NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24.Permainan Leo

Kayla duduk di tepi ranjang, tubuhnya sedikit membungkuk, seolah beban yang tak terlihat menarik bahunya ke bawah. Jemarinya meremas ujung selimut yang sudah kusut, gerakannya berulang-ulang seperti cara orang menahan kegelisahan. Pandangannya kosong menatap lantai, tapi di balik tatapan yang hening itu, pikirannya berputar liar.

Bukan tentang pertengkaran di ruang tamu tadi.

Bukan tentang tatapan sinis Tantri atau tuduhan Leo yang menusuk.

Tapi tentang Revan.

Tentang bagaimana warna wajah lelaki itu lenyap dalam sekejap ketika Papa Hadiwijaya menyebut “tempat itu”. Tentang jemari Revan yang bergetar hebat, rahangnya yang mengeras, napasnya yang memburu seperti hewan buruan yang terjebak.

"Tempat itu… tempat macam apa? Kenapa dia bisa ketakutan seperti itu? Apa yang pernah terjadi di sana? Dan kenapa semua orang diam seolah aku tak boleh tahu?"

Pintu kamar berderit pelan, memotong arus pikirannya. Cahaya dari lorong menyusup masuk, membentuk garis tipis di lantai. Langkah kaki terdengar—ringan, tapi ritmenya teratur, seperti milik seseorang yang tahu persis kemana ia akan pergi.

Leo muncul di ambang pintu. Tubuhnya tegap, bahunya sedikit membungkuk ke depan seperti seseorang yang menyimpan ketegangan di punggung. Tatapannya mengiris, menelisik ke arah Kayla seolah ingin menembus lapisan pikirannya.

“Apa yang kau pikirkan?” suaranya tenang, tapi ada sesuatu di nada itu—sebuah tekanan halus yang membuat udara di kamar terasa lebih padat.

Kayla mengangkat wajah perlahan. Sorot matanya tajam, dipenuhi campuran kecurigaan, sakit hati, dan dendam yang belum sempat disembuhkan. Sekilas, bayangan senyum kecil Leo saat Revan terpuruk tadi melintas di benaknya. Itu bukan senyum empati. Itu senyum kemenangan.

“Apa lo senang lihat Revan hancur?” suaranya rendah, tapi setiap kata keluar seperti bilah tipis yang dingin.

Alis Leo terangkat sedikit. Ia melangkah masuk tanpa tergesa, melepaskan jasnya dengan gerakan santai. Jari-jarinya membuka kancing kemeja satu per satu, seolah sengaja mengulur waktu. “Aku tidak mengerti maksudmu.”

“Sikap baik lo itu... cuma pura-pura, kan?” Kayla berdiri. Bahunya tegak, tubuhnya condong sedikit ke depan, tatapannya mengunci tanpa goyah. “Lo manfaatin gue buat menjatuhkan Revan. Semua ini cuma permainan buat lo.”

Leo menghentikan gerakannya. Tangannya berhenti di kancing ketiga, matanya menatap Kayla lurus-lurus. Sorot itu dingin, tapi di kedalaman ada bara yang belum meledak. “Aku membelamu di depan Mamaku. Aku berdiri di pihakmu saat semua orang menuduh mu. Dan kau masih berpikir aku berpura-pura?”

“Karena lo selalu punya tujuan di balik semuanya!” suara Kayla meninggi, nadanya pecah seperti kaca yang dijatuhkan. “Lo selalu punya alasan buat jadi pahlawan, tapi ujungnya tetap lo yang menang!”

“Dan apa Revan nggak punya tujuan? Dia bahkan hampir membunuhmu, Keira!” nada suara Leo ikut meninggi, tapi intonasinya tetap terukur, seolah ia mengendalikan amarahnya.

Kayla menyipitkan mata. “Lo yakin itu Revan?” Suaranya merendah, tapi tekanannya membuat udara di antara mereka terasa berat. “Apa lo yakin bukan orang lain? Seseorang dari kantor yang juga benci sama gue? Mereka bisa aja ngelakuin itu… dan mengunci gue di ruang pendingin.”

Leo tertawa pendek—tawa yang getir, tanpa sedikit pun hangat. “Kau sungguh tak tahu apa-apa tentang dia… karena kau kehilangan ingatan. Tapi aku tahu, Keira. Aku tahu siapa Revan sebenarnya.”

“Mungkin dia memang pernah jahat,” ujar Kayla, nada suaranya melembut tapi matanya tetap menyala. “Tapi setidaknya dia nggak sembunyi di balik topeng seperti lo.”

Leo melangkah maju, jaraknya kini hanya sejengkal dari wajah Kayla. Rahangnya mengeras, tatapannya menusuk. Kayla bisa merasakan hangat napasnya di pipi. “Dengar baik-baik. Kau tidak tahu betapa berbahayanya dia. Dia bukan korban. Dia monster yang kau bela karena kau tak ingat.”

“Aku ingin tahu semuanya, Leo. Dari awal. Kenapa Revan berbahaya? Apa yang dia lakukan? Dan ‘tempat’ apa yang dimaksud Papa?”

Leo menarik napas panjang, menahan sesuatu yang sepertinya ingin sekali ia keluarkan. “Kau akan tahu… setelah ingatanmu kembali.”

“Jauhi dia… sebelum kau benar-benar mati di tangannya.”

Keheningan jatuh. Kamar terasa mengecil, menyisakan hanya suara napas mereka yang saling bersahut.

“Kalau gue harus mati untuk tahu kebenaran… maka biarlah begitu,” ucap Kayla pelan, tapi kata-katanya terdengar seperti sumpah yang tak akan ditarik kembali.

Leo menatapnya lama, seolah mencoba membaca isi hatinya dari gerak pupilnya. “Kau akan tahu… saat semuanya kembali padamu. Tapi jangan bilang aku tidak pernah memperingatkan mu.”

____

Ia berbalik tanpa sepatah kata pun, langkahnya tenang tapi terasa berat seperti menyimpan sesuatu yang tak ingin ia lepaskan. Tubuhnya sempat berhenti sejenak di ambang pintu, bahunya sedikit menegang. Lalu—tanpa menoleh—Leo menutup pintu kamar itu perlahan, membiarkan bunyi kait pintu terkunci menjadi tanda berakhirnya percakapan.

Di balik pintu, Kayla terdiam, terperangkap di tengah badai pikirannya sendiri.

Sementara di sisi lain, Leo berdiri mematung di lorong yang remang, kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. Nafasnya keluar panjang, seperti mencoba menenangkan sesuatu yang bergolak di dadanya. Bayangan masa lalu merayap masuk, membawa warna dan suara yang selama ini ia coba kubur.

Gambaran tentang dua anak laki-laki muncul di kepalanya—ia dan Revan. Usia mereka hanya terpaut dua tahun; Leo tujuh, Revan lima. Waktu itu, Leo masih polos, percaya bahwa memiliki adik laki-laki berarti punya teman bermain, seseorang yang bisa diajak membuat kenakalan kecil lalu tertawa bersama.

Namun kenyataan menyajikan cerita yang berbeda.

Sejak awal, dunia mereka terpisah oleh batas tak kasat mata.

Ia ingat betul tatapan Mama dan Papa yang penuh tuntutan setiap kali menghadapinya. “Kamu harus belajar lebih giat, Leo.” “Kamu calon pewaris, ingat itu.”tekanan demi tekanan yang selalu di tuntut oleh mamanya agar bisa selalu menonjol di hadapan papanya membuat masa kecilnya penuh tekanan dan tak sempat menikmati apa itu masa kecil bahagia seperti yang di rasakan Revan.

Tangan Papa yang berat menepuk bahunya, bukan untuk menghibur, tapi untuk menegaskan beban yang harus ia pikul.

Sementara di luar, tawa Revan terdengar riang, berlari di halaman sambil menendang bola. Kadang ia melongok dari jendela kamarnya, melihat adiknya dibelikan mainan baru, dibawa berjalan-jalan, atau sekadar dipeluk hangat oleh papanya ,pelukan yang jarang sekali ia rasakan.

Kamar Leo saat itu penuh dengan buku-buku tebal, dokumen-dokumen yang berbau tinta baru, dan grafik pasar saham yang menatapnya seperti mata pengawas. Tak ada mobil-mobilan, tak ada robot, tak ada mainan edisi terbatas yang deretannya selalu bertambah di kamar Revan.

Yang paling menusuk—perhatian Papa.

Revan yang ceria, bebas, dan spontan selalu menjadi pusat pandangan, pusat senyum.

Sedangkan dirinya? Ia hanya anak yang “terlalu paham” untuk usianya. Anak yang tidak boleh salah, tidak boleh lelah.

Dan yang lebih menyakitkan: Revan bahkan bukan darah murni keluarga itu.Dia hanya anak haram dari papanya yang di buang oleh ibu kandungnya ke keluarga ini untuk bisa memperbaiki hidup.

Fakta itu, bukannya membuat Leo iba, justru menjadi bara yang membakar dari dalam.

Hari demi hari, rasa iri itu berubah menjadi kebencian yang berakar dalam. Kebencian yang tidak sekadar soal masa kecil yang berbeda—tapi soal tempatnya yang ia rasa dirampas.

Kini, berdiri di lorong sunyi dengan lampu redup, Leo merasakan lagi rasa itu… sama panasnya seperti bertahun-tahun lalu.

 $$$$$$

Leo berjalan cepat menuju ruang kerjanya. Langkahnya berat, seolah tiap hentakan kaki membawa bara amarah yang belum padam. Pintu ditutup sedikit lebih keras dari biasanya, bunyinya memantul di dinding dan menambah ketegangan di udara. Dadanya bergemuruh, napasnya berat, rahangnya mengeras. Ia meraih ponsel dengan gerakan cepat, menekan nomor yang sudah terlalu familiar.

“Datang ke rumah sekarang. Kita harus bicara,” suaranya berat, penuh tekanan yang tak memberi ruang untuk bantahan.

Tak lama kemudian, ketukan pelan terdengar di pintu. Leo sudah berdiri membelakangi arah datangnya suara itu, pandangannya terpaku pada jendela besar yang menghadap ke taman. Dari luar, ia terlihat tenang, tapi jemarinya yang menggenggam erat sisi meja menunjukkan sebaliknya.

“Aku sangat kesal dengan perempuan itu,” ucapnya akhirnya, suara nyaris seperti geraman.

Arga melangkah masuk, menutup pintu perlahan. Ia tak langsung menanggapi, hanya menunggu dengan tatapan penuh perhitungan.

“Kenapa sesulit ini meyakinkannya?” Leo berbalik, sorot matanya tajam namun sarat frustrasi. “Amnesianya membuatku berpikir dia akan jadi lebih mudah diarahkan. Tapi tidak! Dia justru jadi lebih keras kepala, lebih tak bisa ditekan. Seakan semua luka lama justru membuatnya makin kuat.”

Leo mengembuskan napas keras, lalu menatap Arga seolah mencari celah untuk melampiaskan kekesalannya. “Perjanjian itu... dia buat sendiri. Dan aku terjebak. Aku tak bisa seenaknya menarik kata-kataku, karena itu akan membuatnya mencurigai niatku. Dia bukan Keira yang dulu, Arga.”

Arga tetap diam, hanya bola matanya yang bergerak lincah, memetakan setiap nada dalam ucapan Leo.

“Dan Revan...” Leo menyebut nama itu dengan nada penuh benci. “Selama laki-laki itu ada di rumah ini, Keira tak akan pernah kembali padaku. Dia selalu membela Revan, bahkan saat aku mencoba bersikap manis pun dia menganggap itu sandiwara. Seolah aku ini penjahat.”

“Lalu apa yang ingin Bapak lakukan?” Arga bertanya pelan, suaranya nyaris tanpa ekspresi.

“Singkirkan Revan. Aku tak peduli bagaimana caranya. Kirim dia ke luar kota, atau pengaruhi Papa untuk mengirimnya kembali ke tempat itu, atau...” Leo menghentikan kalimatnya, giginya tertutup rapat menahan amarah yang menggelegak.

“Tapi jika Bapak bertindak sekarang,” sela Arga, nada suaranya tetap rendah namun tajam, “itu hanya akan memperkuat kecurigaan Nona Keira. Dia akan tahu Bapak memang tak berubah. Dan semua rencana akan sia-sia.”

Leo terdiam, menatap Arga lama. Tatapan itu berperang antara marah dan ragu.

“Percayalah,” lanjut Arga, “satu-satunya cara agar Bapak bisa kembali mengendalikan Nona Keira adalah dengan bersabar. Tunggu hingga Revan lengah... atau Keira mulai meragukan dia.”

Leo menggeram pelan. “Dan kapan itu terjadi?”

“Cepat atau lambat. Tidak ada manusia yang sempurna. Revan juga akan lelah. Apalagi jika dia mulai terlibat lebih dalam. Nona Keira bukan perempuan biasa, Pak. Tapi dia juga tetap perempuan yang butuh kenyamanan, yang akan goyah jika seseorang yang dipercayainya mengecewakan.”

Leo kembali ke jendela. Pandangannya kosong menatap taman, tapi pikirannya sudah berkelana jauh, merajut rencana.

“Bapak tahu...” suara Arga kembali terdengar, kali ini lebih pelan, “yang membuat Nona Keira berbeda sekarang bukan karena dia hilang ingatan. Tapi karena ada seseorang yang benar-benar berdiri di sisinya. Revan membuatnya merasa pantas diperjuangkan. Dan itu, Pak... adalah hal yang paling berbahaya.”

Leo menghela napas berat, matanya menyipit. “Jadi apa yang harus kulakukan?”

“Buat dia percaya bahwa hanya Bapak yang bisa melindunginya,” jawab Arga mantap. “Kalahkan Revan bukan dengan kekuatan... tapi dengan citra. Dengan perhatian. Dengan luka yang terlihat palsu tapi terasa nyata.”

Leo menoleh, tatapannya kembali menyala.

Arga tersenyum kecil, sarat perhitungan. “Saat Nona Keira menjatuhkan pertahanannya... saat itulah Bapak bisa mengambil kembali semuanya.”

Leo mengangguk pelan. “Baik. Aku akan bermain lebih sabar.”

.

.

.

Bersambung...

1
Dedet Pratama
luar biasa
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
iqueena: sharelok sharelok
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 2 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Kutipan Halu: iyaa kak greget jugaa kalau lemah muluuu, org kek leo emng hrs di kasih paham😄😄
total 1 replies
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Kutipan Halu: diaa memilih abnormal kak☺☺
total 1 replies
Pandandut
mending ngaku aja sih
Kutipan Halu: emng bisaa ya kak, kan udh terlanjut bohong gituu org2 udah juga pada percaya, klu aku jadi keira sih juga pasti ngambil jln dia juga😭😭
total 1 replies
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
Kutipan Halu: waspada selalu kak☺
total 1 replies
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!