NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:745
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calon mantu

Happy reading ❤️

Jangan lupa like, dan komentar kalian tentang bab kali ini😉

###

Sore hari Ayudia sudah siap dengan kardigan hijau army ketika Bulik Hartini memanggil namanya. Wanita yang sedang hamil itu menatap pantulannya di depan kaca sejenak sebelum keluar dari kamarnya dengan menenteng ponsel.

"Bulik Yati ikut juga, Bulik?" Sampai di depan Bulik Hartini, Ayudia langsung melempar pertanyaan.

"Nggak, Nok. Mbak Yati suaminya lagi pergi, jadi rumahnya nggak ada yang jaga." Tutur Bulik. Ayudia mengangguk-angguk pelan.

Sebenarnya Ayudia agak heran dengan masyarakat di desa, kenapa satu keluarga yang boyong, yang mengantar sampai satu desa?

Tradisi boyong atau pindah rumah di kota ayu memang masih mempercayai adat kuno, untuk pindahan pun tidak seenaknya sendiri, harus menghitung ini itu dan mencari tanggal yang bagus. Bukan itu saja, tata letak rumah juga sangat berpengaruh.

"Kok barang-barannya di taruh di luar, Bulik." Ayudia berbisik pelan di telinga buliknya yang membuat wanita paruh baya itu tersenyum geli.

"Memang begini Nok, kalau boyongan." Setelah mengucap kalimat tersebut, Bulik Tini langsung mengajak Ayudia masuk ke dalam Rumah pakde Narman. Meninggalkan teras rumah yang di penuhi berbagai macam kebutuhan rumah tangga.

Kata Bulik, Orang-orang yang di putus mengikut acara boyong itu nanti akan membawa satu persatu barang tersebut. Barang-barang pun bukan barang berat ya, hanya beberapa kebutuhan untuk menginap malam ini, sedangkan barang lainya menyusul keesokan harinya.

Sampai di ruang tengah, Ayudia langsung di tinggal begitu saja Oleh Bulik Hartini. Sementara wanita paruh baya itu sudah melenggang menuju dapur.

Sebenarnya, Bulik Hartini ini masih ada kekeluargaan dengan Bude Sera. Soalnya Suaminya Bulik Tini —Paklik Ilyas, merupakan adik Bungsu Pakde Narman. Jadi bisa di bilang, Linggar dan Raisa itu masih keponakannya Bulik Hartini. Dan kalau di sambung-sambungkan lagi, Ayudia juga berkerabat dengan Linggar.

Wajar lah, di desa apalagi jaman dulu, orang-orang masih berpikiran kolot. Siapa yang sudah kelihatan cukup umur, rata-rata sudah di jodoh-jodohkan, bahkan dengan saudara sendiri pun selagi masih boleh, ya akan dinikahkan.

Maksudnya, bukan saudara sekandung loh ya.

"Sini Nok, sama Bude."

Ini kali pertama Ayudia mendatangi rumah Linggar. Dan kali kedua Ayudia bertemu dengan bude Sera. Wanita itu masih kelihatan cantik meskipun ada beberapa kerutan di wajahnya.

"Sudah makan? Makan dulu, ya?" Tawar bude. Ayudia seketika menolak.

"Nggak usah repot-repot, Bude. Sebelum ke sini sudah makan dulu kok," Jawab Ayudia dengan lembut. Menghormati tuan rumah yang menawarkan makan.

Sekarang masih jam lima sore, dan Ayudia baru makan sekitar jam empatan tadi. Rasanya belum terlalu lapar.

"Waktu itu Linggar bilang kamu pengen mangga, ya? Sudah di bawakan belum sama bocah itu?"

Ayudia mengangguk. "Sudah, Bude. Banyak banget lagi, katanya ngambil di tempat Mbak Raisa? Makasih ya bude, hehehe ..." Ucap wanita dengan kardigan hijau army itu.

"Sama sama, Nok Ayu. Kalau ada apa-apa tinggal bilang aja sama Linggar, nggak apa-apa mbok di repotin terus tuh anak supaya kerjaannya nggak ngerem di rumah terus."

"Kesel banget Bude, Nok. Selama ini kerjaannya kalau nggak di kebun, yaa di rumahhh ae, bosen Bude lihatnya. Mana Ndak kawin-kawin juga tuh anak padahal sudah tua, Bude kan juga pengen punya cucu dari dia, toh!" Gerutu Bude. Ayudia menanggapinya dengan tawa kecil.

"Sabar Bude, kalau sudah nemu yang cocok pasti anaknya bakal menikah, kok." Balas Ayudia.

Bude Sera mengangguk-angguk, "Sudah nemu yang cocok sebenarnya, Nok. Tapi nggak tau dia berhasil deketin ceweknya apa nggak, nggak ada kemajuan apapun."

Ayudia tertegun mendengar ucapan Bude Sera. "Eh, sudah ada calon berarti?" Tanyanya seperti gumaman. Tapi bude Sera masih bisa mendengarnya, sebab mereka duduk bersisihan di sofa ruang tengah.

"Lah iya, Nok. Doain aja semoga ceweknya cepet luluh sama Linggar,"

"Mm ... Iya, Bude, Aamiin." Wanita hamil itu agak gugup menjawab. Bagaimana ya, dia merasa di tipu sekali. Selama ini Linggar mendekatinya dan baru kemarin-kemarin mengucap bahwa dia serius. Sekarang dia malah mendapatkan informasi bahwa Linggar sudah punya calon, hah.

Mau marah, tapi Ayudia memangnya siapa?

Sementara Ayudia galau, Bude Sera malah tersenyum kemenangan. Batinnya bersorak, 'Yes! Di Amini calon mantu ...'

"Ibu kenapa senyum-senyum, habis dapet arisan?" kedatangan Linggar di ruang tengah rumah itu mengalihkan perhatian Ayudia dari televisi. Setelah perbincangan tadi usai, dia memang langsung terdiam.

"Eh, ada calon istriku ... Kapan datang, kok nggak ngabarin mau ke sini?" Linggar mengalihkan atensinya pada Ayudia. Wanita dengan kardigan hijau army itu seketika menoleh ke arah Bude Sera yang tampak biasa saja.

Ayudia melotot, seolah memberi peringatan. Bibirnya yang terbuka itu seolah mengatakan 'Jangan bicara macam-macam' sebagai kalimat andalannya.

"Ayu datang sama Bulik Tini, kamu dari mana aja? Blarak nya udah dapet?" Seloroh Bude Sera, seakan tak terganggu dengan penuturan Linggar tadi.

(Blarak: Daun kelapa yang tua dan sudah kering)

"Udah lah, Mbak Raisa kemana? Kenapa rumah sepi gini," Tanya lelaki itu sembari meringsek di tengah-tengah Ayudia dan Bude Sera.

"Kamu ini kaya nggak ada tempat lain aja!" Omel bude menjewer telinga Linggar cukup keras sampai anak lelakinya itu meringis-ringis.

"Sakit loh, ibu Sera yang paling cantik sedunia ...!" Protes Linggar. Lelaki itu menggeser duduknya mepet ke arah Ayudia, yang seketika itu juga Ayudia segera menjauh.

"Sana pergi ah, ganggu obrolan wanita aja! mending kamu ambilin Brownis yang kemarin ibu beli itu, sekalian ibu lagi kukus kacang tanah tolong di kecilin apinya." Usir bude Sera dengan segala perintahnya. Linggar langsung protes, dia memang paling tidak suka di suruh-suruh masalah dapur.

Bukan malas, ya. Hanya saja waktu itu pernah saat Bude Sera meng-kukus Ubi, Linggar yang saat itu mau kebelakang pun di suruh mematikan kompor kalau Ubunya matang. Tapi Linggar tak tau Ubi itu sudah matang atau belum, dan dengan bodohnya langsung mematikan kompor begitu saja. Begitu di cek, ternyata masih keras dan belum matang sama sekali.

"Kalau belum mateng jangan salahin Linggar loh, Bu!" Ucapnya. Bude Sera angguk-angguk sembari melambai mengusir Linggar. "Iya iya sana!"

Meski dengan wajah tak enak di pandang, Linggar tetap menurut ucapan Bude Sera. Ayudia yang memperhatikan juga ikut terkekeh geli, Linggar itu meski usianya cukup dewasa kelakuannya masih lumayan kekanakan.

Sifatnya juga tidak mencerminkan lelaki dewasa. Atau mungkin juga jiwa lelaki dewasanya hanya muncul sesekali. Karena seperhatian Ayudia, Linggar itu anak bungsu, saat bertemu dengannya pun Ayudia jauh lebih dewasa. Jadi, lelaki itu berkelakuan seperti bocah karena menganggap Ayudia seorang kakak? Atau bagaimana?

"Lihat nok, begitu itu Linggar kalah di rumah. Kalo di suruh udah kaya anak perawan aja, mucu-mucu terus lambene!" Adu bude Sera pada Ayudia. Wanita paruh baya itu mendengkus kesal.

(Mucu-mucu : Bibir di maju-majukan, Lambe : Bibir)

"BUU! AKU DENGER LOHH!"

Mendengar teriakan Linggar, Ayudia terperanjat kaget. "Tuh kan, Nok. Masih bocah dia itu, nggak tau kapan dewasanya!" Gerutu Bude Sera sembari mengganti channel TV.

Ayudia di sebelahnya meneguk ludah kasar. Dia tidak tau kalau keluarga Linggar memang se-aneh ini, maksudnya apa ya ... Ya begitu lah!

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!