Tes Tes Tes
Air mata Airin tertahankan lagi ketika mendapatkan tudingan yang begitu menyakitkan dari sang ayah.
Bahkan pipinya memerah, di tampar pria yang begitu dia harapkan menjadi tempat berlindung, hanya karena dia mengatakan ibunya telah dicekik oleh wanita yang sedang menangis sambil merangkulnya itu.
Dugh
"Maafkan aku nona, aku tidak sengaja"
Airin mengangguk paham dan memberikan sedikit senyum pada pria yang meminta maaf padanya barusan. Airin menghela nafas dan kembali menoleh ke arah jendela. Dia akan pulang, kembali ke ayah yang telah mengusirnya tiga tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Sakit tapi tak Berdarahh
Airin masih menyelesaikan pekerjaannya. Sebenarnya beberapa jam hari ini Airin lewati dengan perasaan sangat tidak tenang. Samuel sama sekali tidak kembali ke kantor, bahkan tidak juga memberinya kabar.
Airin sebenarnya tidak mau berharap banyak, tapi dia juga tidak bisa menganggap semua ini seperti angin. Dia sudah cukup terganggu dengan Samuel. Dia meyakini itu sekarang.
Ketika pria itu tidak ada kabar selama berjam-jam ini. Airin merasa gelisah, tak tenang. Kerja pun tidak konsentrasi. Berbeda dengan ketika dia tidak memikirkan siapapun, sesulit apapun pekerjaan tidak akan membuatnya menghela nafas dan mengeluh.
Airin menoleh ketika Billy masuk ke dalam ruangannya. Tadinya dia pikir itu Samuel.
"Senior" panggil Airin.
Dan wajah Billy terlihat tidak baik-baik saja.
Airin yang melihat itu berdiri dan menghampiri Billy.
"Senior, ada apa?" tanya Airin penasaran.
Meski hati Airin juga mulai merasa tidak tenang. Tapi, dia mencoba untuk tidak memperlihatkan semua itu pada Billy.
"Airin, tuan minta kita datang ke restoran. Menjemputnya" kata Billy yang sepertinya untuk mengatakan hal itu pada Airin sangat berat.
Tapi, sejak awal. Airin memang hanya ingin memanfaatkan Samuel. Apa yang harus membuatnya melibatkan perasaannya dalam hal ini.
"Aku akan simpan laporan sebentar" kata Airin kembali ke meja kerjanya.
Setibanya di restoran, Airin dan Billy turun bersama. Airin juga tidak mengerti, kenapa menjemput Samuel saja dia harus ikut masuk ke ruangan VIP restoran terkenal itu.
Begitu pintu dibuka oleh Billy, Airin bisa melihat Samuel duduk di belakang meja bundar besar dan mewah itu. Dan ketika Billy membuka lebar pintu itu, lalu masuk bersama Airin. Vivi segera merangkul lengan Samuel.
"Mereka sudah datang, apa kamu tidak mau membagi kebahagiaan kita dulu pada mereka sebelum pergi. Kalau tidak biar aku saja yang memberitahu kabar gembira ini pada mereka. Boleh kan paman?" tanya Vivi pada Antonio yang juga ada disana.
"Tentu saja" ujarnya sekedarnya saja.
"Airin, Billy. Minggu depan aku dan Samuel akan menikah!" Vivi sangat senang mengatakan semua itu pada Airin.
'Lihat Airin, pada akhirnya. Yang selamanya akan tersingkir itu adalah kamu. Kamu itu pecundang!' batin Vivi yang merasa telah menang.
Samuel melihat dengan tatapan yang begitu tajam ke arah Airin. Mencoba mencari kesedihan dan kecemburuan di raut wajah wanita yang membuatnya tertarik pada pertemuan pertama mereka itu. Tapi, kenyataannya. Setelah Vivi mengatakan kata-kata itu. Airin sama sekali tidak menunjukkan respon apapun.
Wajahnya, ekspresinya masih sama seperti saat dia masuk tadi. Bahkan ketika dia masuk, dia sama sekali tidak terkejut melihat Samuel makan malam dengan ayahnya, juga keluarga Rahardian.
Billy malah yang merasa begitu sedih. Sejak dulu dia tidak pernah suka pada Vivi. Wanita itu selalu bicara lain di depan Samuel lain di depannya. Tapi, dia juga tidak berhak mengatakan apapun selain menjawab pertanyaan yang diajukan atau di perintahkan oleh Samuel.
Billy menoleh ke arah Airin. Dia melihat Airin sama sekali tidak merasa terganggu dengan ucapan Vivi itu.
"Airin" panggil Billy perlahan.
Airin menoleh ke arah Billy.
"Senior, mari kita ucapkan selamat untuk paman!" kata Airin sambil tersenyum.
Samuel mengepalkan tangannya begitu kuat. Airin tidak tampak seperti orang yang sedang cemburu. Entah kenapa dia yang tadinya merasa takut menyakiti hati Airin, malah di buat tidak terima dengan ekspresi tenang Airin itu.
Airin melihat satu persatu orang yang tengah duduk dan sudah selesai menikmati hidangan mewah di depannya itu. Tuan Antonio, yang sejak tadi seolah enggan melihat ke arahnya. Atau mungkin memang pria itu masih tampak enggan melihat semua orang. Dia hanya duduk diam, tatapannya tidak fokus dan cenderung melihat ke benda yang tidak mungkin menanggapinya.
Lalu ke arah Felix, ketika tatapan Airin tertuju ke arah Felix. Airin sudah sama sekali tidak merasakan rasa sakit itu. Mungkin dia sudah berdamai dengan hati dan perasaannya. Tamparann demi tamparann, dan kenyataan Felix selalu berpihak pada Susan dan Vivi. Membuatnya tak lagi mengiba kasih sayang dan kepercayaan Felix lagi.
Dan pria itu, juga tak menatap ke arahnya. Felix juga memalingkan wajahnya dan pandangannya dari Airin.
Lalu Susan dan Vivi. Ketika Airin melihat ke arah Susan dan Vivi. Kedua wanita itu tampak seperti seseorang yang tengah memenangkan pertempuran besar. Mendapatkan hadiah besar atas kemenangan mereka. Dan senyuman puas dari keduanya, mengisyaratkan kalau keduanya memang tengah menertawakan Airin saat ini.
Lalu pria yang paling tengah duduk di sana. Airin menoleh ke arah Samuel. Tak seperti saat melihat ke arah yang lain. Begitu Airin menatap Samuel yang juga tengah menatapnya, Airin tersenyum begitu manis.
"Bos, selamat atas pernikahanmu dengan bibi Vivi...."
Brakk
Ucapan Airin tidak bisa dia lanjutkan, ketika Samuel berdiri dengan begitu cepat. Membuat kursi yang ada di belakangnya sampai terjungkal jatuh karena dorongan tiba-tiba dan begitu kuat dari Samuel.
Tanpa bicara, Samuel bahkan langsung keluar dari tempat itu.
"Kami permisi" kata Billy menyenggol lengan Airin dan berbalik pergi.
Airin juga membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu berbalik dan pergi dari tempat itu mengikuti langkah Billy.
Saat melihat Samuel mengganjal pintu lift dengan sepatunya. Billy melihat ke arah Airin dan mengajaknya masuk ke sana bersama.
Pintu lift itu tertutup. Airin berdiri di depan Samuel, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Samuel.
"Tidak ingin bertanya?" tanya Samuel yang sejak tadi sudah berusaha menahan dirinya untuk bicara pada Airin.
Airin tidak menggubris ucapan Samuel itu. Billy yang berada di antara kedua orang yang sama-sama sedang memancarkan aura hitam itu merasa bulu kuduknya berdiri semua.
'Aku berada di situasi macam apa ini?' batin Billy.
Tangan Samuel terkepal. Billy bisa melihat itu. Billy pun menoleh ke arah Airin.
"Airin, tuan sedang bicara padamu" kata Billy dengan suara yang agak gemetaran.
Lantai itu cuma 4, tapi kenapa rasanya lama sekali di dalamnya, itu yang ada di otak Billy. Dia sungguh ingin segara keluar dari lift ini.
Ting
Pintu lift terbuka, bahkan ketika pintu lift terbuka. Airin sama sekali tidak memperdulikan Samuel dan beranjak pergi begitu saja meninggalkan Samuel.
Billy sampai berkeringat dingin. Berada di sampingnya saja, hawanya sudah mengerikan begini. Entah apa yang saat ini sedang di rasakan oleh Samuel.
***
Bersambung...