Ajeng merasa lega setelah mengetahui jika foto mesra suaminya dengan seorang wanita yang diterimanya dari seorang pengirim misterius hanyalah sebuah rekayasa. Ada seseorang di masa lalu suaminya yang ingin balas dendam. Namun, rasa lega itu tak berlangsung lama karena ini hanyalah pembuka dari sebuah pengkhianatan besar yang telah dilakukan oleh suaminya. Bisakah Ajeng memaafkan suaminya setelah mengetahui kebohongan itu.
Cakra, seorang pengusaha sukses yang mendambakan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya, tapi istrinya yang merupakan seorang dokter di sebuah rumah sakit ternama belum ingin hamil karena lebih memilih fokus pada karirnya terlebih dahulu. Suatu waktu, Cakra mengetahui jika istrinya telah dengan sengaja menggugurkan calon anak mereka. Cakra murka dan rasa cinta pada istrinya perlahan memudar karena rasa kecewanya yang besar.
Dua orang yang tersakiti ini kemudian dipertemukan dan saling berbagi kisah, hingga benih-benih cinta muncul di hati keduanya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Ikuti ceritanya dalam 2 Hati yang Tersakiti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa A.R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dismissive
...🌷Selamat Membaca🌷...
Radi memandang wajah letih yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Dia adalah seorang wanita yang baru saja mengubah status Radi menjadi seorang ayah dengan menghadirkan seorang putra. Terbesit sedikit rasa kesal pada si wanita karena kelalaiannya membuat bayi itu harus lahir sebelum waktunya.
"Mas..." lirih si wanita yang tak lain adalah Maya, dia baru saja membuka mata pagi ini setelah beristirahat semalaman karena lelah sehabis melahirkan. n
"Kau sudah bangun?" Radi yang duduk di sofa ruang inap VIP itu bangkit dan berjalan menghampiri ibu dari anaknya.
Maya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Radi. Wajah wanita itu masih pucat, tapi raut bahagia tetap terlihat di sana. "Di mana anakku?" tanyanya.
"Anak kita ada di ruang bayi. Dia masih lemah dan harus berada di inkubator."
Anak kita? Maya menitikkan air mata haru saat mendengar Radi menyebut putra yang baru saja dilahirkannya sebagai anak kita. Apa itu berarti jika pria yang dicintainya ini telah menerima anaknya?
"Apa aku boleh melihatnya?" mohon Maya.
"Baiklah, tunggu sebentar!" Radi berjalan ke luar kamar. Ia ingin meminjam kursi roda untuk bisa membawa Maya bertemu bayinya. Ia yakin jika wanita itu masih belum sanggup berjalan setelah melahirkan.
Maya menatap kepergiaan Radi dengan senyuman penuh arti. Ia senang, sebab sang anak akan mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Biarlah ada hati-hati yang terluka karenanya, yang Maya pedulikan hanya nasib ia dan anaknya saja.
.......
Radi mendorong kursi roda Maya menuju ruang bayi. Perawat yang berjaga di sana menghampiri keduanya.
"Apa Ibu ingin menyusui bayinya?" tanya si perawat pada Maya. Perawat itu tahu jika bayi yang berada di dalam inkubator adalah anak dari pasangan yang ditemuinya. Kebetulan, dialah perawat yang membawa bayi Maya dari ruang bersalin menuju ruang bayi, kemarin.
"Iya, Suster." Maya mengangguk antusias. Ia belum sempat memberi ASI pertama pada putranya.
"Silakan masuk."
Radi mendorong kursi roda Maya mengikuti langkah si perawat. Sampailah mereka di samping inkubator, di mana ada malaikat kecil yang terpejam di dalamnya.
"Saya akan keluarkan bayinya..." Perawat itu membuka inkubator, lalu menggendong bayi kecil itu lalu menyerahkannya pada si Ibu.
"Anak mama..." Maya menitikkan air mata bahagia saat si bayi merah berada di dalam pelukannya. Wanita itu mengecup kening bayinya dengan lembut.
"Bapak... Ibu, dokter mengatakan jika bayi kalian sudah bisa keluar dari inkubator. Dia sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya," jelas si perawat yang disambut bahagia oleh keduanya.
"Apa tidak masalah Sus? Pasalnya anak kami lahir sebelum waktunya?" tanya Radi.
Nampak si perawat itu mengernyit heran mendengar ucapan Radi. Maya yang mendengarnya pun menjadi tegang.
"Maksud-,"
"Suster!" panggil Maya cepat, memotong si perawat yang akan berbicara.
"Ya, Bu." Perawat itu mengalihkan perhatiannya pada Maya.
"Tolong saya, bagaimana cara menyusuinya?" tanya Maya.
"Baik, Bu."
Radi hanya menatap dari jauh Maya yang sedang menyusui putra mereka.
Setelah membantu Maya, si perawat yang akan kembali menghampiri Radi, tapi dia tiba-tiba dipanggil oleh rekan sejawatnya. "Baik, aku akan ke sana, tolong gantikan aku di sini," ucapnya saat rekannya mengatakan jika ada dokter yang memerlukan bantuannya.
"Kondisi bayi anda sudah sangat baik, Pak. Lihatlah! Dia menyusu dengan begitu rakus. Jadi anda jangan khawatir. Kalau begitu saya permisi." Setelah mengucapkannya, si perawat berlalu pergi.
Radi merasa sedikit tenang setelah mendengar ucapan perawat itu. Ia menghampiri Maya yang tengah menyusui itu.
"Dia sangat haus..." ucap Radi begitu sampai di samping kursi roda yang diduduki Maya.
Maya tersenyum sembari mengelus surai lembut bayinya. "Ya, dia menyedot dengan sangat kuat."
"Apa kau lapar?" tanya Radi.
"Iya, perutku sudah lapar sekali," jawab wanita itu. Bagaimana tidak lapar, sehari kemarin ia tidak makan karena mengalami kontraksi dan ditambah sekarang putranya tengah menyusu pula. Sudah tidak ada lagi makanan yang bisa dicerna di lambungnya hingga salah satu organ pencernaannya itu meronta minta diisi.
"Baiklah, aku akan meminta perawat mengantarkan makanan ke ruanganmu."
.......
Selepas menemui perawat dan meminta tolong juga untuk mengantarkan Maya kembali ke ruangannya, Radi memutuskan pergi ke kantin yang ada di rumah sakit. Perutnya keroncongan karena semalam tidak sempat diisi.
Sembari menunggu pesanannya datang, Radi membuka ponselnya. Tidak ada panggilan maupun pesan yang datang. Namun, seketika dirinya teringat akan Ajeng.
"Ya Tuhan, aku melupakannya." Akibat euforia dengan kelahiran anaknya, Radi sampai melupakan jika Ajeng hilang. Dengan cepat, pria itu mendial nomor sang istri.
Panggilannya tersambung, tapi tidak diangkat sama sekali oleh Ajeng. "Ke mana dia?" gerutunya. Beberapa kali dihubungi, dan seperti sebelumnya, masih tidak diangkat. Lalu Radi mencoba menghubungi seseorang di rumah.
"Apa nona kalian sudah pulang?" tanya Radi setelah terdengar suara seorang pelayan menyapa telinganya.
"Iya, Tuan. Nona sudah pulang dari semalam."
"Sekarang di mana dia? Cepat panggilkan!" titahnya.
"Nona baru saja pergi, Tuan."
"Ke mana?"
"Maaf, saya tidak tahu."
TIT
Radi mematikan sambungan teleponnya dengan kesal. Entah apa yang terjadi pada Ajeng hingga istrinya itu bertingkah seenaknya dua hari ini. "Setelah makan, aku akan pulang. Aku harus meminta penjelasan langsung padanya"
.......
Sebelum kembali ke Jakarta, Radi memasuki ruang inap untuk melihat keadaan Maya. Ternyata wanita itu tengah makan, sementara putranya berada di crib bayi yang berada tepat di samping ranjang ibunya.
"Aku akan kembali ke Jakarta," ucapnya.
Maya menghentikan makannya, sendok di tangan ia taruh di atas nampan. Napsu makannya hilang saat mendengar jika Radi akan pulang.
"Apa kau tidak bisa di sini lebih lama lagi? Bagaimana jika putra kita merindukanmu?" mohon Maya. Sebenarnya di sini siapa yang akan merindukan? Bayi kecil yang belum bisa bicara itu atau Maya?
"Aku memiliki pekerjaan di sana, tidak bisa selalu berada di sini."
"Tapi aku dan putra kita masih sangat membutuhkanmu."
"Jangan manja, ada Rina yang akan membantumu di sini." Radi melirik si pelayan yang berdiri di samping ranjang Maya.
Wanita yang habis melahirkan itu, menelan pahit air ludahnya. Ia pikir Radi akan bersikap lebih manis kepadanya karena kehadiran si bayi, tapi nyatanya sama saja.
Radi melihat putranya yang tertidur di crib, dibelainya lembut pipi merah itu dengan jarinya. "Aku pergi dulu, jangan rewel dan jangan menyusahkan ibumu. Nanti, aku akan mengunjungimu lagi." Setelah mengucapkan pesannya, Radi mengecup kepala bayinya dengan sayang.
"Aku pergi."
.......
Ajeng berada di toko kuenya saat ini. Wanita itu memilih menyibukkan diri daripada terus berpikir akan masalahnya yang bisa saja nanti beirmbas pada kandungannya.
Semalam, ia memutuskan pulang ke rumah. Ia yakin jika Radi tidak akan pulang makanya dia berani. Lagipula di tempat Tania, ia tidak memiliki pakaian ganti. Dan pagi-pagi sekali di hari ini, setelah sarapan, Ajeng berangkat menuju toko kue yang sudah lama tidak disambanginya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Ajeng merasa badannya lelah setelah dari pagi membantu karyawan di toko kuenya yang ramai pembeli. Ia langsung merapikan diri dan bersiap untuk pulang. Pulang ke apartemen, bukan ke rumahnya. Ia takut jika Radi sudah berada di rumah. Jujur saja, ia belum siap bertemu suaminya.
Sampainya di luar toko, segera Ajeng menyetop taksi. Sejak kecelakaan, ia sedikit trauma jika harus kembali membawa mobil. Tanpa sepengetahuannya, sebuah mobil mengikuti taksi yang ditumpangi Ajeng
.......
Radi sampai di istana megahnya bersama Ajeng setelah sebelumnya sempat mampir ke kantor karena ada hal yang perlu diurus.
Ternyata benar, istrinya itu tidak berada di rumah, padahal hari sudah siang. Ke mana lagi wanita itu sekarang, pikirnya.
Sebelum mencari tahu lebih lanjut, Radi memilih untuk membersihkan diri dan juga istirahat sebentar. Badan dan pikirannya terasa lelah. Namun, rasa bahagia karena kelahiran putranya tidak bisa hilang begitu saja. Ia terus terbayang-bayang wajah tampan dan menggemaksan putranya, membuat dirinya merindu.
.... ...
Cakra memberhentikan mobilnya di sebuah apartemen mewah. Ia melihat seorang wanita yang tadi diikutinya turun dari taksi dan memasuki apartemen.
Ya, Cakra lah orang yang telah membuntuti Ajeng. Tidak tahu kenapa dan tidak tahu alasannya kenapa ia melakukan hal itu.
Ia memperhatikan sejenak apartemen itu, lalu berbalik pergi.
.... ...
Tania dan Ajeng baru saja selesai makan siang. Makanan buatan Tania sangat lezat hingga Ajeng makan sangat banyak. Kini ia terperangah kekenyangan duduk di depan televisi.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Tania setelah selesai mencuci piring bekas makan mereka.
"Ya, seperti ini saja," jawab wanita hamil itu santai. Ia tidak ingin memikirkan hal yang berat-berat untuk saat ini.
"Apa Radi tidak menghubungimu?"
"Tadi pagi dia menghubungiku beberapa kali, tapi aku tak mengangkatnya."
"Dia pasti mencemaskanmu."
"Cemas? Hahaha. Bahkan saat ini dia berada di Bandung," beritahu Ajeng. Wanita itu boleh tertawa tapi apa yang ia rasa jauh di dalam lubuk hatinya, siapa yang tahu.
"Bandung?"
"Ya, selingkuhannya melahirkan. Dia sudah menjadi ayah sekarang." Ajeng mengusap perutnya prihatin. "Malang sekali nasibmu, nak. Ayahmu sudah memiliki anak dari wanita lain."
Tania terdiam, apakah tepat jika dirinya mengatakan keinginannya pada Ajeng, tapi jika menunggu lebih lama lagi, ia cemas dengan keadaan suaminya, takut disiksa oleh orang suruhan Radi.
"Jeng, bisakah kau membantuku?" Akhirnya Tania memilih mengatakannya.
"Bantu? Bantu apa?"
"Lepaskan suamiku. Aku mohon padamu, minta Radi untuk melepaskan suamiku!" mohon Tania.
"Apa? Ma-maksudnya bagaimana?" Ajenh menuntut penjelasan lebih.
Mau tak mau Tania menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Semua hal yang ia dengar dari Bagas, diberitahukannya pada Ajeng.
Ajeng mengusap air matanya setelah Tania selesai bercerita. "Apa aku bisa percaya padamu, Tan?"
"Tentu. Aku dan mas Bagas tidak mungkin berbohong. Itulah sebabnya kenapa suamiku itu begitu membenci suamimu."
Ajeng mengusap wajah lelah. Ia tak menyangka jika Radi adalah orang seperti itu. Apakah dirinya telah salah menjatuhkan hati pada pria bermuka dua seperti Radi.
"Aku mohon, Jeng."
Ajeng mengangguk. "Aku akan segera membebaskan kak Bagas, kau tenang saja."
.......
Sore harinya, Radi baru saja bangun dari tidur. Ia menuju dapur untuk mengambil minum. Saat akan berjalan ke ruang tengah, ia melihat Ajeng yang berjalan terburu-buru ke arahnya.
"Sayang, kau dari mana saja, aku-,"
PLAKK
Satu tamparan melayang dan mendarat dengan keras di pipi Radi. Gelas yang dipegang pria itu jatuh ke lantai dan pecah berserakan.
Pria itu memegang pipinya yang panas, lalu menatap bingung istrinya yang sudah bertindak kasar. "Kenapa kau menamparku? Apa salahku?" tanyanya emosi.
"Lepaskan kak Bagas sekarang juga!"
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......
...🙏🏻😊...
...Terima kasih...