IG : embunpagi544
Kematian istri yang paling ia cintai beberapa saat setelah melahirkan kedua buah hatinya, membuat hati seorang laki-laki bernama Bara seolah membeku, dan dunianya menjadi gelap. Cintanya ikut ia kubur bersama mending sang istri. Alasan kenapa Bara masih mau bernapas sampai detik ini adalah karena kedua buah hatinya, si kembar Nathan dan Nala. Bara tak pernah sedikitpun berniat untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, namun demi sang buah hati Bara terpaksa menikah lagi dengan perempuan pilihan sang anak.
SYAFIRA seorang gadis berusia 20 tahun yang menjadi pilihan kedua buah hatinya tersebut. Syafira yang sedang membutuhkan uang untuk pengobatan adik satu-satunya dan juga untuk mempertahankan rumah dan toko kue kecil peninggalan mendiang ayahnya dari seorang rentenir, bersedia menikah dengan BARATA KEN OSMARO, seorang duda beranak dua. Mungkinkah hati seorang Bara yang sudah terlanjur membeku, akan mencair dengan hadirnya Syafira? Akankah cinta yang sudah lama ia kubur bersama mendiang sang istri muncul kembali?
"Aku menikahimu untuk menjadi ibu dari anak-anakku, bukan untuk menjadi istriku..." Bara.
"Lebih baik aku menikah dengan om duda itu dari pada harus menjadi istri keempat rentenir bangkotan dan bulat itu..." Syafira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 (Meminta restu)
Setelah dari cafe, Syafira tak kembali ke tokonya. Ia pergi ke makam ayahnya.
Sesampainya di makam sang ayah, Syafira meletakkan setangkai bunga mawar di atas nisan sang ayah. Ya, hanya setangkai bunga mawar yang ia petik di jalan secara diam-diam tadi.
"Assalamualaikum ayah, Fira datang," ucapnya mengusap nisan bertuliskan nama ayahnya tersebut.
Syafira langsung kirim doa buat ayahnya dengan khusyuk.
Setelah selesai berdoa, Syafira kembali mengusap nisan ayahnya.
"Ayah, sebentar lagi Fira akan menikah. Syafira minta restu dari ayah. Maafkan Fira yang tak bisa mewujudkan keinginan ayah untuk memiliki menantu dokter Rendra. Fira akan menikah dengan orang lain. Tapi, Fira mohon ayah tetap merestuinya. Mungkin ini memang sudah jodohnya dari Tuhan, ayah. Percayalah ayah, Fira akan hidup dengan baik ke depannya bersama suami Fira. Fira akan selalu ingat pesan ayah, Fira akan berusaha menjadi istri yang baik nantinya. Ayah tidak marah kan dengan keputusan yang Fira ambil? Ayah merestui kan? ayah meridhoi kan?" ucap Syafira lirih sambil terus mengusap nisan ayahnya sambil menahan tangis.
Yang Syafira sedihkan adalah, ia tak bisa mewujudkan keinginan ayahnya untuk menikah dengan dokter Rendra. Selama hidupnya, ayah Syafira begitu menyukai sosok dokter Rendra. Namun, semua kembali kepada takdir. Manusia bisa berencana, namun akhirnya kembali lagi kepada takdir Tuhan yang menentukan.
Beberapa meter dari makam ayahnya, berjalan seorang laki-laki mengenakan jas hitam yang di padukan dengan kemeja berwarna biru tua, memakai kaca mata hitam. Di tangannya, ia membawa dua buket bunga segar. Laki-laki tersebut mendekat ke arah makam ayah Syafira.
Sesampainya di makam ayah Syafira, ia meletakkan satu buket bunga yang ia pegang menimpa bunga yang Syafira letakkan tadi. Syafira yang tadinya menunduk, langsung mendongak ke atas ketika menyadari di depannya berdiri seseorang. Sementara buket bunga yang satu masih ia pegang.
"Om duda?" gumamnya. Bara hanya diam tanpa menyapa Syafira.
"Om ngapain ke sini? Makam istri om di sebelah sana, ini makam ayah saya. Om salah alamat ya?" celoteh Syafira sambil menunjuk makam Olivia.
"Lap dulu ingus kamu, kayak anak kecil nangis sampai ingusan," ucap Bara cuek.
Syafira pun salah tingkah, ia buru-buru mengusap hidung dan matanya. Kering, tak ada ingus maupun air mata. Ternyata Bara hanya mengerjainya. Syafira langsung mencebikkan bibirnya kesal.
Dalam hati, Bara tersenyum melihat tingkah Syafira yang menurutnya lucu tersebut.
"Ternyata bisa jaga image juga," ucap Bara melihat Syafira yang salah tingkah. Ia kemudian berjongkok di samping makam ayah Syafira dan berdoa. Syafira hanya diam, menunggu sampai Bara selesai berdoa. Ia masih bingung kenapa Bara datang ke makam ayahnya.
Selama Bara berdoa, ia hanya memperhatikannya tanpa bersuara. Sesekali Syafira mengalihkan pandangannya ke makam Olivia yang letaknya tak terlalu jauh dari makan sang ayah.
"Tuan, saya ke sini untuk meminta restu dari Anda untuk menikahi Syafira minggu depan. Untuk menjadikannya ibu dari anak-anak saya. Seandainya Tuan masih ada, saya berharap tuan merestuinya," ucap Bara setelah ia selesai berdoa.
Syafira tak percaya jika Bara datang ke sana untuk meminta restu dari sang ayah. Satu nilai plus buat calon suaminya tersebut. Apapun alasannya menikahi Syafira, tapi dia secara khusus datang ke makam calon mertuanya. Hati Syafira sedikit tersentuh dengan sikap Bara yang seperti ini.
"Saya tidak salah dengar om? Om ke sini khusus untuk menyusul saya dan meminta restu dari ayah saya? Emejing!" ucap Syafira.
"Jangan GR kamu! siapa yang menyusul, kamu tidak di sini pun saya tetap ke sini sendiri," sahut Bara.
"Tuh kan yah lihat! Calon menantu ayah ngeselinnya seperti apa," bibir Syafira mengerucut.
"Heh, ngadu," cebik Bara.
"Om berisik!"
"Dasar, enggak sadar sama mulutnya sendiri. Berisik teriak berisik,"
"Maaf tuan, kami memang seperti ini jika bertemu. Anak Tuan memiliki karakternya sendiri yang suka bikin saya geleng-geleng kepala. Tapi, bukan berati saya membencinya, Fira anak baik. Saya harap tuan merestui hubungan kami," ucap Bara dalam hati.
"Malah diem bae, ayo om lanjut lagi, katanya mau minta restu?"
"Udah," ucap Bara.
"Kapan?" tanya Syafira.
"Barusan," jawab Bara singkat.
Syafira kebingungan, perasaan dia tidak mendengar Bara bicara lagi perihal meminta restu tadi.
Tiba-tiba, Syafira mendapatkan sebuah wangsit di kepalanya. Ia mengambil buket bunga yang oleh Bara di letakkan di samoing ia jongkok.
"Om pinjam bunganya," ucap Syafira langsung mengambil buket bunganya tanpa menunggu persetujuan Bara.
"Mau kamu apakan bunga itu Fir?" tanya Bara sedikit keras karena Syafira sudah berjalan cepat beberapa meter.
Lagi-lagi, Bara hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah Syafira.
"Benar-benar ajaib anak Tuan, semoga saya bisa kuat mental," gumam Bara tanpa sadar sikapnya sendiri seperti apa terhadap gadis itu.
Bara tersenyum saat tahu ternyata Syafira pergi ke makam Olivia. Ia berdiri dan berjalan pelan menyusul Syafira.
"Assalamualaikum mbak," Syafira meletakkan bunga yang diambilnya dari Bara tersebut di atas makam Olivia.
"Ini pertama kalinya saya datang ke sini, tapi insyaallah nanti saya akan lebih sering ke sini mbak,"
Tak lupa, Syafira juga berdoa untuk almarhumah Olivia.
Kaki jenjang Bara tak butuh waktu lama untuk sampai ke makam Olivia. Ia berjongkok di seberang Syafira dan ikut berdoa dengan khusyuk.
"Mbak, tadi om Bara sudah meminta Restu kepada ayah saya, sekarang giliran saya meminta restu kepada mbak Olivia untuk menjadi ibu buat si kembar mbak. Bukan berarti saya akan menggantikan posisi mbak sebagai ibu mereka, bukan. Mbak Olivia tetap ibu yang melahirkan mereka. Mbak tetap nomor satu di hati mereka. Semoga mbak meridhoi anak-anak di rawat oleh saya nanti. Saya akan berusaha menjadi ibu yang baik buat mereka," ucap Syafira dengan nada pelan tanpa mempedulikan keberadaan Bara yang terdiam, entah apa yang kini sedang laki-laki duda Olivia itu pikirkan.
Apakah Bara diam karena memperhatikan Syafira bicara atau ia memiliki pemikiran lain di dalam kepalanya. Yang jelas, ia respect terhadap sikap Syafira.
"Sayang, dialah perempuan yang aku pilih untuk menjadi ibu si kembar. Semoga kamu setuju dengan pilihanku. Dia memang masih muda, tapi dia begitu dewasa saat bersama anak-anak. Dia mampu meluluhkan mereka," tutur Bara dalam hati, karena memang itulah yang terpenting buat dia, bisa menjaga dan mengurus anak-anaknya dengan tulus dan telaten.
Setelah mereka berdua selesai dengan urusan masing-masing dalam artian saking meminta restu, Syafira berdiri untuk pulang.
"Saya pamit dulu om," pamit Syafira menatap calon suaminya yang sejak tadi terdiam sambil menatap nisan Olivia tersebut. Kali ini nada suara Syafira begitu lembut, ia bisa melihat betapa laki-laki di depannya ini sangat kehilangan sosok penting dalam hidupnya.
"Saya antar," ucap Bara kemudian.
"Tidak usah om, dari sini ke toko dekat, saya bisa pulang sendiri," tolak Syafira. Ia berpikir mungkin Bara masih ingin berlama-lama di makam mendiang istrinya tersebut.
"Ayo!" seru Bara yang sudah berjalan mendahului Syafira.
"Saya pulang dulu mbak, kapan-kapan saya ke sini lagi ajak si kembar, assalamualaikum," pamit Syafira.
"Huh dasar! Tukang maksa!" gerutunya sambil berjalan menyusul Bara.
Bara sampai di parkiran mobil duluan, sementara Syafira menyusul beberapa saat kemudian.
"Jalan ke sini aja lama, lelet kayak siput," cibir Bara.
"Om tadi enggak ngajakin tukeran kaki dulu sih, coba kalau tukeran, saya pasti sampai sini duluan jalan pakai kaki om yang panjang itu. Lagian siput mana ada secantik saya," mengibaskan rambutnya.
"Saya tidak tertarik. Cepat masuk saya antar pulang," ucap Bara.
"Engga di bukain pintunya om?"
"Tangan masih kuat buat buka kan?"
Syafira mengerucutkan bibirnya dan langsung masuk ke dalam mobil.
"Om kenapa duduk di sini?" tanya Syafira. Ia tak menyadari jika di jok depan samping sopir ada om Jhon.
"Terus saya harus duduk di mana? Di depan? Di pangkuan om Jhon? Atau di pangkuan kamu?" kesal Bara.
"Hehe maaf-maaf, saya kira om nyetir sendiri tadi. Enggak tahu kalau sama om Jhon dan pak supir. Biasanya sendiri soalnya,"
"Suka-suka saya!"
"Iya-iya, Bara mah bebas!" seru Syafira.
"Jalan pak!" perintah Syafira.
Bara mengernyit, mendengar Syafira memerintah sopirnya.
Mobil pelan-pelan melaju meninggalkan parkiran makam menuju ke toko kue Syafira.
"Om tunggu sebentar ya, saya ambilkan macaroon dulu. Nitip buat anak-anak," ucap Syafira sebelum turun dari mobil.
Syafira buru-buru masuk ke dala toko untuk mengambil macaroonnya.
"Ini om, ini buat Nathan, yang ini buat Nala, saya pisah supaya mereka tidak berebut," ucapnya sambil menunjukkan box untuk si kembar yang di pisah sendiri-sendiri.
"Buat daddynya enggak ada?" tanya Bara dalam hati.
"Hem," sahut Bara sambil menerima dua box berisi macaroon tersebut.
"Eh iya,"
Bara tersenyum dalam hati, pasti Syafira mau bilang jika dia mau mengambilkan macaron untuk Bara.
"Salam buat anak-anak," ucapan Syafira sukses membuat mental Bara down karena sudah GR duluan.
"Hem," Bara langsung menutup kaca jendela mobilnya. Namun Syafira mengetuk-ngetuk kacanya supaya di buka kembali oleh Bara sebelum mobil melaju.
"Apa? kirim salam buat mama? Atau mang Diman?" ketus Bara sewot karena tidak mendapat jatah macaroon. Mang Diman adalah nama salah satu tukang kebun di kediaman Osmaro.
"Heleh, mang Diman siapa coba, enggak kenal," cebik Syafira karena dia memang belum tahu siapa itu mang Diman.
"Ini mbak," Rani datang dan menyerahkan sebuah paper bag kepada Syafira.
Syafira menerimanya dan memberikannya kepada Bara.
"Yang ini buat Om," menyodorkan paper bag tersebut.
"Hem, terima kasih," ucap Bara lirih.
"Apa om? enggak dengar," menyodorkan telinganya, dan pura-pura tidak mendengar.
"Tidak dengar? Om Jhon, besok panggilkan THT buat memeriksanya," ucap Bara mengalihkan pandangan ke om Jhon yang duduk di depan dan langsung menutuk kembali kacanya lalu memerintahkan sopir untuk jalan.
Om Jhon hanya geleng-gelang kepala sambil tersenyum.
"Apa dulu waktu muda saya begitu ya?" batin om Jhon.
🌼🌼🌼
💠Selamat membaca.... Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca berupa like, komen atau vote seikhlasnya...Terima kasih 🙏🙏
Salam hangat author 𝓔𝓶𝓫𝓾𝓷 🤗❤️❤️💠
gak salah memang bara, kamu tuh gak perlu melupakan almarhumah istrimu karena bagaimana pun kisah kalian itu nyata. dia orang yang kau cintai.
tapi kan sekarang kau dah menikah, maka cobalah buka perasaan mu buat istri mu.
jangan lupakan almarhumah istrimu, namun jangan juga terus membayangi pernikahan mu yang baru dengan almarhumah istri mu
cukup dihati dan di ingatan aja.
gak mudah memang tapi bagaimana pun, istri mu yang sekarang berhak untuk dapat cintamu.
saya relate sih, mungkin bukan dalam hubungan suami istri lebih tepatnya ke ibu.
Ibu saya meninggal 2 tahun lalu dan ayah saya menikah lagi.
saya awalnya gak senang dengan dia, tapi ibu sambung saya itu baik.
dulu awal, saya selalu bilang Mak lah, Mak lah ( maksudnya ibu kandung saya)
tapi perlahan saya tidak ungkit2 Mak kandung saya di depan ibu tiri saya untuk menjaga perasaannya.
cukup saya ingat dalam hati saya aja.