Rumah?
Ayra tidak memiliki rumah untuk benar-benar pulang. Rumah yang seharusnya menjadi pelukan hangat justru terasa seperti dinding-dinding dingin yang membelenggunya. Tempat yang semestinya menjadi surga perlindungan malah berubah menjadi neraka sunyi yang mengikis jiwanya.
Siapa sangka, rumah yang katanya tempat terbaik untuk pulang, justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana harapan perlahan sekarat.
Nyatanya, rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Kadang, ia lebih mirip badai yang mencabik-cabik hati tanpa belas kasihan.
Ayra harus menanggung luka batin yang menganga, mentalnya hancur seperti kaca yang dihempas ke lantai, dan fisiknya terkikis habis, seakan angin menggempurnya tanpa ampun. Baginya, rumah bukan lagi tempat berteduh, melainkan medan perang di mana keadilan tak pernah berpihak, dan rumah adalah tangan tak terlihat yang paling kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIAPA ANAK SULUNG ALEDRICK?
HAPPY READING
Rumah sakit, ruang perawatan vip Kaliyah.
Kaliyah terlihat menikmati makanan yang di bawahkan oleh Syan, setelah sadar dari obat biusnya gadis cantik namun licik itu masih tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan jahitan pada kepalanya.
"Bund, aku udah kenyang. Ngak mau lagi,” kata Kaliyah. Menggeleng saat Vynessa hendak menyuapinya lagi.
“Tinggal sedikit lo sayang, lagi ya.” Vynessa tetap menyodorkan sendok makan kepada mulut Kaliyah.
Kaliyah menutup mulutnya dengan satu tangannya, menggeleng kuat menolak makanan itu karena perutnya memang sudah sangat penuh. “Ngak bunda, aku udah kenyang.”
“Isss, kamu ini.” Vynessa menyerah. Membereskan wadah makanan Kaliyah, lalu menyimpannya.
Vynessa duduk di sebelah Kaliyah, meraih telapak tangan putrinya yang bebas dari infus lalu mengusapnya pelan. Menyalurkan kehangatan lewat usapan lembut itu, tersenyum saat Kaliyah menatapnya.
“Ini untuk yang terakhir kalinya kamu luka, bunda ngak mau kamu luka seperti kemarin. Bunda takut sayang, jadi tolong jangan buat bunda sama ayah khawatir,” jelas Vynessa begitu perhatian.
Kaliyah mengangguk cepat dan membalas genggaman Vynessa. “Siap bunda, aku janji ngak akan lagi buat bunda dan ayah khawatir. Ini untuk yang terakhir kalinya,” sahutnya.
Vynessa tersenyum kecil, putrinya sudah besar dan rasanya baru kemarin dia menyusui anaknya ini. “Pintar, sekarang minum obatnya lalu kembali istirahat biar kamu cepat pulang.”
Kaliyah mengangguk lagi, dia bukan tipe anak manja yang sulit menelan obat. “Oke bund.”
Tok, tok, tok
Pintu ruangan itu terbuka dengan lebar setelah diketuk beberapa kali, terlihat tubuh seorang pria yang menjulang tinggi dengan paras yang rupawan menatap kedua pasangan ibu dan anak itu dengan wajah datarnya.
Langkah kaki panjangnya membawa masuk dirinya ke dalam ruangan itu, dengan gerakan pelan melepaskan kaca mata hitam hingga tampaklah tatapan elang milik pria itu.
“A-bang,” lirih Vynessa menatap sosok yang menjulang tinggi di depannya.
“ABANG!”
&&&
Olympus School dihebohkan dengan kedatangan salah satu donatur yang memiliki peran penting dalam perkembangan sekolah besar dan megah ini, bahkan mereka dibuat takjub dengan sosok yang berwibawa dan tegas itu ketika berjalan dengan aura yang kental akan kemewahan.
“Buset, bau duitnya sampai kecium.”
“Astaga, pak Syan ngak ada niatan angkat anak gitu? Gue siap jadi anak angkatnya.”
“Ganteng banget.”
“Bau-bau duitnya ngak ada tandingannya ini mah.”
“Sumpah, laki orang emang semenggoda ini ya?”
Pekikan dan bisikan dari siswa tidak membat Syan risih, langkah basarnya tetap membawanya ke salah satu ruangan sekolah ini dengan tujuan menghadiri sidang osi yang melibatkan putrinya sebagai korban.
Hingga Syan berpapasan dengan putranya yaitu Maverick.
“Ayah datang?” Tanya Maverick. Dia hanya seorang diri tanpa ada keempat sahabatnya karena mereka sedang latihan untuk persiapan turnamen nanti.
“Hum, kemana seragam mu? Kamu bolos?” Tanya Syan penuh selidik kepada Maverick yang hanya mengenakan kaos hitam lalu celana sekolahnya.
Maverick mengangkat kedua bahunya. “Latihan basket ayah, Verick lupa bawah baju ganti.”
Syan mendengus pelan. “Lalu, kenapa kamu masih di sini?”
“Suka-suka Verick lah,” balasnya dengan wajah yang menurut Syan sangat jelek.
Syan melihat arlojin mahal pada pergelangan tangan kirinya, lalu kembali menatap Maverivk. “Ayah sudah terlambat, kamu kembali latihan lagi dan jangan coba-coba untuk bolos.”
Bolos? Maverick rasa ayahnya memang tidak pernah memantau perkembangannya di sekolah, ayahnya tidak tahu seberapa sering dia bolos bersama empat sahabatnya.
“Siap.” Maverick memberikan hormat kepada Syan. Anak itu memang hangat pada semua keluarganya.
Syan hendak meninggalkan Maverick, tapi dia kembali menatap putranya. “Abang kamu sudah pulang,” katanya lalu meninggalkan Maverick.
“Bang Rykar?” Maverick tersenyum penuh arti menatap punggung ayahnya yang sudah hilang di balik pintu di depannya. “Hukuman kedua mu sudah menanti anak sial.”
&&&
Vynessa dan Kaliyah tidak berhenti menatap sosok laki-laki berwajah tampan di depan mereka yang tengah duduk dengan kedua kaki saling menyilang.
“Ayah kemana?” Tanyanya dengan suara serak basah dan dalam.
“Owhhh, ayah kamu sedang menghadiri sidang osi di sekolah adik kamu,” jawab Vynessa.
“Bang Rykar ngak berubah ya, masih aja dingin sebelum berangkat ke Kanada. Eee pas pulang lagi kok abang malah semakin dingin si auranya,” tutur Kaliyah.
Mari kita berkenalan dengan anak sulung Aledrick ini.
Perkenalkan dia adalah Rykar Alvaro Aledrick anak sulung Syan dan Vynessa yang telah lama tinggal berpisah dengan keluarganya untuk merintis bisnisnya sendiri di Negara orang yaitu Kanada.
Rykar memiliki wajah sama dengan Syan sangat mirip hingga Vynessa tidak mendapatkan bagian, rahang yang tegas, mata tajam bak burung elang, hidung mancung, alisnya sedikit tebal dan memiliki gaya rambut quiff yang menambah kesan sempurna.
Dengan tinggi sekitar 180 cm, menjadikan Rykar sosok idaman para wanita mana pun. Umurnya hampir kepala tiga, merintis perusahaannya dengan sedikit bantuan dari Syan mengantarkannya menjadi seorang Ceo muda.
“Kenapa?” Tanya Rykar dengan alis terangkat menatap Kaliyah.
Kaliyah menatap Rykar dengan wajah polos. “Ha? Apa yang kenapa?”
Rykar berjalan menuju Kaliyah, menatap adiknya sebentar dengan tangan kanan yang perlahan mengusap rambut adiknya penuh kasih sayang.
“Jangan buat abang khawatir,” ucapnya dengan tulus.
Kaliyah sedari kecil sudah berlimpah kasih sayang dari keluarganya, bahkan kasih sayang dan cinta dari mereka membuat Kaliyah tumbuh menjadi gadis manja dengan ego yang besar. Berbeda lagi dengan Ayra, gadis cantik itu tumbuh tanpa peran dari keluarganya.
“Heheh, ngak lagi abang.”
“Anak itu yang membuatmu seperti ini?”
&&&
Sidang Osi sedang berlangsung dengan aura yang sedikit berbeda dari sidang hari-hari sebelumnya, mungkin karena untuk pertama kalinya sidang ini dihadiri oleh seorang pengusaha kelas atas dan juga seorang yang memiliki peran penting dalam kontribusinya di Olympus School.
“Ayra, bapak tanya sekali lagi.” Bambang menggeram tertahan saat anak didiknya ini enggan menjawab.
“Apakah benar kamu dengan senga mendorong Kaliyah hingga terjatuh dari tangga?”
Lagi, helaan Bambang kembali terdengar saat gelengan kepala dari murid yang hanya bisa menunduk dalam karena menghindari tatapan tajam Syan.
“Nak,” panggil Sulis. Menatap Ayra penuh Arti. “Tidak sopan menunduk terus,” tegurnya dengan nada halus.
Ayra mengambil napas panjang, lalu memberanikan diri untuk menatap semua guru dan juga Syan walau dihantui rasa ketakutan. Seolah semua yang ada di ruangan ini akan menghakiminya tanpa ingin mencari bukti, sepertinya hal buruk akan segera menimpanya.
“Maaf pak Syan, anak ini memang sangat sulit diajak-,”
Syan mengangkat tangannya di depan wajah Bambang, menyuruhnya berhenti berbicara yang semakin membuatnya muak. Syan menatap Ayra dengan wajah datarnya, bola matanya memerah sejak tadi.
“Sengaja atau tidak sengaja, saya ingin anak ini dikeluarkan dari sekolah ini.”
Deg
Ayra, Sulis, Melati dan Bambang menatap Syan dengan tatapan kagetnya. Bagaimana bisa pria itu dengan ringan mengatakan hal demikian?
“P-pak Syan, hahah... saya pikir anda salah mengucapkan kalimat itu pak,” sahut Sulis bergantian menatap Ayra lalu Syan.
Syan masih menatap Ayra, lalu menjawab. “Tidak, sepenuhnya saya sadar dengan ucapan saya.”
Ayra terdiam, seolah waktu berhenti. Kalimat Syan menghantinya, bagaimana mungkin dia dikeluarkan dari sekolah atas tuduhan tidak berdasar ini. Lalu, jika dikeluarkan kemana dia harus melanjutkan sekolahnya? Bersekolah di Olympus School dengan beasiswa dari Syan membuat Ayra selalu bersyukur, tetapi apa ini?
“Anak saya harus menjalai operasi kemarin karena ulah anak itu, jadi saya ingin pihak sekolah mengeluarkannya dari sekolah ini atau...,”
Ayra menunggu kelanjutan kalimat ayahnya, degup jantungnya berdetak cepat.
MALAM TERAKHIR RAMADHAN, NGAK KERASANYA KITA BENTAR LAGI PISAH SAMA BULAN RAMADHAN INI. SEMOGA TAHUN DEPAN KITA BISA BERTEMU LAGI DENGAN BULAN RAMADHAN INI.
SEGITU DULU YA
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA 👋👋👋
keren ceritanya 👍
singgah juga di novelku ya Thor
thor . . bantu dukung karya chat story ku ya " PUTRI KESAYANGAN RAJA MAFIA "