Valda yang saat itu masih SD, jatuh cinta kepada teman dari perumahan seberang yang bernama Dera. Valda, dibantu teman-temannya, menyatakan perasaan kepada Dera di depan rumah Dera. Pernyataan cinta Valda ditolak mentah-mentah, hubungan antara mereka berdua pun menjadi renggang dan canggung. Kisah pun berlanjut, mengantarkan pada episode lain hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achmad Aditya Avery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Baru
Terlintas dalam pikiran, Dera memang tidak berniat bertemu, tapi itu tidak membuat kami menyerah. Kami memanggil dan terus memanggil agar Dera mau keluar. Sekitar lima menit lamanya, akhirnya Dera keluar rumah kembali.
Kami cukup senang akhirnya dia keluar juga, meskipun raut wajahnya terlihat lebih kesal dibanding sebelumnya. Sudahlah, ini kesempatan kami untuk segera minta maaf.
“Hmm, Ra, kami mau minta maaf karena telah membuatmu kesal beberapa waktu lalu,” pintaku.
“Aku marah, karena seharusnya kamu tidak menyukaiku, karena kita adalah teman,” ucap Dera.
“Ra, kami minta maaf, bukan maksud kami seperti itu,” kata Rey.
“Bodoh, kamu juga Rey! Kenapa membantu Valda melakukan ini semua?” tanya Dera.
“Aku tidak tahu akan jadi seperti ini, tapi menurutku jujur lebih baik ‘kan, Ra?” jawab Rey.
“Aku tahu jujur itu baik, tapi jika seperti ini, maka akan membuat pertemanan kita menjadi hancur, kacau pokoknya. Kalian mengerti itu ‘kan, Val, Rey?” tanya Dera.
“Valda, aku menghargai perasaanmu tapi ini bukan waktunya untuk itu. Maafkan aku selama ini mungkin terlalu banyak memperhatikanmu, sehingga perasaan itu lahir di benakmu, tapi kamu tahu, aku sudah suka dengan seseorang dan dia bukan berada di lingkaran pertemanan kita. Ingat itu, itu sebabnya aku menutup hati untukmu,” lanjut Dera.
Oh begitu rupanya, paham sekarang. Baiklah mungkin dia benar, aku yang salah terlalu cepat memunculkan perasaan ini. Aku minta maaf padanya dan minta dia menganggap perasaan ini tidak pernah ada.
Dia pun memaafkan aku dan Rey, tidak ada lagi perasaan cinta untuknya, meskipun kenyataan tidak semudah itu menghilangkannya. Aku pulang ke rumah, Mama langsung menyambut dengan tangan dilipat di dada. Mata yang tajam itu memandangku.
“Ke mana saja kamu Val?” tanya mama.
“Main Ma, tadi lupa enggak lihat jam, jadi keterusan,” kataku sambil nyengir kuda. Jelas saja tidak lihat jam, mau lihat jam siapa? Aku dan Rey tidak pegang jam.
“Jangan diulang lagi, awas kamu besok pulang jam segini lagi! Mau jadi kalong kamu?”
“Iya Ma,” kataku sambil berjalan mengambil handuk untuk mandi.
Keesokan harinya kami mulai bermain bersama seperti sediakala kembali. Segala peristiwa yang terjadi menegaskan hati untuk tidak terlalu cepat mengungkapkan perasaan apalagi dengan teman sendiri.
Tidak ingin rasanya peristiwa kemarin terulang lagi. Hampir saja kehilangan teman baik. Dera kembali seperti biasa, bermain dengan riang. Kami berhasil menghilangkan batas pertemanan yang kemarin sempat menjadi penghalang.
Dua tahun berlalu, kini aku sudah menginjak kelas satu SMP di salah satu SMP swasta di Tangerang. Waktu pertama masuk sekolah dan mencoba menikmati hari baru di SMP, rasanya seperti orang awam. Sewaktu SD, mana paham aku tentang style atau apa pun namanya.
Baru sadar, dahulu teman SD sering bertanya ‘Apa band favoritmu?’ aku yang tidak mengerti tentang hal itu, mencoba menguping jawaban orang lain. Aku suka band Ungu, padahal tidak tahu Ungu itu apa? Sebuah warna? Bahkan arti dari band saja tidak paham. Payah juga kalau diingat-ingat.
Pada acara perpisahan SD, di saat yang lain sibuk dengan telepon genggam atau handphone yang amat canggih, foto bersama, dan saling berbagi nomor handphone untuk terus berkomunikasi. Namun aku, jangankan mengetahui bahwa handphone sudah ada kameranya, bahkan lagi-lagi tidak tahu apa itu handphone.
Sulit karena sewaktu SD terlalu tertutup, bahkan sifat itu masih ada sampai SMP. Masih belum yakin juga nasib diri ini di SMP walaupun beberapa ada teman TK dan SD tapi kelihatannya mereka juga tidak saling peduli. Mereka sibuk dengan teman mereka yang baru.
Apa memang aku yang tidak bisa bergaul atau mereka yang sengaja tidak ingin bergaul dengan orang culun ini? Masa orientasi menandakan awal masuk sekolah. Selama seminggu, kami para murid baru diberi pelatihan dan dikenalkan dengan kehidupan SMP, dengan bumbu peraturan-peraturan yang aneh.
Mulai dari masuk sekolah jam 6, tidak boleh naik kendaraan apa pun atau sama saja harus jalan kaki dengan jarak minimal satu kilo dari sekolah. Memakai kaus kaki bola belang, topi sarjana yang terbuat dari karton, empeng yang biasa digunakan untuk bayi, membawa cokelat, dan perlengkapan aneh lainnya.
Seminggu berlalu, masa orientasi selesai dengan acara tidak jelas dan membosankan, yang penting hari ini sudah resmi menjadi siswa SMP. Hari pertama menjadi siswa SMP masih sangatlah kaku, ke mana-mana sendirian, tidak punya teman.
Seakan-akan tidak mengenal siapa pun di sini, padahal banyak teman-teman yang masuk SMP ini juga. Jam 7, kami selesai pengarahan pagi, dilanjutkan dengan pembagian kelas. Kebagian masuk di kelas 7E, perasaan ini tidak enak. Acara berikutnya adalah pengenalan dengan teman sekelas.
Malas sekali bagian ini. Sulit rasanya kenal dengan orang baru, memulai percakapan, membangun hubungan pertemanan. Merinding rasanya melihat seisi kelas. Mereka kebanyakan sudah saling mengenal, sedangkan aku hanya duduk di bangku depan, karena tempat duduk lain sudah diisi. Apa boleh buat?
Guru pun datang dan murid-murid kembali ke tempat duduk masing-masing. Ada yang sedang asyik ngobrol dengan teman sebangku, bahkan ada juga yang sudah memiliki kelompok tersendiri. Rasanya seperti orang asing di sini.
“Selamat pagi, Anak-anak. Bapak adalah wali kelas kalian di sini. Nama Bapak, Marda Susanto. Kalian boleh memanggil Bapak dengan sebutan Bapak Mar. Mulai sekarang kalian adalah keluarga di sini. Tetap rukun dan saling menghormati teman sekelas kalian ya. Untuk permulaan, Bapak minta kalian semua berdiri! Bapak ingin melihat kalian saling berkenalan,” ucap Bapak Mar.
Semua murid berdiri termasuk aku. Semua terlihat saling berjabat tangan, sementara diri ini masih saja kaku seperti bihun kering. Mencoba mencari teman yang pendiam juga, tetapi rasanya tidak ada.
Semua saling berkenalan, santai dan membaur. Tiba-tiba seseorang menyentuh pundak ini. Aku dikagetkan dengan seorang murid laki-laki. Dia mengajakku berjabat tangan, dia memperkenalkan diri.
“Aku Deco, kamu siapa?” tanya laki-laki itu.
“Aku Valda, salam kenal ya,” jawabku.
“Iya salam kenal ya, asal sekolahmu dari mana?” tanya Deco.
“Dari SD Inosa, kamu?” tanyaku kembali.
“Aku dari Kelapa Dua,” jawabnya.
“Oh, Kelapa Dua ya.” Hanya bisa berpura-pura tahu daerah itu, padahal sama sekali tidak pernah mendengar nama Kelapa Dua. Maklum kurang jauh mainnya.
Setelahnya kami memutuskan untuk duduk sebangku. Dia lumayan ramah, kebetulan kami memiliki kesamaan, sama-sama menyukai Power Ranger. Akhirnya dapat juga teman mengobrol di awal sekolah SMP ini. Kemajuan yang lumayan.
Beberapa hari kemudian, aku dan Deco pergi ke kantin, kami masih saja heboh melanjutkan obrolan sebelumnya. Kami bahkan merencanakan untuk pergi membeli DVD Power Ranger terbaru dari mulai episode satu sampai habis sepulang sekolah nanti dan kami akan menontonnya bersama. Ya harganya memang mahal sih, tapi sudahlah semoga bisa terbeli. Kalau tidak ya tinggal pulang saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...