NovelToon NovelToon
ISTRI KANDUNG

ISTRI KANDUNG

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Keluarga / Angst / Romansa / Dark Romance
Popularitas:46.2k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi_Gusriyeni

Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.

Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.

Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.

"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.

"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.

_ISTRI KANDUNG_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27 : Merusak Suasana Pagi

Cahaya matahari pagi menyelinap masuk lewat tirai kamar yang terbuka setengah. Udara segar memenuhi ruangan, menandakan hari baru sudah dimulai. Liona menggeliat pelan di atas ranjang, matanya membuka perlahan dengan wajah masih lelah.

Leander, yang sejak tadi sudah terjaga dan duduk di kursi di samping ranjang, segera menoleh ketika melihat istrinya membuka mata. Senyum tipis langsung terlukis di bibirnya, meski ada lingkar gelap samar di bawah matanya akibat begadang semalaman.

“Pagi, Sayang,” ucapnya lembut.

Liona menoleh pelan, lalu tersenyum kecil. “Pagi…” suaranya masih serak, matanya masih setengah terpejam. Ia mengucek mata dengan punggung tangannya, lalu mencoba duduk, namun Leander buru-buru menahan bahunya.

“Pelan-pelan saja. Kamu masih lemah.”

“Aku merasa lebih baik kok,” sahut Liona sambil memaksakan senyum. “Cuma agak pegal… dan kepalaku masih sedikit berat.”

Leander mengangguk pelan, tidak ingin memperdebatkan. Ia mengambil segelas air putih dari meja kecil dan menyodorkannya. Liona menerimanya dengan kedua tangan yang masih terasa dingin, lalu meneguk sedikit demi sedikit.

“Semalam aku tidur nyenyak banget, kayaknya kamu yang repot jaga aku, ya?” Liona tersenyum polos, menatap Leander dengan mata berbinar, sama sekali tidak tahu bahwa dirinya sempat menggigau dan menangis dalam tidur.

Leander menatapnya beberapa detik, dadanya terasa sesak mengingat kembali siksaan yang pernah dialami oleh Liona. Semalam, dia kembali memutar video yang pernah Samaira kirimkan padanya.

Ada bagian dalam diri Leander yang ingin mengatakan kebenaran, bahwa ia mendengar setiap tangisan kecil dan bisikan penuh ketakutan dari bibir Liona. Tapi ia menahan diri, tidak tega membebani istrinya dengan hal yang mungkin akan membuatnya merasa malu atau semakin terpuruk.

“Ya,” jawab Leander singkat, sambil mengusap kepala Liona lembut. “Aku jaga kamu semalaman. Dan aku senang lihat kamu bisa tidur lebih lama tanpa terganggu.”

Liona terkekeh kecil. “Kamu ini, selalu berlebihan. Aku kan cuma sakit perut, bukan stroke.”

Leander hanya tersenyum samar, tidak membalas. Ia menatap wajah Liona yang masih pucat, tapi sudah tampak lebih segar dibanding tadi malam.

“Kalau kamu sudah merasa lebih baik, habis ini sarapan sedikit, ya. Aku minta dibuatkan bubur untukmu. Tidak pedas, tidak berminyak, hanya bubur hangat yang ringan di perut.”

“Oke,” sahut Liona sambil mengangguk manis. “Asal kamu juga sarapan bareng aku. Kamu juga pasti belum tidur, kan?”

Leander menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Aku akan makan bersamamu.”

“Semalam kamu gak tidur, ya?” Liona mengulang pertanyaannya.

“Tidur.”

“Bohong, kantung mata kamu keliatan.” Leander menyentuh matanya sendiri.

“Aku memang berjaga semalaman untuk kamu, takut saja kalau kamu tiba-tiba sakit perut dan bolak balik ke toilet lagi.”

“Makasih ya, aku benar-benar diperhatikan dengan baik sama kamu,” ucap Liona yang mendapat pelukan dari Leander.

Liona tidak sadar, ada rasa lega yang dalam pada wajah Leander ketika ia akhirnya kembali berbaring sebentar.

Bagi Leander, yang terpenting pagi ini adalah satu hal sederhana: istrinya masih di sisinya, tersenyum, dan memanggilnya dengan nada manja seperti biasa.

Semalam biarlah menjadi rahasia antara dirinya, dan mimpi buruk Liona menjadi rahasia yang Leander yang dia simpan rapat-rapat, sembari berjanji dalam hati untuk terus menjaga agar mimpi buruk itu tidak pernah lagi mencuri ketenangan istrinya.

...***...

Setelah sarapan bubur hangat yang disiapkan khusus oleh chef mansion, Liona sudah bersiap-siap dengan tas kuliahnya. Meski tubuhnya masih sedikit lemas, semangatnya untuk berangkat ke kampus sama sekali tidak surut.

Leander duduk di kursi kerja dekat jendela kamar, jas hitamnya sudah rapi, dasi terikat sempurna. Ia menyalakan jam tangannya, namun matanya tidak lepas mengawasi setiap gerak-gerik Liona.

“Kamu yakin mau kuliah hari ini?” tanyanya dengan nada datar, tapi sorot matanya jelas penuh kekhawatiran.

Liona menoleh sambil merapikan rambutnya di depan cermin, lalu tersenyum manis. “Aku baik-baik saja, kok. Lagian, aku sudah ketinggalan materi kemarin. Kalau bolos lagi, aku makin nggak ngerti.”

Leander menutup map di tangannya dengan sedikit keras, membuat Liona menoleh kaget. Pria itu bangkit, berjalan mendekat, lalu berdiri di belakang Liona yang masih berdiri di depan cermin. Tangannya perlahan mendarat di bahu istrinya, matanya menatap tajam pantulan wajah Liona di cermin.

“Kamu masih pucat,” ucapnya pelan namun tegas. “Tubuhmu belum benar-benar pulih. Aku tidak suka memaksakanmu dalam kondisi begini.”

Liona menoleh sedikit, menatap suaminya dengan tatapan memohon. “Sayang… aku janji kalau aku merasa tidak enak badan, aku akan langsung izin pulang. Aku cuma butuh hadir, dengar materi, dan kumpul sama teman-teman sebentar. Nggak berat, kok.”

Leander mendesah panjang. Ia mengusap pelipisnya, lalu kembali menatap Liona seakan mencari alasan terakhir untuk menahannya. Tapi pada akhirnya, ia meraih tangan istrinya dan menggenggam erat.

“Baik. Tapi ada syarat.”

“Apa?” Liona memiringkan kepalanya.

“Pertama, aku yang mengantar dan menjemputmu. Tidak ada negosiasi. Kedua, kamu tidak boleh jajan sembarangan di kampus. Semua makananmu akan aku pastikan sampai. Dan ketiga…” Leander menunduk, bibirnya mendekat ke telinga Liona. “…jangan pernah hilang dari pandanganku terlalu lama. Kalau aku telepon dan kamu tidak angkat, aku akan langsung datang mencarimu. Mengerti?”

Liona terdiam, pipinya bersemu merah. Ia tahu betul kalau Leander itu sangat protektif, tapi caranya kali ini terasa semakin dominan.

“Sayang, aku kuliah, bukan mau pergi ke medan perang,” ucapnya pelan sambil tersenyum geli.

Leander mendengus pelan, lalu menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan. “Bagiku sama saja. Dunia di luar sana selalu bisa melukai kamu. Dan aku tidak akan biarkan itu terjadi, bahkan sekali pun tidak akan aku biarkan.”

Liona menghela napas kecil, kemudian mengangguk. “Baiklah. Aku nurut.”

Leander mengecup kening Liona lama, sebelum akhirnya melepaskannya. “Good girl.”

Liona tersenyum tipis, ia tahu meski sikap Leander kadang terasa terlalu mengekang, justru itulah bentuk cintanya yang tidak pernah bisa ditawar.

Liona dan Leander turun ke bawah sambil bergandengan tangan. Langkah mereka terhenti ketika seorang wanita sebaya Karina duduk di sofa ruang tamu bersama Gita dan Karina.

Sedangkan Gibran, Tristan, Galen, dan Zion sudah pergi bekerja.

Wanita itu berdiri dengan senyum mengambang di wajahnya dan berjalan mendekati Leander. Liona hanya bisa memperhatikan wanita itu dalam diam hingga tiba-tiba Liona melihat suaminya dipeluk.

Sontak Liona melepaskan genggaman tangan Leander dan mundur beberapa langkah. Leander mendorong tubuh Luciana dengan kuat dan menunjuk wanita itu penuh emosi.

“Jaga batasanmu, karena aku bisa saja membuat kamu cacat seumur hidup jika terus lancang seperti ini,” tegur Leander yang lebih ke arah memberi ancaman.

“Come on, Leander. Jangan bersikap seolah-olah kita tidak pernah berbagi ranjang dan saling bertukar keringat tanpa busana.” Liona tidak tahan lagi dengan obrolan itu, dia pergi dari sana dengan langkah cepat tanpa menoleh ke belakang.

1
Dina Putri
Coba kalo nikah ama Aster, gak bakalan nurut dia ama kamu Leander
Dina Putri
Leander ini mengekang tpi gak terasa dan Liona juga welcome ama sifat suaminya karena merasa dilindungi, betul manis banget kalian ini
Davidli Megi
Siap2 nih si Luciana jd target peringatan berikutnya
Davidli Megi
Suaminya posesif akut, istrinya manja akut, dahlah kalian emang cocok berdua, sehat2 yaaa/Kiss//Kiss//Kiss/
Safitri Indah
Kalau gue jadi Luciana sih malu ya
Safitri Indah
Mending kamu intilin aja istrimu itu Leand🤣🤣
Olivia Dir
Gak tau malu ya ni org
Olivia Dir
Ih gemes tau gak sih kalau Leander ini udh mode posesif akut begini 🥰🥰 akunya makin kecintaan dong
Syaqilla
Korban si Leander selanjutnya nih bakalan jadi sapi panggang
Syaqilla
Mode posesif on/Chuckle/
Radella
Ni org minta dicincang ama Leander ya, ditambah Liona langsung lepas genggaman tangan Leander
Radella
Aw kok aku yg baper sih
Mesafa Snit
Anjay apaan nih?
Mesafa Snit
Pria yg selalu bikin gue yg baca jungkir balik/Kiss//Kiss//Kiss/
Syami Girly
Weh weh weh weh weh, Luciana? Really?
Syami Girly
Suka banget kalau Leander udh masuk mode posesif gini /Proud//Proud/
Azizah Nurlia
Eh eh apaan nih?? Jangan bilang udh pernah tidur bareng juga /Sob//Sob//Sob/
Azizah Nurlia
Kenapa sih yg keluar dri mulut Leander mengenai Liona selalu bikin baper parah/Drool//Drool//Drool/
Sisca Cemeniy
Whatt??? kan benar, jadi badai si Luciana ini
Sisca Cemeniy
Gak di respon langsung disamperin 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!