*** Menjadi pemuas nafsu suami sendiri tetapi mendapat bayaran yang sangat besar. Itulah yang keseharian dilakukan Jesica Lie dan suaminya yang bernama Gavin Alexander. Status pernikahan yang di sembunyikan oleh Gavin, membuat Gavin lebih mudah menaklukan hati wanita manapun yang dia mau sampai tak sadar, jika dirinya sudah menyakiti hati istrinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gustikhafida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Di sisi lain.
Jesica masuk ke dalam kamar mandi kantor. Dia menatap wajah dan penampilannya yang berantakan. 'Kenapa ini? Kenapa aku tidak bisa mengendalikan perasaanku? Aku selalu terbawa perasaan saat di sentuh Mas Gavin.' gumam Jesica dalam hati, dia membasuh wajahnya dengan air.
"Astaga, aku lupa meminum obat pencegah hamil. Mas Gavin memang tidak memintaku meminum obat itu tapi aku juga takut kalau aku tiba-tiba hamil sewaktu Mas Gavin membuangku." ucap Jesica lirih, dia segera merapikan penampilannya dan keluar dari kantor.
Gavin masuk kedalam ruangannya seorang diri.
"Sayang, aku menunggumu lama sekali! Kamu kemana saja, hem?" tanya Blade yang meminta Gavin duduk di sampingnya.
Gavin menjatuhkan pantatnya di samping Blade.
"Apa terjadi masalah? Kenapa wajahmu lelah sekali." tanya Blade perhatian. "Aku pijat ya?" ucapnya lagi yang memijat pundak Gavin.
Gavin memejamkan matanya merasakan pijatan dari Blade.
"Enak tidak pijatanku?" tanya Blade lalu tak sengaja melihat bekas lipstik di leher Gavin.
"Hem." jawab Gavin.
'Bekas lipstik siapa itu? Apa jangan-jangan Gavin punya selingkuhan di kantor? Tapi siapa?' gumam Blade dalam hati.
'Apa jangan-jangan pembantunya, tadi? Tapi tidak mungkin Gavin menyukai pembantunya. Pasti selingkuhan Mas Gavin itu salah satu karyawan di sini.' gumamnya lagi dalam hati.
Setelah beberapa menit, akhirnya Jesica sampai di depan apotek. Dia masuk apotek dan disambut hangat oleh pegawai apotek.
"Mau cari obat apa, Nyonya?" tanya pegawai apotek.
"Em, saya mau beli obat pencegah kehamilan." jawab Jesica lirih.
"Baik, tunggu sebentar." titah pegawai apotek.
Jesica menunggu sembari melihat-lihat obat-obatan yang terpajang di dalam etalase.
"Ini, Nyonya. Silahkan bayar di kasir." pinta pegawai apotek.
Jesica membayar di kasir, setelah itu dia keluar apotek.
Boy yang sedang berhenti di lampu lalu lintas, tak sengaja melihat Jesica yang keluar dari apotek dan masuk kedalam mobil.
"Itu Jesica keluar dari apotek? Apa jangan-jangan Jesica sakit? Dan mobil siapa yang dipakai Jesica? Apa jangan-jangan mobil pemberian dari pria yang semalam? Aku harus cari tahu!" ucap Boy lalu membelokkan mobilnya ke apotek. Dia masuk ke apotek.
"Silahkan, cari obat apa, Tuan?" tanya pegawai apotek.
"Em, saya mau tanya, kira-kira wanita yang tadi datang, membeli obat apa, ya? Kebetulan saya suaminya dan saya takut kalau istri saya mempunyai penyakit parah." jawab Boy santai. 'Semoga saja, pegawai apotek itu tidak menyadari kalau aku sedang bohong.' gumam Boy dalam hati.
"Oh, tadi Nyonya membeli obat pencegah kehamilan." jawab pegawai apotek dengan senyum manisnya.
'Pencegah kehamilan? Itu artinya, dugaanku benar! Jesica bekerja sebagai wanita malam yang memuaskan hasrat pria hidung belang.' gumam Boy dalam hati.
"Terimakasih," ucap Boy kepada pegawai apotik. Dia keluar menuju mobilnya.
Jesica mengendarai mobilnya ke rumah barunya. Setelah sampai di rumah, dia melihat sahabatnya yang senyum-senyum sendiri.
"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Jesica meletakkan obat dan tas nya di meja dekat sofa ruang tamu.
Tania tersadar dari lamunannya. "Kamu kapan pulang? Kenapa aku tidak tahu?" tanyanya yang melihat bungkus obat di meja. "Ini obat apa?"
Jesica menjatuhkan pantatnya di samping Tania. "Oh, tadi aku beli obat pencegah kehamilan di apotek." jawabnya santai.
"Apa suami mu yang memintamu meminum obat pencegah kehamilan?" tanya Tania curiga.
"Jesica, dia bukan suami yang baik! Buktinya, dia tidak mau kamu hamil anaknya! Dan jangan bilang, tadi kalian bertemu hanya untuk memuaskan napsu suami mu?" tuduh Tania.
"Kamu jangan ikut campur urusanku, Tania! Dia suamiku, aku harus melayani kebutuhan batinnya." jawab Jesica dengan tegas. "Lagi pula, Mas Gavin tidak pernah memintaku meminum obat pencegah kehamilan. Aku yang berinisiatif sendiri." jawab Jesica.
"Kamu pasti bohong, kan? Kamu cinta sama dia, jadi kamu terus membelanya!" kesal Tania.
"Aku serius, Tan!" jawab Jesica.
"Ah sudahlah, aku tahu kamu bohong! Lebih baik, aku masuk ke kamar dan satu lagi!" Tania mengambil obat pencegah kehamilan milik Jesica.
"Itu obatku! Kamu mau bawa kemana obatku, Tan?" teriak Jesica.
"Aku mau buang obat ini, Jes! Kamu bilang, suami mu tidak masalah kalau kamu tidak meminum obat pencegah kehamilan ini kan? Jadi, untuk apa kamu minum obat ini? Lebih baik, di buang saja obatnya!" jawab Tania tak kalah teriak, dia membuang obat milik Jesica kedalam closet kamar mandi.
"Tania!" teriak Jesica yang berlari menghampiri Tania.
"Aku mau kamu sadar, Jes! Kalau pria yang jadi suami mu itu bukan pria yang baik! Dia hanya ingin memanfaatkanmu!" kesal Tania.
"Lebih baik, kamu jangan ikut campur urusanku lagi, Tan! Bukankah sahabat seharusnya mendukung sahabatnya? Tapi kenapa kamu terus menjatuhkanku? Aku tahu niat baikmu, tapi seperti yang aku bilang di awal, kalau Mas Gavin menikahiku hanya untuk kesenangan sesaatnya saja karena dia menemukanku di club malam dan sebelum aku kenal dengan Mas Gavin, aku sudah dipaksa melayani beberapa pria hidung belang. Jadi, aku sudah tidak punya harga diri lagi di mata Mas Gavin! Tapi aku tidak perduli! Yang aku perdulikan hanya uang dan cinta yang tulus sebagai istri! Kau paham, kan?" ucap Jesica lalu masuk kedalam kamarnya.
'Tapi aku tidak mau kamu terbawa terlalu dalam permainan suami mu, Jes! Aku takut kamu sakit hati. Dan aku ingin menolongmu! Walaupun aku berucap seperti tadi, tapi di dalam hatiku, aku ingin menolongmu. Aku ingin membuatmu hamil anaknya dan dengan begitu, kamu akan terus terikat sampai kapanpun.' gumam Tania dalam hati.
Di kamar.
Jesica menangis histeris, dia melempar semua bantal tidurnya ke sembarang arah.
"Kenapa? Kenapa semua orang tidak mau mengerti aku, ha!" teriaknya sembari menangis.
"Padahal, aku juga tidak mau mengalami nasib buruk ini, tapi semuanya sudah takdir Tuhan!"
Tok … Tok ….
"Jesica buka pintunya!" teriak Tania saat pintu kamar Jesica terkunci dari dalam.
Jesica menghapus air matanya. "Aku butuh waktu untuk sendiri!" teriak Jesica dengan tangisnya.
Tok … Tok ….
Tania mendengar suara ketukan pintu, dia berlari dan membukakan pintu rumah.
"Kamu lagi! Untuk apa kamu kesini, ha?" kesal Tania.
"Aku yakin, kau tahu sesuatu tentang Jesica." ucap Boy membuat Tania mengerutkan keningnya.
"Sesuatu?"
"Aku tidak tahu, apa arti ucapanmu." tanya Tania kebingungan. "Oh iya, kamu cari Jesica, kan?"
"Dimana Jesica?" tanya Boy.
"Tolong bantu aku!" Tania menarik tangan Boy masuk ke rumah dan berhenti tepat di depan kamar Jesica. "Tolong bujuk Jesica untuk membuka pintu kamarnya. Aku takut terjadi sesuatu dengannya." pinta Tania memohon.