Lily Valencia seorang wanita yang cantik, yang mengandung dan membesarkan seorang anak seorang diri, tanpa tahu siapa yang menghamilinya.
Kehidupan yang keras ia lalui bersama Adam, putranya. Setelah Lily diusir karena di anggap aib oleh keluarganya.
Setelah Empat tahun berlalu, pria itu datang dan mengaku sebagai ayah biologis Adam.
"Dia anakku, kau tidak berhak memisahkan kami!"
"Dia lahir dari benih yang aku tanamkan di rahimmu. Suka atau tidak, Adam juga anakku!"
Lily tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan mengancam hidupnya, jika ia bersama pria ini. Kehidupannya tak lagi bisa damai setelah ia bertemu dengan ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelisah
Hampir tengah malam, suara deburan ombak menemani Lily terjaga. Wanita cantik itu menopangkan dagunya diatas lengannya, satu tangannya memegangi ponsel, berselancar di dunia maya untuk menghilangkan bosan.
Ia melihat beberapa foto yang diambilkan oleh Ayu tadi. Dalam satu foto tampak Adam tersenyum bahagia bersama sang Ayah, mereka bermain bola bersama Rafa dan Joko. Lily tersenyum, ia belum pernah melihat Adam sebahagia itu, anaknya itu selalu bersikap seolah-olah dia adalah pria dewasa yang harus melindungi Bundanya.
Lily memutuskan untuk mengunggah satu foto, untuk status media sosial miliknya.
Lily mengeser layar, ponselnya, sebuah foto lain menunjukkan Aric yang sedang mencuri pandang pada Lily. Pria itu melihat kearah Lily dengan tatapan memuja.
"Aric," panggil Lily lirih.
Aric berpamitan untuk pergi sebentar, ia bahkan tidak ikut makan malam. Adam memilih untuk tinggal di kamar Rafa. Tinggal Lily sendirian, ruangan itu terasa sepi. Ia sudah berusaha untuk memejamkan matanya, tapi tidak berhasil. Pikiran Lily malah melalang buana kemana-mana.
Ia sudah mencoba segala cara agar bisa terpejam, tetapi tidak satupun cara yang bisa membuatnya mengantuk. Rasa kantuk seolah bermusuhan dengan wanita itu malam ini.
"Dimana Pria manja itu sekarang? Apa dia sudah makan?" Apa yang di lakukan sampai larut begini? ... Atau jangan-jangan dia menemui wanita lain?" sontak Lily terkejut dengan pikirannya sendiri.
Rasa cemas dan gelisah tiba-tiba menghinggapi hatinya. Ia bangkit dari kursi kayu yang ia duduk. Berjalan hilir mudik seperti strikaan yang sedang dipakai.
Ia memukul-mukul pelan ujung ponsel pada dagunya yang lancip. Perasaan khawatir di hati Lily seketika berubah menjadi rasa curiga, dia cemburu. Apa cemburu?
Lily menggelengkan kepalanya cepat, tidak mungkin ia cemburu. Lily tidak punya perasaan apa-apa pada pria itu, hanya saja dia sudah menjamah tubuh Lily, dan mereka terikat pernikahan yang sah. Sudah seharusnya dia bisa menghormati ikatan ini kan, iya seharusnya dia menghormatinya, dan tidak sembarang bermain dengan wanita lain.
"Awas saja kalau dia sampai berani macam-macam, akan ku buat dia menyesal." Lily meremas ponselnya kesal.
Lily menghempaskan tubuhnya dengan kasar di ranjang. Ia menaruh satu lengannya menutupi mata, berusaha meredam fikiran yang mulai tidak terkontrol.
.
.
.
.
Disaat yang sama, A berusaha memapah Marquis untuk menjauh dari lokasi mobil mereka. Ia yakin, musuh masih akan mencari mereka, dan ini bukan saat yang tepat untuk melawan.
A masih bisa bertarung, tetapi tidak dengan Marquis. Laki-laki berambut panjang itu sepertinya cukup parah. Ia mengalami luka di kepalanya.
Setelah mengirimkan sinyal lokasi pada anak buahnya, A segera mematikan ponsel.
"Bertahanlah, bantuan segera datang," ucapnya pada Marquis yang setengah sadar.
Marquis tersenyum kecil dengan bibirnya yang sudah pucat. A mendudukkan tubuh Marquis dibawah pohon besar, semak-semak di sekitar mereka cukup menguntungkan untuk bersembunyi.
"Aku nggak nyangka, seorang pemimpin White Clown akan bersembunyi dari musuh," tutur Marquis dengan nada suara yang lemah.
"Kau mau aku apa, heh? Kau terlalu kurus untuk aku berikan makan pada harimau," sindir Marquis.
Sebuah sindiran yang secara tidak langsung, memberi tahu Marquis siapa musuh mereka. Marquis mengerutkan keningnya. Namun, kemudian ia tertawa. Tertawa sendiri sangat keras sampai kepalanya sakit, reflek ia memegangi kepalanya.
" Apa benturan di kepalamu kurang parah? Kau bisa memecahkan kepalamu jika kau terus tertawa," sindir A lagi.
Marquis tersenyum sinis, ia menatap tajam mata A mencoba mencari kebohongan atas apa yang baru saja ia isyaratkan pada Marquis.
Namun, tak sedikitpun Marquis menemukan keraguan. Sepertinya A begitu yakin dengan dugaannya.
"Kau yakin kucing kecil berani menyentuhmu?" tanya Marquis sambil menatap kearah langit malam yang pekat.
"Ini hanya dugaanku, tapi kau tau instingku cukup tajam. Aku tidak bisa membahasnya sekarang!" tegas A.
"Terserah kau lah," sahut Marquis acuh, tetapi sebenarnya Marquis sungguh penasaran dengan ucapan A.
Apa yang membuat A begitu yakin dengan dugaannya.Tiger wu? apa motif pria abal-abal itu melakukan ini? Marquis sudah lama tidak mendengar kabarnya setelah pria itu tertangkap di China.
Lalu apa yang membuatnya tiba-tiba muncul dan menyerang. Setelah cukup lama mereka menunggu, bantuan akhirnya datang.
Marquis dan A, di bawa ke markas untuk mendapatkan perawatan. Seluruh anggota mereka di perintahkan mundur oleh A, malam ini biarlah A merugi sedikit.
.
.
.
.
Waktu terus bergulir, hampir jam tiga pagi. Tak ada tanda-tanda kepulangan dari pria itu. Berkali kali Lily mencoba menghubungi Aric, tetapi tidak tersambung. Lily sangat lelah, tetapi hatinya tak mengizinkan ia untuk terpejam.
Ceklek.
Suara decitan pintu di dorong perlahan, Lily langsung bangun dan melompat dari tempat tidurnya. Sebuah siluet tubuh laki-laki dewasa terlihat berdiri di ambang pintu.
Lily hanya berdiri terpaku di samping ranjang, tanpa berniat mendekat. Dia merasa marah dan kesal, beraninya pria itu membuat Lily khawatir.
"Kau belum tidur?" tanya laki-laki itu.
Ia melangkah masuk kemudian menutup pintunya. Lily hanya menyalakan lampu tidur, hingga membuat suasana dalam kamar agak gelap. Lily tidak berniat menjawab pertanyaan Aric, ia senang Aric sudah pulang. Namun, ia juga marah sekaligus penasaran dengan apa yang dilakukan oleh sang suami.
Derap langkah Aric terdengar semakin dekat, pria itu kini berdiri di depan Lily.
"Kenapa belum tidur, Hem?" Aric mengulurkan tangan kirinya hendak menyentuh pipi Lily, tetapi wanita itu menepis tangan Aric dengan cepat.
"Bukan urusanmu," ketua Lily.
"Tidurlah, ini sudah hampir pagi. Kau bisa sakit jika begadang seperti ini."
Aric mendorong tubuh Lily, hingga wanita itu terhempas di kasur. Aric mengungkungnya.
"Apa yang kau lakukan!?"
Aric menyeringai, ia sangat suka menggoda istrinya itu. Perlahan ia menundukkan kepalanya, kemudian memberikan ciuman di kening Lily. Lily terkejut, bibir Aric terasa dingin, tidak seperti biasanya.
"Aku hanya ingin tidur."
Aric merebahkan tubuhnya di samping Lily, Ia menarik wanita itu lebih dekat. Lily tidak menolak, ia merasa terjadi sesuatu pada Aric, suaminya itu tidak seperti biasa.
Amis, aroma itu tercium samar oleh Lily. Namun, aroma itu sudah bercampur dengan disinfektan, dan sengaja ditekan dengan aroma parfum agak tidak kentara.
Tapi Lily sangat peka dengan bau darah itu, dia sangat sensitif terhadap darah sejak ia masih kecil.
Lily mengendus-endus tubuh Aric. memastikan bau itu berasal.
"Apa kau ingin menggodaku?" yang Aric, Lily sama sekali tidak mempedulikan pertanyaan Aric.
"Lenganmu terluka?" tanya Lily saat sudah menemukan dari mana bau darah itu berasal.
"Tidak," kilah Aric.
Lily mendorong tubuh Aric, wanita itu merobek lengan baju Aric, dengan paksa. Aric pun hanya bisa membiarkannya.
Lily terbelalak saat melihat darah yang merembes keluar dari kasa yang membalut luka di lengan Aric.
lucunya liat anne yang masih kecil tapi dah nurut ke adam apa mereka bakal berjodoh