"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Raka tersenyum sambil berjongkok, menatap mata Aji Mahendra yang nanar penuh amarah.
“Itu bukan curang, tapi keahlian,” ucapnya tenang. “Dan menggunakan racun juga salah satu keahlianku...”
Dengan ringan, Raka mengangkat tubuh Aji Mahendra yang lemah dan meletakkannya di pundaknya.
“Hei... apa yang akan kau lakukan?!” teriak Aji Mahendra dengan nada bingung dan ketakutan.
“Tenang saja, Pendekar. Aku sudah berjanji tidak akan membunuhmu. Kau akan terlihat sangat memalukan kalau ditemukan orang dalam keadaan lemah begitu saja di sana,” jelas Raka.
Aji Mahendra terbelalak. Ternyata orang yang mengalahkannya dan kini menggendongnya itu masih memiliki hati yang baik. Benar apa yang dikatakan Pendekar Iblis, betapa malunya jika dirinya pendekar hebat yang disegani ditemukan tergeletak tak berdaya di tanah.
Ingin rasanya ia berterima kasih atas kebaikan Raka. Namun, rasa dongkol karena kekalahannya dengan cara yang licik jauh lebih besar.
Tiba-tiba, Aji Mahendra terkejut saat merasakan tubuhnya melayang, terlepas dari pundak Raka. Tapi alih-alih jatuh ke tanah, tubuhnya justru semakin naik, melayang lebih tinggi dari tubuh Raka yang masih tersenyum menatapnya.
KRAK…
KRAK…
KRAK…
"Kurang ajar kau, iblis laknaaaaaat!" teriak Aji Mahendra begitu sadar bahwa tubuhnya kini tergantung di pohon Ampelan yang dipenuhi duri besar. Duri-duri itu menembus tubuhnya, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Rupanya, Raka telah melemparkannya ke sana.
"Hahaha… Dengan begini, kau tidak tergeletak hina di tanah, tapi sedikit lebih mulia," kata Raka sambil tersenyum sinis. "Orang yang menemukanmu nanti tidak akan langsung mengira kau kalah bertarung mungkin mereka justru mengira kau mencoba memanjat pohon dan terjatuh. Itu pun kalau manusia yang menemukannya… kalau binatang buas? Aku tak tahu nasibmu."
Dengan tenang, Raka berbalik dan mulai melangkah meninggalkan Aji Mahendra.
"Bangsat! Kurang ajar! Lebih baik kau bunuh aku sekarang daripada mati tersiksa seperti ini!" teriak Aji Mahendra penuh amarah dan ketakutan, memohon dengan suara bergetar.
Langkah Raka terhenti. Ia menoleh perlahan, menatap Aji Mahendra yang kini membelalak, takut kalau Raka benar-benar akan mengabulkan permintaannya.
"Oh ya… meskipun tak ada yang menemukanmu," ucap Raka santai, "asal kau bisa bertahan setengah hari saja, kau pasti selamat. Karena Racun itu hanya akan bertahan setengah hari... dan pedangmu sudah ku letakkan di pohon Ampelan sana, agar tidak dicuri orang," ujar Pendekar Iblis sambil menyeringai.
Seringai itu membuat Aji Mahendra terbelalak. Pohon Ampelan yang dimaksud adalah pohon tinggi menjulang dengan batang penuh duri besar dan tajam. Bagaimana mungkin dia bisa mengambil pedangnya dari tempat seperti itu?
Aji Mahendra mengumpat keras, melontarkan sumpah serapah tajam kepada Pendekar Iblis. Namun makian itu tak digubris sedikit pun. Pendekar Iblis berlalu begitu saja, meninggalkan Pendekar Pedang Naga yang kini hanya bisa memandang pedangnya yang tersangkut tinggi di pohon berduri.
Tanpa disadari, air mata menetes di wajah Aji Mahendra. Ia meratapi nasibnya dengan getir, sementara dendam terhadap Pendekar Iblis kian membara dalam dadanya. Bukan hanya ingin membunuhnya jika ia menemukan jasad Pendekar Iblis telah mati pun, Aji Mahendra bersumpah akan menginjak-injak tubuhnya, bahkan membelahnya hingga berkeping-keping.
Dalam kemarahannya yang membuncah, ia berharap Pendekar Iblis tewas di tangan Datuk Pengemis Nyawa. Bahkan jika perlu, ia rela membantu Datuk Pengemis Nyawa musuh besar aliran yang ia anut hanya demi membalaskan penghinaan Raka padanya kali ini.
**
Setelah sekian lama mengembara ke berbagai penjuru, Raka akhirnya tiba di belahan barat. Ia tampak santai menikmati makanan di sebuah kedai kecil. Saat itu, iring-iringan manusia lewat di depan kedai, dan segera menarik perhatiannya...
"Ada acara apa ini, Tuan...? Kenapa banyak iring-iringan lewat sini?" tanya Raka pada orang yang sedang makan di sebelahnya.
"Kau belum dengar kabar besar itu? Katanya sebentar lagi akan ada keramaian di Bukit Gembala."
"Ada apa di Bukit Gembala?" tanya Raka, kini semakin heran.
"Ah, kau benar-benar ketinggalan informasi. Racun Barat, atau yang dikenal sebagai Tuan Owyang, setelah berhasil menikahkan anak pertamanya dengan Pangeran dari Jepara, kini berencana mencarikan jodoh untuk putri keduanya yang sangat cantik itu dan calon-calon suaminya berasal dari dunia persilatan," jelas pria tambun itu.
"Andaikan aku punya ilmu yang hebat, pasti aku juga ikut serta dalam acara itu. Konon, paras putri keduanya jauh lebih cantik dibanding yang dinikahi Pangeran Jepara. Tapi yang paling menarik, akan ada pertarungan antara pendekar-pendekar hebat dari berbagai penjuru," tambah pria kurus di sebelahnya sambil mempercepat makannya.
Raka hanya mengangguk-angguk, tanda mengerti. Nama Bukit Gembala, Tuan Owyang, atau Racun Barat baru kali ini didengarnya. Memang aneh, pikirnya seorang pendekar seperti dirinya tidak tahu tentang salah satu dari empat tokoh sakti yang merajai dunia persilatan.
lanjut dong