NovelToon NovelToon
The Ceo'S Heart Subtitute

The Ceo'S Heart Subtitute

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Pengganti / CEO / Chicklit
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: flower

--- **“Luna adalah anak angkat dari sebuah keluarga dermawan yang cukup terkenal di London. Meskipun hidup bersama keluarga kaya, Luna tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolahnya sendiri. Ia memiliki kakak perempuan angkat bernama Bella, seorang artis internasional yang sedang menjalin hubungan dengan seorang pebisnis ternama. Suatu hari, tanpa diduga, Luna justru dijadikan *istri sementara* bagi kekasih Bella. Akankah Luna menemukan kebahagiaannya di tengah situasi yang rumit itu?”**

--- Cerita ini Murni karya Author tanpa Plagiat🌻 cerita ini hanya rekayasa tidak mengandung unsur kisah nyata🌻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23 Acara

Sore harinya, Bryan berdiri di dekat jendela ruangannya. Cahaya matahari senja menembus kaca, memantulkan siluet kota yang mulai berubah warna. “Jhon,” ucapnya tenang, “bawakan gaun istriku kemari. Kita akan berangkat dari sini.”

“Baik, Tuan,” jawab Jhon sigap. Ia segera memberi instruksi pada anak buahnya.

Tak lama kemudian, sebuah kotak eksklusif dibawa masuk. Di dalamnya tersimpan gaun yang telah dipilih Bryan khusus untuk Luna berwarna ungu pastel (lavender), memancarkan nuansa manis, elegan, dan menenangkan. Bagian atasnya bertali tipis dengan desain cold shoulder memperlihatkan bahu dengan anggun dan memberi kesan ringan serta modern. Ruffle berlapis di bagian dada jatuh lembut, menambah volume sekaligus sentuhan romantis yang halus.

Bryan menatap gaun itu sejenak, lalu tersenyum tipis. “Ini akan cocok dengannya” gumamnya pelan. Jhon mengangguk. “Nona Luna pasti akan terlihat sangat anggun, Tuan.” Bryan menghela napas ringan.

Bryan memasuki kamar pribadi yang berada di dalam ruang kantornya. Saat pintu tertutup pelan di belakangnya, ia melihat Luna baru saja terbangun. Rambutnya sedikit berantakan, matanya masih menyimpan sisa kantuk. terlihat begitu rapuh dan menenangkan.

Bryan tersenyum, senyum yang jarang ia perlihatkan pada siapa pun. Ia melangkah mendekat, duduk di tepi ranjang, lalu mengusap rambut istrinya dengan lembut.

“Mia Cara…” ucapnya pelan. “Bagaimana tidurmu? Apakah kamu tidur dengan nyenyak?”

Luna mengedip pelan, lalu mengangguk kecil. “Iya… cukup nyenyak,” jawabnya lirih. Ia menatap Bryan sebentar, lalu tersenyum tipis. “Kamu tidak membangunkanku.”

“Aku tidak tega,” balas Bryan jujur. “Kamu terlihat lelah. Aku ingin kamu benar-benar beristirahat.” Luna duduk perlahan, menarik selimutnya. “Jam berapa sekarang?”

“Hampir sore,” jawab Bryan. “Kita masih punya waktu sebelum berangkat.” Ia mengusap punggung tangan Luna singkat, lalu menunjuk kotak gaun di dekat sofa. “Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu.” Luna mengikuti arah pandangnya. “Itu apa, Caro…?” tanya Luna pelan sambil menatap kotak besar di dekat sofa. Rasa penasaran jelas terlihat di wajahnya. Bryan tersenyum lembut. Ia bangkit, lalu mengambil kotak itu dan meletakkannya di atas ranjang. “Buka saja,” katanya tenang. “Aku ingin kamu yang melihatnya sendiri.”

Luna ragu sejenak, lalu perlahan membuka penutup kotak. Seketika matanya membesar. Gaun berwarna lavender itu terlipat rapi di dalamnya, memantulkan kilau lembut di bawah cahaya sore. Luna terkagum melihat desainnya yang pas untuknya. "desain ini sangat cantik"

Bryan menatapnya dengan sorot hangat. “Aku melihatnya dan langsung teringat padamu,” ujarnya jujur. “Lembut, tenang… tapi tetap anggun.” Luna mengangkat wajahnya, ada rasa haru yang sulit disembunyikan. “Kamu yakin ini untukku?”

“Iya” jawab Bryan mantap. “Untuk malam ini. Dan untuk bakatmu.” Senyum Luna perlahan merekah.

Bryan kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menatap sang istri dengan sorot mata tenang namun penuh perhatian.

“Bersihkan dirimu di kamar mandi, lalu kenakan gaun ini, ya,” ujarnya sambil menyerahkan gaun tersebut. Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, “Perlukah aku memanggil penata rias untuk membantumu berdandan?”

Luna tampak terkejut dan sedikit kebingungan. “Penata rias? Untuk apa, Caro…?” tanyanya lirih. “Untuk mendandanimu, Cara,” jawab Bryan lembut, tersenyum tipis. “Aku hanya ingin kamu tampil lebih rapi dan anggun karena acara ini tokoh utamanya adalah kamu" ucap Bryan.

.

.

.

Pukul tujuh malam, Bryan telah sepenuhnya siap. Setelan jasnya tampak rapi tanpa cela. Sebelumnya, ia sempat memerintahkan asistennya, Jhon, untuk memanggil penata rias demi membantu persiapan istrinya. Kini Bryan duduk di sofa ruang tunggu, satu kaki disilangkan, jemarinya mengetuk pelan sandaran kursi. tanda ketidaksabaran yang sulit ia sembunyikan.

“Kenapa lama sekali…” gumamnya lirih. Menunggu bukanlah kebiasaannya, dan malam ini entah mengapa terasa berjalan lebih lambat dari biasanya.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka.

Luna melangkah keluar dengan mengenakan gaun lavender yang tadi diberikan Bryan. Rambut panjangnya terurai lembut, dengan ujung rambut dijepit ke tengah menggunakan jepit berbentuk kupu-kupu yang sederhana namun manis. Riasan wajahnya halus, menonjolkan kecantikan alaminya tanpa terlihat berlebihan.

Untuk sesaat, Bryan terdiam.

Ia mematung di tempatnya, menatap sang istri tanpa berkedip. Napasnya tertahan sejenak, seolah kata-kata enggan keluar. Bryan akhirnya bangkit dari sofa, pandangannya tak lepas dari Luna, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia menyadari bahwa penantian Lama tadi terasa sepadan.

“Mio Caro…” suara Luna terdengar pelan, hampir ragu, seolah ia takut memecah keheningan yang tercipta. Jemarinya tanpa sadar meremas ujung gaun lavender itu. “A-aku… terlalu berlebihan, ya?”

Bryan tersentak dari diamnya. Ia melangkah mendekat, jarak di antara mereka semakin menyempit. Dengan hati-hati, tangannya terangkat, merapikan jepit kupu-kupu di rambut Luna yang sedikit bergeser.

“Tidak” jawabnya singkat namun penuh makna. Sorot matanya melembut. “Kamu sempurna seperti ini.” Luna mengangkat wajahnya, menatap Bryan dengan mata yang sedikit membesar. Ada rasa tak percaya bercampur hangat di dadanya. Bryan tersenyum tipis, lalu menawarkan lengannya. “Ayo” ucapnya pelan. “Kita sudah ditunggu.” Dengan ragu namun percaya, Luna menyelipkan tangannya di lengan Bryan.

Mobil melaju perlahan meninggalkan area gedung kantor. Lampu-lampu kota mulai menyala, memantulkan cahaya ke kaca jendela, menciptakan bayangan lembut di wajah Luna. Keheningan di antara mereka terasa tenang, namun sarat perasaan. Bryan sesekali melirik ke arah Luna, memastikan istrinya baik-baik saja. Setelah beberapa menit, ia akhirnya membuka suara.

“Apakah kamu nyaman?” tanyanya singkat.

Luna mengangguk pelan. “Iya.."

Bryan menghela napas lega. Ia kemudian mengulurkan tangannya, menautkan jari-jarinya dengan jemari Luna. Genggamannya hangat, memberi rasa aman yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata. “Saat kita masuk nanti,” ucapnya pelan sambil menatap istrinya, “tetap di sisiku.”

Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah gedung megah dengan pencahayaan elegan. Karpet merah terbentang di pintu masuk, memantulkan kilau lampu kristal yang menggantung di fasad gedung. Para pengawal segera membukakan pintu, membantu Bryan dan Luna turun dengan sigap.

Belum sempat mereka melangkah jauh, kilatan kamera langsung membanjiri pandangan. Wartawan, fotografer jurnalistik, hingga awak media fashion berdesakan di balik pembatas, saling berebut sudut terbaik. Nama Bryan terdengar dipanggil bertubi-tubi—ia dikenal sebagai pengusaha besar, CEO paling berpengaruh di negaranya, sosok yang setiap langkahnya selalu menjadi sorotan.

“Tuan Bryan, siapa wanita di samping Anda?”

“Tuan Bryan, mengapa Anda tidak lagi bersama Nona Bella?”

Pertanyaan-pertanyaan itu datang tanpa jeda, saling tumpang tindih, disertai kilatan lampu kamera yang menyilaukan. Bryan tetap melangkah tenang, wajahnya datar tanpa sedikit pun reaksi. Tangannya justru semakin erat menggenggam Luna, seolah memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja.

Para pengawal segera membentuk barisan, melindungi Bryan dan Luna dari kerumunan wartawan hingga mereka berhasil masuk ke dalam gedung. Begitu pintu tertutup di belakang mereka, hiruk-pikuk di luar seakan teredam. Namun perhatian di dalam tak kalah besar.

Langkah Bryan dan Luna langsung menjadi pusat sorotan para tamu. Bisik-bisik terdengar di sana-sini, tatapan penasaran mengarah pada wanita yang berjalan di sisi Bryan. Luna dengan gaun lavender dan sikap anggunnya mencuri perhatian siapa pun yang melihatnya. Bryan tetap berjalan tegap, seolah dunia di sekelilingnya tak berarti. Malam itu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia telah memperkenalkan Luna kepada semua orang, sebagai sosok yang berdiri di sisinya.

1
lia musa
/Good//Good//Good//Good/
Anto D Cotto
menarik
Dwi Winarni Wina
kasian luna diperlukan kayak pembantu sm orgtua angkatnya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!