kisah nyata seorang anak baik hati yang dipaksa menjalani hidup diluar keinginannya, hingga merubah nya menjadi anak yang introvert dengan beribu luka hati bahkan dendam yang hanya bisa dia simpan dan rasakan sendirian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widhi Labonee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Kebenaran
Tiwi menjadi sangat pendiam sekarang. Di kelas di hanya tersenyum kecil melihat semua kelakuan konyol teman-teman nya. Dia akan bicara jika diajak omong. Dia hanya bisa melihat dari jauh apapun yang dilakukan oleh Imran. Cowok itu tampak supel dalam pergaulan, buktinya dia akan bergurau dengan semua teman sekelasnya, kecuali dengan Tiwi. Sesuatu yang sangat aneh kan.
“Eh, kamu tau nggak, si Yusuf naksir Reni loh,” mbak Mugi memulai sesi ghibah.
“Saingan sama Tatok dong..” celetuk Anik Mumpuni yang berperawakan gemoy itu.
“Eh, yang bener… kok kamu tau Nik?” Tanya Rini yang duduk disebelah Anik itu.
“Lah wong Tatok terang-terangan siaran kemarin, dan Reni cum menanggapi dengan ketawa,” jawab Anik santai.
Tiwi yang duduk di bangkunya sendirian itu pun hanya bisa ikut mendengarkan. Karena memang dia tidak seakrab itu dengan mereka.
“Eh, kalau Imran emang sama Liliani kan?” Tanya Mugi pada Anik dan Rini
“Katanya sih begitu, ya tapi tau sendirilah kelakuan Liliani sombongnya naudzubillah…” ujar Rini sambil mencibir.
“Iya loh, dia tuh sok kecakepan banget, lihat saja,tuh ..” Anik memberi kode untuk melihat kelakuan Liliani yang sedang dikerumuni para anak lelaki teman sekelasnya dan tertawa ngakak sok asik.
“Jangan suka iri gitu Mbak, kita lihat saja kalau mau, kalau ndak mau ya gak usah dilihat daripada berdosa…” celetuk Tiwi.
Semua teman yang didekat bangkunya pun mengangguk setuju. Dan mereka pun mengganti topik pembicaraan, menurut saran Tiwi.
Sementara itu Imran seringkali mencuri pandang pada Tiwi, tapi gadis itu pura-pura tidak melihatnya. Membuat pemuda itu menjadi salah tingkah sendiri.
“Heh, namamu Tiwi ya?” Tiba-tiba Liliani datang mendekat ke bangku Tiwi.
Tiwi mengangguk,
“Hm, katanya kamu lulusan Mts ya? Jurusan surga dong… nggak nyasar sekolah disini kamu tuh?”tanyanya dengan nada meremehkan.
Tiwi hanya diam menatap gadis dengan rambut potongan bob sebahu ini dengan tajam.
“Memang kenapa kalau aku lulusan Mts? Ada larangan untuk bersekolah disini?” tanya Tiwi dengan nada datar.
“Eng.. nggak juga sih, tapi aneh aja, biasanya kan lanjutannya ke MA, takutnya kamu nyasar, gak jadi masuk surga dong ntar, Wkwkkwkw…” ejeknya.
Tiwi hanya tersenyum tipis, begini inikah cewek pilihan Imran? Tanya Tiwi dalam hati.
Dilihatnya gadis itu berlalu dengan senyum menghina kepadanya.
“Jangan dimasukin hati ya Wi, memang kayak gitu gaya bicaranya,” ujar Rini memenangkan Tiwi.
Gadis itu hanya diam dan mengangguk.
—---------
Imran bertanya kepada Tatok yang memang mengenal Tiwi.
“Tok, kamu tau rumah Tiwi itu dimana sih?”
Tatok yang sedang melamun itu menjawab asal,” di desa T…lumayan lah dari rumahku. Kenapa? Kamu naksir dia? Bukankah kamu sudah jalan dengan Liliani?”
“Aku tidak pernah jadian dengan anak itu. Itu semua fitnah. Anak itu memang yang suka digosipkan sama siapa saja biar bisa populer di sekolah ini,” bantah Imran sêngit.
“Hahahaha,,telat kalau gitu Mran.. kemarin Tiwi sempat menanyakan apa memang benar berita mengenai kalian. Ya aku jawab saja iya. Kan aku pikir memang beneran Mran ..”
Bugh. Imran meninju lengan Tatok, dia memasang wajah mangkel.
“Sial*an kamu Tok. Harus nya kamu klarifikasi dulu padaku. Kalau begini kan jadi nggak karuan, duh!” Gerutu Imran.
“Ya maaf… Mran…nanti aku cari cara buat bantu kamu menjelaskan pada Tiwi. Tenang aja Broo..” janji Tatok pada sahabatnya itu.
Imran pun merasakan jika ada perubahan sikap dari Tiwi padanya. Sepertinya gadis itu selalu menghindari nya. Padahal mereka satu ekstrakulikuler, yaitu karate. Tiap hari Rabu malam mereka akan bertemu di lapangan basket sekolah untuk berlatih bersama. Dan itu adalah saat yang sangat dinantikan oleh Imran sebenarnya. Tetapi sikap Tiwi yang cuek padanya seperti itu, membuat Imran menjadi minder.
Sore ini, hari Jumat, waktunya anak kost pulang ke rumahnya masing-masing. Seperti juga Tiwi dan Tatok yang memang tetangga désa itu. Mereka naik bus yang sama berbarengan dengan banyak anak lainnya.
“Eh, Wi, hampir lupa aku. Beberapa waktu lalu aku kan bertanya pada Imran mengenai kebenaran hubungannya dengan Liliani. Dan kamu tau apa jawabnya?” Tatok yang duduk satu baris di Bus itu mengajak Tiwi bicara.
Gadis berkuncir satu itupun menoleh pada cowok slengean teman satu kelasnya ini.
“Katanya itu bohong Wi .. jadi kalau memang kalian saling suka ya lanjut ajalah, jangan kaya sekarang ini, saling menjauh padahal saling suka ..” kata Tatok dengan santainya.
Tiwi terperangah, benarkah info yang dia dengar dari cowok slengean ini? Ataukah cuma kata-kata untuk menghibur hatinya saja.
“ Kalau kamu nggak percaya, cobalah kau buktikan dengan datang bermain ke rumahnya. Nanti kamu akan tau, keseharian anak itu kayak apa.” Usul Tatok pada Tiwi.
Tiwi hanya diam. Dia akan mempertimbangkan usulan teman sekelasnya yang penampilannya slengean itu.
—-----
“Wi ! Sini !” Panggil Ismawan pada anak perempuan nya itu.
Setelah sang anak mendekat maka pria bapak dari delapan anak itu berkata lagi,
“Ini kunci motor yang baru, kalau dalam semalam kamu bisa dapat 100 km, nanti aku kasih bonus uang saku yang banyak,” ujar Ismawan pada Tiwi.
Gadis remaja tanggung yang memang hobi naik motor dan ngebut itu memang sering dimintai tolong oleh Bapaknya ini untuk mencoba motor baru guna mendapatkan jumlah kilometer yang banyak dalam semalam, dan besoknya motor itu sudah bisa dipakai boncengan. Namanya juga tahun segitu ya, ‘90an, pemikiran nya kan masih jadul banget.
Dan ya, disinilah Tiwi sekarang, didepan rumah Ida, teman sekelasnya. Tiwi memarkir motor barunya didepan gerbang pagar masuk rumah Ida. Setelah mengucap salam, dan dijawab, keluar lah teman sekelasnya yang berambut keriting panjang itu.
“Heeii..Tiwi. Wah, mimpi apa aku kamu bisa sampai ke rumahku? Ayo masuk…”ajak Ida pada Tiwi.
“Eh, iya Da, aku ganggu kamu ya? Maaf… tadi ku lagi jalan-jalan di daerah sini, terus aku ingat kalau ada teman yang rumahnya di sekitar sini, iseng aku nanya ke orang eh, dia bilang rumahmu yang ini, ya sudah aku nekad saja mampir, ternyata beneran rumahmu toh, heheheheh..” jawab Tiwi.
Keduanya segera akrab bercerita,
“Lah itu yang warna hijau itu rumah Liliani. Dia tinggal sama neneknya, ibunya bercerai dengan bapaknya yang sudah kawin lagi di kota J. Ibunya jadi TKW ke Hongkong. Jadi Lili dititipkan ke neneknya. Kamu mau main kesana kah? Ayo..mumpung sudah sampai desa sini loh, ayoo.. kita muter-muter ke rumah teman sekelas kita,” ajak Ida lagi.
Akhirnya Tiwi pun mengikuti Ida, mereka menuju ke rumah Liliani yang hanya berjarak delapan rumah dari Ida itu.
“Eh, Ida .. masuk Ndhuk, Lili sedang mengantar kue ke warung, ayo sini, Mbah tadi bikin nagasari…” ajak nenek Lili ramah.
Tiwi masuk ke rumah Liliani yang sederhana itu. Jauh dari ekspektasi dia dengan penampilan yang selalu di tampakkan anak itu di sekolah. Juga sikap sok kaya dan sok pamernya yang membuat teman-teman nya muak. Apalagi jelas jauh jika dibandingkan dengan keadaan rumah Ida yang bisa dikategorikan orang lumayan berada di desa itu. Dan jika dibandingkan dengan keadaan rumah Tiwi sekarang malah jauh sekali… Keluarga Tiwi sekarang termasuk keluarga berada alias kaya sekali di desanya.
Tiwi begitu miris melihat keadaan itu, klu apa yang membuat Lili bersikap selalu menyebalkan dengan sering menghina anak lain? Apakah hanya pelampiasan dirinya saja?
Beberapa saat kemudian datanglah Lili dengan menaiki sepeda tua dan di tangan kirinya memegang keranjang kue kosong. Tampak wajah lelah Lili yang harus mengayuh sepedanya dari tempat yang lumayan jauh.
“Li, coba lihat aku bawa siapa?” tanya Ida mengagetkan Lili yang sedang memarkir sepeda bututnya itu. Pandangan matanya tak lepas dari motor baru yang sedang terparkir di halaman luar rumah neneknya di tepi jalan. Dengan langkah gontai dia masuk ke rumah nya dan meletakkan keranjang kue dengan kasar.
“Aku capek Mboookk… minuuummm!!” Teriak Lili kasar.
Lalu dia menoleh ke arah Ida dan betapa kagetnya saat mendapati jika ada Tiwi disana.
“Tiwi?”!
**********