NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 23 - datang dan pergi.

Waktu merangkak ke beberapa hari setelahnya. Aktivitas sekolah terus berjalan, namun suasananya tak lagi sama semenjak ketiadaannya seorang murid populer. Shisinan Seandra menghilang bak ditelan bumi. Tidak berhadir ke sekolah dalam kurun waktu yang lumayan lama.

"Mut.. lagi ngapain, ayo ikut kita jajan." Tak digubris, Lilie lantas membuang nafas miris. Lagi-lagi ia gagal dalam menghibur seorang gadis yang beberapa harian ini tampak tidak bersemangat. "Kamu ngeliatin apa, awan lagi? Emangnya disana ada Sinan."

"Goblok malah dibahas." Jack berkata sambil menyentil. Membuat si mengaduh namun tak ia beri respon lagi. Malahan pemuda tempramental itu tersenyum pada Dinya. Membujuk. "Ayo ikut, gue traktir. Lo mau ngehantem semua menu ampe raib juga babang sanggupin, yok yok yokk!"

Sungguh pemandangan langka bagi para murid di kelas. Pemimpin galak mereka rela banting setir menjadi baby sitter demi menghibur Dinya. Bahkan beberapa harian ini, dia yang paling kelabakan akan kemurungan gadis itu. Juga yang paling banyak mengudarakan sumpah serapah.

Tap..

Tap..

"Jangan mau, mending ikut aku."

Seketika heboh. Sorakan mengiringi langkah siswa tampan yang berjalan cepat menghampiri tiga orang murid pada meja paling pojok. Pemuda yang sempat hilang itu secara tiba-tiba ada ditengah-tengah mereka. Yang lebih menyebalkan ia malah datang dengan membawa senyum.

"Si bngst.." langsung mengeram. Bahkan dengan tanpa berbalik, Jack sudah tahu siapakah itu si pemilik suara. Membuatnya hampir kehilangan kesabaran. Menyenggol gadis di sampingnya. "Tahan gue, Li. Kalau lo gak nahan, demi Tuhan bisa babak belur nih cowo setan gue buat."

"Kemana aja lo?!!" Sembur Lilie. Lebih galak dan lebih tidak sabaran. Menatap pemuda yang bahkan tak meliriknya itu tajam. "Apa maksudnya coba main ngilang-ngilang."

Tanpa meladeni dua orang itu, seseorang yang kini sedang menjadi sorotan hanya mengangkat tangan. Mengelus pipi si dia yang sedang melamun sambil mendongak menatap jendela luar. Tepatnya pada awan-awan tebal di langit biru yang membentang luas di atas sana.

"Hai, aku Sinan." Katanya bercanda. Mengulangi kalimat yang ia lontarkan dengan gaya dan nada yang sama persis.

"Awan merah, awannya merah. Dinya."

Langsung terkekeh. Senyum manis pada wajah tampan tersebut tak ayal langsung mengembang. Memandangi gadis di depannya penuh sayang. Sebelum membiarkan waktu melompat ke jam istirahat. Dan mereka akhirnya memiliki saat-saat untuk berduaan.

"Kangen gak? Harus kangen." Kata Sinan. Menopang dagu dengan yang sorot tertuju penuh pada wajah cantik didepannya.

Mereka sedang berada di area santai yang berlokasi tidak jauh dari lapangan tengah berada. Terdapat beberapa meja kecil lengkap tempat duduknya dengan payung besar yang menjadi daya tarik utama, yang jikalau dilihat dari atas akan tampak seperti barisan bunga-bunga di pinggir lapangan.

Ini adalah fasilitas yang baru dibangun, spot nongki terbarunya para murid.

"B aja." Sahut Dinya santai. Tanpa melirik. Hanya menatap datar para murid yang berlalu-lalang. "Lo ngilangnya kurang lama."

"Marah tuh." Terkekeh. Lalu menegakkan tubuh. Nada Dinya menunjukkan kekesalan yang Kentara, begitu kontras dengan raut yang gadis itu tampilkan. Datar juga tampak tidak perduli. "Maaf, ya. Urusannya emang gak bisa ditunda, harus di selesain."

Sebenarnya Sinan sudah memberitahukan hal tentang ketidakhadirannya kepada Dinya. Meski tanpa menyampaikan alasan, dan hanya berkata melalui sambungan telepon bahwa ia akan absen sekolah selama beberapa hari.

"Maaf, ya. Aku beneran minta maaf." Memasang raut se menyedihkan mungkin. Sambil berharap akan sedikit dilirik. Tapi nyatanya tidak. Sehingga pemuda tampan itu berkata lagi. "Serius nyesel aku."

"Dinya, aku harus ngelakuin apa biar dimaafin? Atau kamu punya sesuatu yang mau dibeli, bilang aja. Aku turutin semua." Meski tahu bahwa gadis yang menjadi lawannya bicara itu bukan tipikal yang akan termakan sogokan. Ia tetap menawarkan, mencari cari agar mendapat maaf. "Please-"

"Gue gak marah. Lagian buat apa juga lo minta maaf." Menyahut. Kini gantian Dinya yang bertopang dagu. Menatap pemuda yang menampilkan raut sok melas itu muak. "Gak ada yang nyuruh, dan gak ada yang perduli sama maaf maaf lo itu."

Sinan meringis. Lalu membatin lirih pada dirinya sendiri. Bagian mana dari kalimat Dinya yang menunjukkan bahwa gadis itu sedang tidak dalam keadaan kesal. Jelas-jelas nada jutek itu menusuk sampai ke relung hatinya yang terdalam.

Mengulurkan tangan berniat ingin mengambil milik si gadis untuk digenggam, gadis manis itu sudah lebih dulu menarik tangannya. Mengibaskan rambut dan membuang muka. Astaga..

Rasanya Sinan ingin menangis saja.

"Sayan-"

Ujaran si pemuda malang terhenti ketika bunyi notifikasi mengudara. Mengangkat benda pipih tersebut, sebelah alis milik Sinan lantas terangkat ketika membaca isi pesan dari si pengirim.

Waket D3

Nan, surat lo manee~

P.

Ywdh gue alpa.

P.

P.

Si imut gue galau, awas lo.

Awas aja.

Parah.

Lo absen tanpa keterangan udah lewat 2 hari, jangan salahin gue kalau rumah lo kedatengan guru BK.

P.

Lo gue end.

...Hari ini....

P.

Ada yang pengen gue omongin.

Tentang Dinya.

***

"Lama." Menyambut jutek. Gadis yang tadinya bersandar pada tiang sembari menunggu itu secara perlahan mulai berdiri tegak. Merajut langkah lebih dulu guna memimpin si pemuda yang baru sampai.

Memasukan tangan pada kedua belah kantung. Pemuda tampan itu lantas berjalan dengan penuh kharisma. Hanya mengikuti Lilie yang tampak muak akan kehebohan siswi di sekitar. Bersorak setiap satu langkah tercipta, sungguh fanatik.

Tap..

Tap..

"Apa yang ada dipikiran lo." Melirik ke arah sekitaran yang heboh. Mendengus. Lalu ingin berkata lagi. Tepatnya ingin memastikan suatu tebakan yang kini bersarang julid. "Enak dipuja-puja git-"

"Dinya. Gue lagi mikirin dia. " Memotong. Mengingat-ingat lagi tentang sebagaimana berat ia dalam meninggalkan gadis itu tadi. "Apalagi kata sambutan lo hampir mirip sama punya dia. Lama, lama. Coba lo ulang."

Teringat ketika dirinya membawakan sekotak besar barang bawaan sambil mencari keberadaan gadis itu yang cepat sekali hilangnya. Dan ketika ia hampir sampai pada pintu keluar, Dinya sudah lebih dulu menyambutnya.

'lama.' kata si gadis kala itu. Rautnya datar dan nadanya terdengar kesal, dibarengi lirikan dari ujung kaki sampai ujung kepala yang begitu Sinan ingat.

"Lama."

Menoleh pada Lilie yang menurut. Sinan lantas terkekeh sebelum berkata santai. "Tuh kan mirip. Jadi kangen."

Yang mendengar hanya memutarkan bola mata. Setelah pemuda itu menculik Dinya, ia sekarang malah berkata begitu. Bahkan belum setengah jam kemungkinan si pemuda berpisah dari sang gadis. Sudah sok-sokan berujar kangen.

Terus merajut langkah. Lilie berniat menyimpan julid dengan diam. Menabung hal itu untuk nanti digosipkan bersama Jack.

"Wah wahh~ Entah cuma kebetulan atau emang takdir, tapi ini tempat gue pertama kali nembak dia." Melirik gadis yang mengambil posisi duduk. Sinan lantas terkekeh. Senang karena semesta secara terus-menerus mengingatkannya pada Dinya. "Jodoh sih ini."

Bulu kuduk Lilie berdiri. Menatap skeptis pada pemuda yang sedang senyum-senyum sendiri. Kesabarannya benar-benar diuji. Ingin julid tapi belum saatnya.

"Kecintaan nih orang.." akhirnya kelepasan bergumam. Lalu berdehem. Mengambil nafas terlebih dahulu sebelum berkata. "Jadi, apa alasan lo gak masuk."

Mendengar itu. Sinan tidak bisa menahan nada bingungnya. "Hah. Lo ngajak gue ketemu karena itu? Gak mungkin."

"Sumpah?! Apasih, Nan?!!" Meledak. Berdiri dan melotot kepada si pemuda. Lalu berdiri dengan tangan parkir ke depan dahi. Sebelum bergumam dengan nada lemah. "Perasaan kalau sama Dinya dia jadi sok-sokan berwibawa, kenapa sekarang.."

Jelas ini bukan perasaannya saja. Meski baru akhir-akhir ini bergaul dan menjadi cukup akrab dengan pemuda itu, Lilie sudah bisa menyimpulkan bahwa Sinan tampak begitu dewasa. Mengayomi dan memperlakukan Dinya sebaik yang si pemuda bisa.

Srek.

Memberi lirikan lagi pada pemuda didepan, lantas membuang nafas panjang.

Padahal kalau dengan orang lain, khususnya para penggemar gilanya itu, Sinan tidak akan bersikap begini. Ia akan menampilkan senyum manis dan berbicara penuh hati-hati, memuji juga menyenangkan hati lawan bicara. Sepengetahuannya begitu.

"Langsung ngomong aja, Li." Kata pihak lainnya. Membuat Lilie langsung menepis segala pemikiran dan memfokuskan diri lagi pada si pemuda. Sinan menyender sebelum melanjutkan. "Gue nidurin Dinya dulu tadi, kalau lo gak cepet takutnya dia ke bangun."

"Nidurin?" Ulang Lilie shock. Anehnya ia tidak pernah bisa berpikir positif. Kelengketan dua orang tersebut memang terbilang tidak wajar, mungkin saja penyebab mereka begitu menempel adalah karena..

"Stress." Lawan bicara berkomentar. Tampak dari raut Sinan menunjukkan seberapa ilfil dirinya dengan gadis itu. Melanjutkan sambil menggeleng tidak habis pikir. "Kalau ada Jack lo auto dimarahin."

Mendengarnya. Lilie hanya menyengir. Sempat terdiam sebelum memutuskan untuk menyahut sembari jari telunjuk itu terangkat. Mengarah pada pohon besar tak jauh dari tempat mereka berada.

Bruk, krak.. kra- GEDEBUK!!

"Anjing! bokong gueee~"

Mendapati seonggok daging bernyawa jatuh secara tidak astetik. Sinan hanya terkekeh canggung, sedikit bergeser untuk memberi jatah kursi pada pemuda galak dengan alis naik tersebut. Ada-ada saja.

"Lagian mana mungkin dia ngebiarin gue ketemuan ama cowo, jir. Mana di belakang gedung sekolah gini." Kata Lilie seraya terkekeh. Melipat tangan di atas meja. Karena formasi sudah lengkap, maka itu tandanya keseriusan dari perbincangan mereka harus segera berhadir.

Sementara di sisi lain. Seorang gadis yang tadinya tertidur sudah berjalan santai menyusuri lorong. Tidak berniat mencari keberadaan tiga orang itu, tetapi hanya ingin sekedar mencari angin dan menikmati waktu sendirian.

Tap..

Tap..

Sampai pada area rooftop, Dinya jadi tidak heran mengapa angin membawa langkahnya kesini. Lihatlah pemandangan kota dan langit biru yang membentang seolah menyelimuti, ini kali pertama ia bisa berjalan di sekolah dengan sebebas itu.

"Kapan kalian ngomongnya, nying. Kok gue gak tau?!" Papar Jack. Alisnya masih terangkat sedari tadi, sembari ingin menuntut penjelasan pada seorang gadis yang tadi berujar. "Wah parah."

"Intinya pas klen berdua sibuk. Gue ama dia ngobrolin nih anak lumayan lama, eh tapi dia gak nanyain pertanyaan yang personal banget juga sih." Balas Lilie. Diam-diam melirik reaksi pemuda di sisi Jack. "Santai aja keles nyengirnya. Senyum lo udah nyampe ke telinga tuh."

Yang digoda tak menggubris. Sinan bahkan dengan terang-terangan menampilkan seringai. Bangkit dari duduk tergesa-gesa.

Kepanasan. Entah kenapa setelah mendengar cerita singkat barusan, ia jadi secara sadar dan tak sadar bergerak gelisah. Gatal untuk kembali dan menemui gadis itu, meminta kepastian lagi pada Dinya.

"Terus apa lagi, gue udah gak tahan mau balik." Jujur pemuda itu. Menatap kedua orang di sana singkat.

"Apaan dah." Entah kenapa Jack kesal. Mengangkat tangan untuk mencekal Sinan dan menghempaskannya untuk kembali duduk di kursi. Mengangkat satu kaki sambil menatap penuh selidik, berniat mengintrogasi pemuda tersebut. "Chill ae, ngebet amat. Lo kok.. denger.. lagak lo udah gak bener, kalau sampai lo ketahuan macem-macemin Dinya. Awas aja."

Lilie mengangguk pada Jack. Sebelum melanjutkan. "Sabar. Makanya gue mau lo gantian nyari tau tentang dia."

Keduanya sadar bahwa mereka tidak akan bisa menembus pertahanan Dinya. Gadis datar tersebut terlalu tertutup, meski mereka bisa terbilang sudah sangat akrab. Bahkan sejak kali pertama mereka bertemu di mall, tapi tetap saja.

"Gue mau lo nyari tau tentang dia. Latar belakangnya, dan lain sebagainya. Lo bisa?"

Itu membuat Sinan terdiam dan berpikir. Ia bisa saja dengan mudah mengetahui apapun tentang gadis pujaannya, tetapi ia tidak ingin melakukan hal tersebut. Mengukap semua secara alami, atau menunggu kejujuran si gadis. Itulah yang ia inginkan.

Dan menurutnya, mengulik privasi seseorang bukanlah tindakan yang bisa dibenarkan. Terlebih seseorang itu adalah Dinya.

"Bisa. Tapi gue gak mau buru-buru. Mana tega gue kalau gak pelan-pelan ke dia." Santai pemuda itu. Mengambil gerakan untuk bangkit. Menghiraukan Jack. Lalu mengambil langkah untuk meninggalkan tempat tersebut. Melambai tangan tanpa berbalik sebelum benar-benar pergi. "Thanks, Li."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!