"Aku tidak menerima pernikahan ini. Aku nggak cinta sama kamu, apalagi di usiaku yang masih muda sudah harus mengurus seorang anak!"
Bianca, gadis manja dan pecicilan harus dipaksa kedua orang tuanya untuk menikahi seorang duda beranak 1.
Ia yang tidak suka akan perjodohan tentu saja menolak, apalagi ditambah dengan seorang duda memiliki anak. Bianca tidak siap menjadi ibu sambung.
Akan tetapi paksaan tetap paksaan, ia akhirnya menikah dengan pria dewasa yang merupakan tetangganya saat ia kecil.
Bianca yang tidak cinta justru sebaliknya dengan sang duda, Raka Dewangga. Pria itu mencintai Bianca sejak gadis itu masih duduk di bangku SMP.
Ia yang ditawarkan untuk menikahi anak tetangga nya dulu tentu saja tidak menolak, Raka bertekad akan membahagiakan Bianca.
Akankah Bianca luluh dengan cinta Raka dan menerima semua takdirnya? Atau ia malah kabur bersama sang kekasih karena tidak siap menjadi ibu sambung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apapun demi istri
Setelah makan dan Bianca bersih-bersih, kini gadis itu sedang bersiap-siap untuk jalan-jalan di sekitar pantai, seperti yang Raka katakan tadi.
Bianca masih duduk di depan meja rias, sementara Raka sedang telponan dengan temannya.
Bianca memakai lotion agar kulitnya tidak kering karena keseringan kena AC, tidak lupa juga ia menyemprotkan parfum ke beberapa titik tubuhnya.
"Sayang, sudah selesai?" tanya Raka tanpa menatap Bianca dan masih menatap ponselnya.
"Hmm, sudah." Jawab Bianca singkat.
Raka menyimpan ponselnya di kantong celana, ia lalu mengulurkan tangannya kepada sang istri.
"Ayo." Ajak Raka dan Bianca tidak menolak.
Bianca memegang tangan Raka, lalu bangkit dari duduknya. Mereka berdua pun keluar dari kamar.
Keduanya sudah semangat untuk jalan-jalan di sekitar pantai, sayangnya cuaca tidak mendukung mereka. Saat keduanya sampai di bawah, hujan malah turun deras.
"Hujan, Sayang." Ucap Raka.
Bianca menekuk wajahnya, ia sedih karena tidak bisa berkeliling pantai, padahal ia sedang sangat ingin.
Raka yang menyadari perubahan wajah istrinya lantas tersenyum. Ia menangkup wajah cantik sang istri lalu mengusapnya lembut.
"Mau tetap jalan-jalan di pinggir pantai?" tanya Raka lembut.
Bianca menganggukkan kepalanya, dan lagi-lagi pandangannya terkunci pada mata pria itu yang sangat mempesona.
"Tunggu disini ya, nanti saya kembali." Tutur Raka seraya mendorong istrinya untuk duduk di sofa yang ada di lobby hotel.
Bianca menurut saja, ia tidak tahu apa yang akan Raka lakukan. Yang jelas saat ini Bianca berharap agar Raka tetap mau mengajaknya jalan-jalan ke pinggir pantai.
"Hujan kenapa turun sekarang sih, aku kan mau jalan-jalan." Gumam Bianca sedih.
Bianca menghela nafas pelan, ia menatap ke sekitar dimana banyak orang yang masuk ke dalam hotel karena hujan.
Mereka semua pasti juga sedang asik menikmati angin pantai di malam hari, tapi karena hujan jadi tidak bisa menikmati lebih lama.
Tidak lama kemudian Raka datang, pria itu langsung mengulurkan tangannya kepada sang istri yang masih belum menyadari keberadaannya.
"Sayang, ayo kita jalan-jalan." Ajak Raka dengan penuh senyuman.
Bianca menatap Raka bingung dan penuh tanya. "Tapi kan hujan, Mas." Kata Bianca mengingatkan.
"Ada payung." Sahut Raka menunjuk payung merah jambu di tangannya.
Bianca bangkit dari duduknya, gadis itu tanpa sadar tersenyum lebar bahkan sampai tertawa melihat apa yang suaminya bawa.
"Mas, kamu dapat dari mana benda ini?" tanya Bianca tertawa pelan.
Raka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia jadi malu sendiri untuk menjawab pertanyaan istrinya.
"Dari pelayan hotel, kan kamu mau tetap jalan-jalan." Jawab Raka malu-malu.
Bianca tertawa lagi, sebegitu excited nya Raka untuk memenuhi keinginannya, bahkan sampai rela mencari payung agar mereka bisa jalan-jalan.
"Sudah ayo, tapi jangan lama-lama ya." Tutur Raka dan Bianca hanya bisa mengangguk.
Raka menggenggam tangan sang istri lalu mengajaknya keluar. Sebelum melangkah lebih jauh, ia membuka payung yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
"Ya ampun sampai rela begini demi jalan-jalan ke pantai." Gumam Bianca.
"Ayo, Sayang." Raka merengkuh pinggang ramping istrinya agar tidak terlalu jauh dan bajunya basah.
Bianca menjauhkan tangan Raka, lalu memberikan tatapan tajam yang malah membuat Raka tertawa.
"Serem banget sih, Mami Bia. Papi jadi takut," celetuk Raka tersenyum lebar.
Bianca tidak membalas, ia menggandeng tangan Raka yang tidak memegangi payung.
Mereka berdua pun berjalan menyusuri pantai dibawah guyuran air hujan. Ternyata masih banyak orang yang memilih hujan-hujanan daripada beranjak dari pantai.
"Lihat kan, mereka semua saja hujan-hujanan." Ucap Bianca menunjuk ke arah pantai dimana banyak orang.
"Hmm, tapi saya nggak akan biarin kamu kehujanan, apalagi sampai sakit." Balas Raka begitu hangat.
Bianca menatap Raka, ia hendak membalas ucapan suaminya, namun tatapannya teralihkan ke arah bahu Raka yang terkena air hujan.
Bianca lalu menoleh ke bahunya sendiri, ia tidak terkena hujan sama sekali. Bianca mengerti, Raka terlalu menggeser payung ke arahnya agar tidak kehujanan.
"Mas, bisa pegang payung nggak sih?" Tanya Bianca kesal.
Bianca hendak mengambil alih, namun Raka menggeleng. "Saya kehujanan nggak apa-apa, tapi kalo kamu jangan." Ucap Raka.
Bianca menyipitkan matanya. "Kenapa begitu?" tanya Bianca bingung.
"Kamu terlalu berharga buat saya, Bia. Saya nggak mau air hujan buat kamu sakit nantinya." Jawab Raka jujur.
Bianca mendengus. "Kalo nggak mau aku sakit, harusnya nggak usah rela cari-cari payung." Ketus Bianca.
"Saya hanya ingin mewujudkan keinginan kamu, Bia. Jika keinginan kamu yang sederhana saja tidak saya turuti, bagaimana saya akan membahagiakan kamu." Jelas Raka dengan penuh kelembutan.
Bianca lagi-lagi nyaris tersedak air liurnya sendiri, ia menatap Raka yang pandai sekali merangkai kata-kata sampai membuatnya bungkam.
"Mau beli sesuatu?" tanya Raka menawarkan.
Bianca menganggukkan kepalanya. "Aku mau beli itu." Ucap Bianca menunjuk sebuah gerobak makanan yang proses pembuatannya dibakar.
Sepertinya itu sosis dan teman-temannya yang dibuat dengan cara dibakar.
"Baiklah, ayo kesana." Ajak Raka menarik tangan istrinya lembut.
Bianca ikut saja. Mereka pun memesan makanan yang Bianca inginkan, ternyata itu adalah Korean street food. Entahlah bagaimana bisa tukang dagang itu disana.
Saat sedang menunggu pesanan mereka, Raka meminta Bianca memegang payungnya, namun tiba-tiba payung yang Bianca pegang terbang begitu saja.
"Yahh, Mas. Payungnya," ucap Bianca.
Raka mendorong Bianca untuk berteduh di bawah payung milik si pedagang.
"Mbak, saya titip istri saya sebentar ya. Jangan sampai kehujanan," tutur Raka.
Setelah mengatakan itu Raka pun hujan-hujanan untuk mengambil payung yang terbang.
"Mbak, suaminya cinta banget ya? Sampai nggak rela istrinya kehujanan." Ucap mbak-mbak pedagang itu.
"Kelihatan banget ya, Mbak?" tanya Bianca balik.
Bukan tanpa maksud Bianca bertanya, namun ia hanya ingin mendengar pendapat orang. Jika orang lain saja bisa melihat cinta Raka untuknya, lantas kenapa dia tidak bisa.
"Mbak beruntung banget. Udah ganteng, cinta banget lagi kayaknya." Kata si pedagang itu.
Sepertinya penjual ini bukan berasal dari Bali, karena dari caranya bicara ia seperti orang Jawa.
Bianca hanya tersenyum mendengar penuturan pedagang ini, ia lalu beralih menatap Raka yang sudah berhasil mendapatkan payungnya.
"Nggak kena hujan kan kepalanya?" tanya Raka mengusap-usap puncak kepala sang istri.
Bianca hanya menggeleng, ia lalu berpindah ke payung yang suaminya pegang.
"Baju kamu basah semua, Mas." Ucap Bianca pelan.
Raka menoleh. "Nggak apa-apa, nanti bisa ganti baju." Balas Raka.
"Atau kamu mau gantiin baju aku?" tanya Raka usil.
Bianca melotot, ia mencubit lengan Raka yang selalu saja membuat jantungnya tidak karuan.
"Bercanda, Sayang." Bisik Raka lembut.
Pesanan mereka pun jadi. Raka lekas membayarnya kemudian pergi.
"Balik ke hotel aja." Ucap Bianca.
"Udah puas jalan-jalannya?" tanya Raka.
Bianca menggeleng. "Belum, tapi baju kamu basah semua. Nanti kalo kamu sakit, repot." Jawab Bianca cuek.
Raka tersenyum lebar, ia mengusap bahu Bianca dengan penuh kelembutan.
"Makasih, Sayang. Kamu peduli banget sama saya," ucap Raka.
"Nggak usah gede rasa." Balas Bianca ketus.
Bersambung...............................