo kasih tahu tuh sama cewe Lo yang centil. Jangan suka labrak orang sembarangan. Kecintaan banget sama laki-laki kaya Lo, heran deh," sahur Safira. Ia berdiri di dekat Amira seraya megalungkan tangannya pada lengan sahabatnya itu.
"Gue sama Alesha udah putus. Dianya aja yang masih ngaku-ngaku jadi pacar gue." Syaqil membela diri.
"Gue gak peduli tentang hubungan kalian. Yang gue mau jangan bawa-bawa nama gue apalagi buat citra gue di kampus ini jadi jelek." Amira menatap kesal Syaqil. Ia menggenggam tangan Safira lalu di ajaknya pergi dari sana, karena Syaqil terus menghalangi jalan untuk masuk.
"He, Mir.... " Syaqil mengacak rambutnya kasar.
"Aarrgghh, gara-gara si Alesha Anjing!" Gerutunya.
"Wesshh, sabar Pak Boss." Sahut Raziq menenangkan.
Sedangkan Amira kini berlari menuju ke taman kampus. Ia duduk di sebelah Safira dengan wajah sebal. "Gue malu, Fir. Jujur aja gue jadi minder karena orang-orang memandang buruk gue," Amira menitikan air mata.
"Udah gak usah Lo pikirin. Bagaimana pun kebenaran akan terungkap kok. Tenang aja, insyaallah nama Lo akan bersih lagi." Safira mengusap punggung Amira menenangkan.
Amira mengangguk pelan, " Semoga aja."
"Udah ah jangan nangis, Lo jelek kalau lagi nangis," Safira mencoba menghibur. Amira pun tertawa kecil mendengarnya.
***
Amira dan Rayhan memutuskan untuk liburan ke Maratua island di Kalimantan yang di beri julukan sebagai Maldivesnya Indonesia. Masih di dalam negeri karena libur hanya tiga hari. Tanggal merah di kalender membuat Amira libur kuliah. Hal ini seakan kebetulan denga suasana hati Amira yang memang sedang ingin menenangkan diri dan tak mau pergi ke kampus.
Di pesawat Amira menonton film bersama dengan Rayhan. Keduanya begitu menikmati film barat yang memang menjadi favorit keduanya. Sesekali Amira menangis karena adegan di film tersebut.
"Ceria banget hari ini," ujar Rayhan menatap Amira.
"Iya, Mas. Soalnya aku seneng libur, jadi gak harus kuliah."
"Naah gitu dong ceria. Ambil positifnya aja. Bahagia itu kita yang ciptakan sediri. Kehidupan ini memang tempatnya ujian dan merupakan penjara bagi orang muslim. Kuncinya agar selalu bahagia adalah tetap bersyukur dengan apapun ketepatan yang Allah berikan."
Amira mengangguk, kali ini ia tak lagi terganggu dengan nasihat-nasihag yang Rayhan katakan. Bahkan kali ini ia merasa kagum akan pengetahuan suaminya tersebut tentang ilmu agama.
"Mau tau gak resepnya agar kamu tenang?"
Amira menoleh," Apa memangnya?"
"Setiap ujian pasti terlewati asal kau berjalan di atas kebenaran. Dan taruh nama Allah di hatimu yang paling dalam, niscaya Allah akan membantu mu menyelesaikan semua masalahnya serta membuat hatimu tenang."
Amira mengulas senyum, ia kini menatap Rayhan dengan tatapan kagum.
"Ngerti?"
Amira mengangguk, "Iya, Mas."
"Alhamdulillah, kali ini Mas gak di sebuah Pak Ustaaaddzzz," ledek Rayhan.
"Iiihhh.... " Amira mengerucutkan bibirnya.
Keduanya kembali melanjutkan menonton filmnya. Namun betapa terkejutnya Amira saat film tersebut menampilkan adegan dewasa yang lumayan fulgar. Ia seketika menutup matanya, tak ingin melihat adegan itu.
Rayhan tertawa kecil melihat reaksi Amira. Benar-benar polos dan terlihat seperti anak kecil.
"Mas tutup matanya iiihh!" ujar Amira.
"Kenapa?"
"Maluuuu!"
Rayhan menarik tangan Amira agar wajah wanita tersebut tidak tertutup, "Belajar, jangan malu. Toh nanti kita juga bakal kaya gini." ucapnya ringan.
"Apa?" Amira mendongak menatap Rayhan dengan raut wajah terkejut.
Rayhan pun mengangguk yakin. Seketika Amira menelan salivanya berat. Pikirannya kini melayang kemana-mana. Kenapa Rayhan terkesan menjadi horor seperti ini.
"Iiihhh takuutt, Abiii toloonngg!" Gumam Amira dalam hatinya.
***
Amira menatap takjub dengan keindahan pantai yang di penuhi dengan pasir putih itu. Matanya di suguhkan dengan ciptaan Tuhan yang sangat sempurna. Ia kini berjalan di atas jembatan untuk menuju ke sebuah villa kecil yang terletak di bagian pantai itu.
Rayhan membuka pintu Villa tersebut lalu mempersilahkan Amira untuk masuk duluan. Amira lagi-lagi takjub saat melihat ranjang dengan kasur berwarna putih itu sudah di hias sedemikian rupa dengan bacaan dari bunga mawar yang bertuliskan happy honeymoon to Amira.
Sebagai wanita Amira tentu saja berbunga-bunga, dengan refleks ia memeluk Rayhan dan menatap wajah tampannya yang kian tersenyum.
"Seneng gak?" tanyanya.
Amira berloncat-loncat kecil, "Seneng banget!"
Rayhan pun kini menggenggam tangan Amira, lalu di bawanya istrinya itu untuk mengelilingi isi Villa tersebut. Yang terdapat sebuah kasur, juga kamar mandi dengan bethup yang di isi dengan bunga mawar merah.
Rayhan pun membawa Amira menuju lokasi paling favorit di tempat itu. Yaitu disana ada sebuah jaring untuk bersantai juga tangga untuk menuju ke bawah laut. Dimana disana ia bisa berenang dan menyelam menikmati keindahan pantai yang sangat jernih dan di penuhi dengan berbagai keindahan bawah lautnya.
"Waahhh, indah sekali, Mas!" Amira begitu sumbringah.
Tentu saja sebagai laki-laki Rayhan bahagia melihat istrinya bahagia. Ia merasa sudah menjadi laki-laki yang sesungguhnya. Karena ia mempunyai roll model selama ini untuk menjadi suami yang baik. Sang Ayah yang selalu menjadi kiblat untuk ia belajar bagaimana caranya menjadi laki-laki yang seutuhnya. Laki-laki itu harus bertanggung jawab dan rela cape demi mengemban tugas dan membahagiakan istri serta anak-anaknya kelak.
"Mas makasih yaa. First time aku kesini, indah banget ternyata!" Amira si kecil nan cerewet itu selalu berhasil membuat Rayhan merasakan energi cerianya.
"Iya sama-sama. Nanti kita belanja-belanja dan kulineran. Pokoknya apapun yang kamu mau Mas akan kabulkan."
"Beneran?" Amira menatap Rayhan antusias.
"Yaa, tapi ada syaratnya."
"Syaratnya apa emang?" tanyanya seraya tersenyum.
"Habis pulang dari sini harus bawa Dede bayi!"
"Haaahh!" Amira menutup mulutnya terkejut. Seperkian detik ia langsung berlari menuju ke dalam lalu membaringkan dirinya di ranjang. Menutup wajahnya dengan selimut karena malu.
"Kenapa, sayang?" tanya Rayhan tertawan kecil.
"Maluuu!" Teriak Amira. Membuat Rayhan semakin tertawa lepas.