Ravka terbangun di sebuah kamar hotel disamping gadis tak dikenal hanya berbalutkan selimut. Belum sadar sepenuhnya, kedua orang tua Ravka beserta tunangannya menerobos masuk ke dalam kamar.
Pernikahan yang tinggal menghitung hari akan tetap dilaksanakan, tapi yang menjadi pengantin wanitanya bukanlah sang tunangan. Melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tsabitah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPA 23#
"Kamu tidak perlu ikut campur dengan semua urusanku," Hardik Ravka setelah Alex dan Sherly menghilang dari pandangannya.
"Aku hanya mengatakan hal yang memang seharusnya terjadi, Mas," Ucap Alea memberanikan diri membalas ucapan Ravka. Dia tidak bisa hanya membiarkan jalan hidupnya yang terus bergulir tidak tentu arah. Dia sudah harus mengambil tindakan untuk memperbaiki keadaan. "Sebagai seorang istri aku punya kewajiban untuk selalu mengingatkanmu," Imbuh Alea lagi.
"Kewajiban katamu? Pernikahan kita adalah sebuah kesalahan. Dan aku tidak akan membiarkan kesalahan itu mengusik hidupku," Ravka mendelik tajam kepada Alea. Mencoba mengirim sinyal mengancam kepada gadis yang terlihat lemah tapi memiliki tekad sekeras baja.
"Walau bagaimanapun pandanganmu terhadap pernikahan kita, tapi tidak memungkiri bahwa pernikahan kita tetap sah di mata agama dan di mata hukum," Balas Alea.
"Kamu pikir aku akan membiarkan perempuan seperti dirimu mencapai tujuanmu, ha?" Ravka beranjam dari kursinya. Berdiri mengungkungi Alea yang duduk meringkuk diatas kursi. Pemuda itu kemudian meraih dagu Alea dan memcengkram dagu itu, memaksa Alea mendongak menatapa matanya yang mengintimidasi. "Jangan pernah bermimpi," Seru Ravka seraya menghentakkan dagu Alea kemudian berlalu meninggalkan gadis itu seorang diri.
Alea menghela nafas panjang. Menyadari sebesar apa rasa benci yang tertanam dalam hati pria yang sudah sah menjadi seseorang yang harus ia patuhi. Namun, secara sadar ia menolak untuk menyematkan kata memyerah dalam hatinya. Pertarungannya baru saja dimulai, dengan sangat yakin ia akan memenangkannya.
Meski baru dua hari memasuki kehidupan Ravka, tapi ia menyadari sesungguhnya kebaikan tertanam dalam hati suaminya, melalui orang-orang di sekitar pemuda itu yang menunjukkan rasa sayang, cinta, dan bahkan pengabdian. Ia akan mengembalilan kebaikan itu pada binar mata Ravka.
*************
Setelah puas mengadukan nasib yang membelenggunya, Alea melipat perlengkapan sholatnya. Ia kemudian mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek, serta mengikat rambutnya. Dia akan memulai hari ini seperti kebiasaan yang sering Alea lakukan sebelum menikah. Meregangkan tubuhnya dengan berolahraga ringan di sekitar rumah.
Ia menuruni anak tangga sembari berlari-lari kecil sebagai pemanasan. Saat hendak berjalan keluar rumah, ia melihat pintu sudah terbuka sebagian. Belum sempat menerka siapa yang keluar sepagi ini, Alea menangkap suara yang dibawa angin merasuk ke pendengarannya.
"Apa kamu tidak apa-apa?" Tanya Ravka sembari memegang erat tubub Sherly yang hampir saja terjungkal. "Berhati-hatilah, kamu selalu saja ceroboh,"
"Aku tidak apa-apa. Terimakasih telah menopangku. Kamu memang selalu ada setiap aku membutuhkanmu,"
"Tidak perlu berterimakasih,"
"Aku juga ingin berterimakasih atas hadiahmu," Sherly meraih tangan Ravka yang berniat meninggalkannya.
"Hadiah itu memang sudah aku niatkan sejak lama untuk kuberikan kepadamu sebagai hadiah pernikahan. Selamat atas pernikahanmu, maaf aku baru mengucapkannya sekarang," Ravka menepis tangan sherly yang menggenggam pergelangan tangannya.
"Kamu pasti tahu makna di balik hadiah yang kamu berikan, Cinta yang tulus. Meski begitu kamu tetap memberikan kalung itu sebagai hadiah pernikahan untuk ku. Itu berarti kamu masih mencintaiku, seperti aku yang masih sangat mencintaimu,"
Alea dapat melihat sekelabat bayangan Ravka yang meninggalkan Sherly mematung ditempatnya berdiri. Kekecewaan terpatri jelas di pelupuk matanya.
Alea kemudian keluar dari persembunyiannya setelah menunggu beberapa waktu di balik pintu. Memberi jeda bagi hatinya untuk bisa tersenyum ramah kepada perempuan yang menjadi ipar sekaligus saingannya dalam meraih cinta suaminya.
"Pagi," Sapa Alea terdengar riang.
"Dasar perempuan murahan, kau akan menyesal telah merebut Ravka dari tangan ku. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah mendapatkan cinta Ravka," Sambar Sherly meluapkan kemarahannya kepada Alea. Ia kemudian berlalu meninggalkan Alea yang terdiam di tempatnya.
Hati Alea bak teriris sembilu. Tak berdarah memang, tapi rasanya sungguh perih. Istri mana yang tidak merasakan sakit melihat suaminya mencintai wanita lain. Ia dan Ravka memang menikah karena paksaan bukan atas dasar cinta yang mengikat keduanya. Alea pun sudah berusaha tidak akan pernah melibatkan hati dalam pernikahan mereka, tapi bukankah tetap saja ia masih memiliki hati didalamnya?
Merasa diabaikan sebagai seorang istri sudah cukup menorehkan luka, ditambah suami yang seharusnya memberikan cinta dan perhatian kepada istri justru memberikannya kepada wanita lain. Setidaknya Alea hanya berharap dihargai perasaannya sebagai seorang istri, tidak lebih. Akan tetapi itupun seperti sulit ia gapai.
Apakah aku akan sanggup bertahan pada pernikahan seperti ini? Sungguh aku merasakan perih yang lebih menyakitkan daripada dihina dan di rendahkan saat berada di rumah Paman dan Bibi - Batin Alea berkecamuk. Alea meremas bagian tubuh tempat jantungnya berada. Menahan rasa sakit yang menghujam.
Alea menarik nafas dalam-dalam. Meredakan kegalauan yang menggerogoti hatinya. Jutaan bintang seolah menari di ujung jalan. Membawa bias cahaya kebahagiaan yang melambai untuk direngkuh. Gadis itu kembali menyapa semangat, membawanya ke dalam pelukan mimpi.
Ia tersadar tidak dapat menghentikan langkahnya di tengah jalan. Hanya untuk menghantam kesia-siaan atas segala pengorbanan yang telah dilakukan serta penantian panjang yang menggelayuti hidupnya. Ia harus terus berjalan membawa luka yang semakin menganga. Ia percaya di ujung penantiannya akan bebuah bahagia tiada tara. Menyembuhkan luka hingga ia bahkan tak lagi bisa mengingat perihnya.
Alea kembali membulatkan tekad, meyakini segala hal baik dalam hidupnya berkumpul di satu titik menunggu ia untuk merengkuhnya.
"Pagi Non Alea," Sapa seorang asisten rumah tangga membuyarkan lamunan Alea.
"Pagi Mbak," Balas Alea ramah.
"Mau jogging Non?" Tanya asisten rumah tangga itu lagi.
"Hmmm.... kayanya enggak deh mba. Aku gerakin badan disini aja, tiba-tiba minat ku untuk olahraga lamgsung drop," Ucap Alea lirih.
"Kalau pagi begini, olahraga sendirian emang ga enak Non. Tapi kalau ditemani suami tercinta pasti jadi semangat Non," Alea mengerutkan dahinya mendengar penuturan asisten rumah tangga yang paling muda di rumah itu.
"Biasanya kalau jam segini Den Ravka juga sedang jogging sendirian di taman komplek Non. Kalau ditemani Non Alea pasti Den Ravka senang,"
"Eh, terimakasih yah Mba...."
"Leli Non, saya Leli," Ucap Asisten rumah tangga itu menyebutkan namanya.
"Makasih yah Mba Leli udah kasih tau. Aku jalan dulu yah Mba Leli," Ucap Alea kembali menemukan semangatnya untuk memulai pagi.
Alea berlari kecil sembari menegadahkan kepalanya ke langit. Melihat Sang Surya keluar dari peraduannya merupakan ritual pagi yang menyenangkan bagi gadis itu.
Matahari senantiasa memancarkan sinarnya kepada seluruh alam semesta. Meski terkadang kehadirannya tertutup mendung kelabu, tapi tidak pernah membuat Sang Surya lelah melimpahkan anugrahnya di lain kesempatan.
"Itu Mas Ravka," Senyum Alea mengembang melihat Suaminya dari kejauhan memutari taman seorang diri.
Alea mempercepat langkahnya, tak ingin melewatkan kesempatan mendekati Ravka. Meski minim pengalaman terhadap lelaki, tapi tidak ada salahnya mencoba menjangkau lelaki yang sudah menjadi bagian hidupnya saat ini, benak Alea menyemangati langkahnya yang menggesek aspal sebagai saksi bisu upayanya meraih cinta sang suami.
sebenarnya kata2 yg diucapkan ravka yg seperti ini sudah jatuh talak satu loh thor iya ngak sih kalau dlm agama? karna dia mengatakan melepaskan?
mana udah dibelikan kalung milyaran sm ravka
alex sm ravka bisa di bodoin uler