Siapa bilang menjadi sugar baby itu enak?.
Bergelimang kemewahan, bisa membeli tas mahal, perhiasan dan gadget terbaru dengan mudah. Bisa memiliki apartemen dan mobil seharga milyaran, segampang membalikkan telapak tangan.
Lea Michella dan teman-temannya, menempuh jalur instan agar bisa hidup enak. Mereka rela menjual kehormatan demi mengumpulkan pundi-pundi uang.
Namun ternyata, kehidupan sugar baby tak seindah dan semudah yang sering diceritakan oleh penulis di novel-novel online. Nyatanya ada banyak hal serius yang harus mereka hadapi.
Sanggupkah mereka bertahan atas pilihan yang mereka ambil?. Ikuti saja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Minum
"Hei..."
Daniel mencoba membangunkan Lea, ketika ia sudah sampai di penthouse.
"Woi, bangun." ujar Daniel, namun dengan nada yang tidak begitu kencang.
Ia tak ingin pihak keamanan penthouse menyadari attitude nya yang buruk. Sebab selama ini Daniel dikenal sebagai pribadi yang berwibawa, cool dan juga tenang. Tidak ada yang menyangka jika ia memiliki sifat barbar.
"Lea, bangun."
Gadis itu hanya bergerak sedikit, dan mengganti posisi kepalanya menjadi miring ke arah jalan. Daniel melebarkan bibir seraya menarik nafas. Ia lalu keluar, membuka pintu dan mengangkat tubuh gadis itu.
"Malam pak."
Pihak keamanan penthouse nya mendekati Daniel.
"Andy, bisa kamu menolong saya. Bawa koper yang ada di bagian belakang."
"Baik, pak." ujar Andy kemudian.
Anak muda yang baru bekerja sekitar satu tahunan itu pun, membantu Daniel membawakan koper Lea. Ia juga membantu memencet tombol lift, hingga Daniel yang tengah menggendong Lea tak mengalami kesulitan.
"Andy, thank you." ujar Daniel ketika ia telah tiba dan sedikit masuk ke dalam ruangan.
"Baik, pak. Sama-sama." Andy kembali ke bawah, sedang kini Daniel membawa tubuh Lea ke sebuah kamar.
Ia membaringkan gadis muda belia itu ke atas tempat tidur. Ia juga menghidupkan air conditioner, lalu menyelimuti sebagian tubuh Lea dengan bed cover. Tak lama ia pun keluar dan masuk ke dalam lift, untuk menuju ruangan pribadinya di atas. Lea tertidur dengan nyaman hingga pagi menjelang.
***
"Hah."
Lea terbangun di pagi hari dan terkejut melihat sekitar, ia bingung dimana dirinya kini berada. Namun ditengah kepanikan yang mendera, Lea sadar jika semalam ia dibawa oleh om-om yang bahkan ia tidak tahu siapa namanya itu.
"Hah."
Lea bergeser dan melihat ke arah tempat tidur, takut kalau-kalau ada bercak darah keperawanannya yang menempel di seprai. Ia khawatir semalam telah di unboxing oleh si om-om. Mengingat ia adalah gadis belian yang di dapat dari sebuah agency.
Lea tak menemukan apa-apa di tempat tidurnya, tak ada bercak darah sedikit pun. Tetapi ia masih panik dan dan mencoba merasakan, kalau-kalau ada rasa tak nyaman di bagian sensitifnya. Seperti yang sering ia baca di novel-novel online. Bahwa ketika ada seorang pria melakukan hal tersebut, maka itu akan terasa sakit atau perih setelah selesai.
Namun ia tak merasakan apapun, ia lalu beranjak dan celingukan. Mencari dimana letak toilet. Ternyata didalam kamar itu sendiri terdapat toilet pribadi.
Lea membuang air kecil yang sudah menumpuk sejak semalam. Dan benar, ia juga tak merasakan perih apapun. Lea akhirnya bernafas lega, karena ternyata ia tak di apa-apakan oleh om-om tersebut.
Lea keluar dari kamar, dan betapa takjubnya ia. ketika menatap seisi ruangan yang begitu minimalis serta aesthethic. Seperti ruangan-ruangan yang sering ia lihat di dalam drama Korea.
Lea bergerak ke arah gorden dan menyibaknya. Ia terkejut ketika menyadari dirinya berada pada tempat yang begitu tinggi. Bahkan lebih tinggi dari apartemen Dian.
Lea merasa haus, ia lalu kembali celingukan mencari dapur. Setelah melihat kesana-kemari, ia pun menemukan tempat tersebut dan mencari dimana gelas tersimpan.
"Ini rak piringnya mana sih, masa iya nggak ada rak piring?" ujarnya masih bingung.
Ia membandingkan keadaan penthouse tersebut dengan rumahnya. Lea mulai membuka lemari kitchen set satu persatu dan akhirnya ia pun menemukan gelas.
"Disini toh, tempatnya. Pantes aja nggak keliatan." lagi-lagi ia menggerutu.
Gelas telah diambil, kali ini Lea kembali celingukan. Pasalnya ia tak melihat adanya galon berisi air minum berikut dispenser.
"Mana sih galon sama dispenser nya?" ujar Lea seraya melihat kesana kemari. Namun sepanjang mata memandang, tak ada satupun yang terlihat.
Lea beralih ke ruangan lain, tetapi tak ada juga. Ia terus mecari kesana-kemari, tanpa ia sadari jika Daniel telah turun dari lantai atas. Daniel juga tak menyadari jika Lea telah bangun. Lea yang masih celingukan, ditambah Daniel yang tengah sibuk merapikan ujung jas kerjanya. Tiba-tiba,
"Buuuk."
Keduanya pun saling bertabrakan. Gelas yang ada ditangan Lea mengenai tulang rusuk Daniel.
"Aarrggh." ujar Daniel kesakitan sekaligus kesal.
"Sorry." ujar Lea kemudian.
Daniel berlalu.
"Om." ujar Lea menghentikan Daniel.
Pria itu pun menoleh.
"Air minumnya mana?" tanya Lea.
Daniel merebut gelas yang ada di tangan Lea, lalu pergi ke wastafel dan menampung air dari keran.
"Tak."
Ia meletakkan gelas berisi air tersebut ke atas meja makan, tepat di depan Lea yang tengah berdiri. Lea pun tercengang di buatnya.
"Tempat segini mahal, katanya orang kaya raya. Minumnya dari air keran?" Lea berkata dengan nada penuh penekanan.
Daniel menghela nafas dan menatap Lea dengan kesal.
"Masa iya sekaya om nggak mampu beli air galon, minumnya air keran. Kalau saya sakit perut, terinfeksi bakteri gimana?"
Daniel mereguk air yang ada di gelas Lea sampai habis, lalu ia meletakkan kembali gelas itu ke atas meja makan dengan penuh penekanan.
"Taaak."
"Iyuuuh, hueeek." Lea seperti ingin muntah.
"Kamu ini norak atau emang pengetahuan kurang?. Hah?"
Lea tercengang menatap Daniel.
"Di Eropa sana, semua orang meminum air keran. Karena air kerannya memang bisa di minum, sudah steril. Dan begitu juga konsep tempat ini, airnya bisa diminum. Makanya jangan nonton sinetron terus, dan perbanyak pengetahuan."
Daniel berlalu ke sebuah ruangan, tak lama ia keluar dengan membawa tas kerja. Pria itu pun lalu melangkah dan menghilang di balik pintu lift.
Lea mengambil gelas yang tadi bekas dipakai oleh Daniel. Ia kemudian menampung air dari keran dan coba meminumnya.
"Bzrrrrr."
Ia memuntahkan kembali air tersebut dari dalam mulutnya. Lantaran perutnya mendadak mual, pikirannya kini sudah kemana-mana.
Ia membayangkan meminum air keran di rumahnya yang berbau besi dan kadang berwarna kuning. Lea pun pergi ke kamar dan mengambil dompet. Kebetulan ia masih mengantongi uang dari agency.
Lea berjalan ke arah lift. Ia melihat ada tulisan "Loby." pada salah satu tombol lift tersebut. Ia lalu memencet tombol itu dan menuju ke lobi.
Sesampainya di sana, Lea bertanya pada pihak keamanan, dimana ia bisa mendapatkan air minum dalam kemasan. Maka pihak security pun memberitahu Lea, jika ada minimarket diseberang tempat itu.
Lea lalu berjalan menuju keluar. Ia bergerak ke minimarket dan kembali dengan sebotol besar, air minum dalam kemasan.
Ia meminumnya sambil berjalan. Di suatu sudut, Daniel kebetulan baru akan masuk ke mobil. Setelah tadi ia ada keperluan dengan pihak pengelola gedung. Daniel tanpa sengaja melihat Lea. Ia pun terkejut dan langsung menghampiri gadis itu.
"Ngapain kamu disini?" tanya Daniel ketika ia telah mendekat ke arah Lea. Lea terkejut dengan kehadiran pria itu.
"Ya haus om, saya nggak bisa minum dari keran kayak om. Saya takut diare." ujarnya kemudian.
Daniel melebarkan bibirnya.
"Kamu tau caranya naik ke atas?" tanya Daniel lagi.
"Tau, tinggal pencet doang koq." ujar Lea penuh percaya diri.
"Ingat lantai berapa?"
Lea terdiam, ia memang tak ingat dari lantai berapa ia tadi. Daniel menghela nafas lalu membuka dompetnya.
"Ini akses untuk naik keatas." ujar Daniel menyerahkan sebuah kartu akses pada Lea. Gadis itu pun menerimanya.
"Lift pribadi ada di bagian sebelah kanan, belakang pusat informasi."
"Ok." ujar Lea.
"Makanan ada di kulkas, tinggal panaskan saja di microwave."
"Ok."
"Jangan bikin kekacauan."
"Iya bawel." ujar Lea kemudian.
Daniel kemudian berjalan ke arah parkiran, ia masuk ke dalam mobilnya dan berlalu begitu saja. Lea yang masih berdiri ditempat, kembali meminum air mineral yang ia beli tadi. Tak lama kemudian, ia melihat sebuah bus melintas di jalan depan penthouse. Seisi bus itu didominasi anak sekolahan.
"Oh my God, gue sekolah."
Lea seketika sadar jika ini hari senin. Ia pun pontang-panting menuju lobi.
and yes, kurang suka bagian daniel nyingkat nama lea, apaan banget dipanggil "le"? ubur² ikan lele?? 🤭
masih nunggu ya lanjutannya thor