Namanya Wang Chen. Dia adalah seorang pemuda bodoh yang bahkan dianggap gila oleh para murid Perguruan Tangan Sakti.
Hanya Souw Liancu yang tidak melihat seperti itu. Souw Liancu merasa Wang Chen selalu melindunginya dan kekuatan Wang Chen tidak ada bandingannya.
Wang Chen bisa bertindak di luar nalar saat dibutuhkan, dan bisa muncul jadi sosok tangguh saat dibutuhkan. Souw Liancu tahu kalau Wang Chen memiliki latar belakang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorious, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 Seperti Tangisan seorang Anak Kecil
Tiga hari setelah kemenangan Souw Liancu di Arena Unjuk Kekuatan, cuaca di Perguruan Tangan Sakti berubah drastis. Sejak sore hari, awan hitam tebal mulai berkumpul di langit, menutupi matahari dan membuat suasana menjadi gelap dan mencekam. Angin kencang bertiup, membuat dedaunan berguguran dan pintu-pintu bangunan berdebam keras.
Menjelang malam, hujan mulai turun. Bukan hujan biasa, tetapi hujan deras yang disertai petir dan geledek yang menyambar-nyambar dengan keras. Cahaya kilat menyilaukan sesekali menerangi kompleks perguruan, diikuti dengan gemuruh guntur yang menggelegar seolah langit akan runtuh.
Souw Liancu duduk di meja kecil di kamarnya, sebuah lilin menyala di sampingnya menerangi halaman-halaman buku kultivasi yang sedang ia baca.
Buku itu adalah hadiah dari Kong Jin, berisi teknik-teknik kultivasi tingkat lanjut untuk tahap pembentukan tubuh. Ia sangat fokus mempelajari diagram-diagram aliran energi spiritual dan penjelasan tentang cara membuka meridian-meridian tersembunyi di dalam tubuh.
Petir menyambar lagi, kali ini sangat dekat. Suara geledeknya begitu keras hingga membuat jendela kamarnya bergetar.
Souw Liancu tersentak sedikit, tetapi kemudian melanjutkan membaca. Ia sudah terbiasa dengan badai petir seperti ini.
Namun tiba-tiba, di tengah gemuruh hujan dan petir, ia mendengar suara tangisan. Bukan tangisan biasa, tetapi tangisan yang penuh dengan ketakutan dan kepedihan, seperti tangisan seorang anak kecil yang sangat ketakutan.
Souw Liancu mengerutkan kening. Tangisan itu terdengar semakin dekat. Ia menutup bukunya dan hendak bangkit berdiri untuk menyelidiki, tetapi sebelum ia sempat bergerak, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dengan keras.
Wang Chen berdiri di ambang pintu, tubuhnya basah kuyup oleh air hujan, rambutnya menempel di wajahnya. Air mata mengalir deras di pipinya, bercampur dengan air hujan. Matanya yang biasanya kosong kini dipenuhi dengan ketakutan yang mendalam, seperti mata seorang anak kecil yang kehilangan ibunya.
"Ibu!" teriak Wang Chen dengan suara gemetar.
Sebelum Souw Liancu bisa bereaksi, Wang Chen berlari masuk dan langsung berlutut di hadapannya. Ia menyembunyikan wajahnya di pangkuan gadis itu, tangannya memeluk kaki Souw Liancu dengan erat, tubuhnya gemetar hebat.
"Ibu... ibu... aku takut... aku sangat takut..." isak Wang Chen dengan suara yang terdengar seperti suara anak kecil berusia tujuh atau delapan tahun.
Souw Liancu terkejut dan kaget luar biasa. Tubuhnya menegang, instingnya yang pertama adalah menolak dan menjauhkan Wang Chen. Ia tidak pernah disentuh atau dipegang tubuhnya oleh lelaki lain. Ini sangat tidak pantas, sangat melanggar semua aturan kesopanan yang telah diajarkan kepadanya sejak kecil.
Tetapi ketika ia hendak mendorong Wang Chen menjauh, petir menyambar lagi dengan suara yang sangat keras. Wang Chen langsung menangis lebih keras lagi, tubuhnya bergetar semakin hebat, dan ia memeluk kaki Souw Liancu dengan lebih erat lagi.
"Ibu... jangan tinggalkan aku... aku takut... petirnya menakutkan... ibu...huhuhu"
Suara tangisan itu begitu menyayat hati. Souw Liancu merasakan sesuatu mencengkeram dadanya. Ia tidak bisa menjelaskannya, tetapi ada sesuatu dalam tangisan Wang Chen yang membuat semua penolakannya meleleh. Ini bukan tangisan seorang lelaki dewasa yang berpura-pura, tetapi tangisan murni dari seseorang yang benar-benar sangat ketakutan dan membutuhkan perlindungan.
Perlahan, dengan tangan yang masih ragu, Souw Liancu mengulurkan tangannya dan membelai rambut Wang Chen yang basah. "Sshhh... tidak apa-apa... tidak perlu takut... aku di sini..."
Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya, seolah ia memang sedang menenangkan seorang anak kecil. Jemarinya yang lembut menyisir rambut Wang Chen dengan gerakan yang menenangkan.
"Petirnya tidak akan menyakitimu... kau aman di sini... tidak perlu takut lagi..."
Tetapi Wang Chen masih terus menangis. Setiap kali petir menyambar dan geledek menggelegar, tangisannya semakin keras. Tubuhnya bergetar seperti daun di tengah badai. Ia benar-benar seperti anak kecil yang sangat trauma dengan suara petir.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka lagi. Kali ini Tan Peklong masuk dengan tergesa-gesa, diikuti oleh seorang pemuda lain yang Souw Liancu kenal bernama Gu Hong, salah satu murid senior di perguruan ini.
"Nona! Apa yang..." Tan Peklong berhenti di tempat, matanya membelalak melihat pemandangan di depannya. Wang Chen memeluk kaki Souw Liancu, dan tangan gadis itu membelai rambut Wang Chen dengan lembut.
Wajah Tan Peklong langsung memerah, entah karena marah atau cemburu atau keduanya. Gu Hong di sampingnya malah tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha! Lihat Wang Chen! Dia kambuh lagi!" Gu Hong menunjuk Wang Chen sambil tertawa. "Selama lima tahun ini, setiap kali ada petir dan guntur, dia akan bersikap seperti anak kecil yang ketakutan. Dia akan lari ke mana-mana mencari tempat berlindung sambil menangis memanggil ibunya. Konyol sekali!"
Tan Peklong tidak tertawa. Wajahnya semakin merah, tangannya mengepal. "Wang Chen! Lepaskan Nona sekarang juga!"
Wang Chen tidak bergerak, malah semakin erat memeluk kaki Souw Liancu.
"Kubilang lepaskan!" Tan Peklong melangkah maju dan menendang Wang Chen di punggungnya.
"Peklong! Hentikan!" teriak Souw Liancu, tetapi tendangan itu sudah mendarat.
Wang Chen menjerit ketakutan, tetapi masih tidak melepaskan pelukannya.
Gu Hong ikut membantu. "Ayo, Wang Chen. Lepaskan Nona Souw. Kau tidak boleh menyentuhnya seperti ini."
Dengan susah payah, Tan Peklong dan Gu Hong berusaha memisahkan Wang Chen dari Souw Liancu.
Wang Chen meronta-ronta, menangis semakin keras, memanggil-manggil "ibu" dengan suara yang memilukan. Tetapi akhirnya, dengan kekuatan dua orang lelaki, mereka berhasil menarik Wang Chen menjauh.
Wang Chen jatuh terduduk di lantai, masih menangis dengan keras. Setiap kali petir menyambar, ia akan menutup telinganya dan menjerit ketakutan.
"Dasar gila," gumam Gu Hong sambil menggelengkan kepalanya. "Nona Souw, jangan terlalu peduli dengan orang seperti dia. Wang Chen itu memang aneh. Selain takut petir seperti ini, dia juga suka berbohong."
"Berbohong?" Souw Liancu menatap Gu Hong dengan penuh tanya.
"Ya, berbohong," Gu Hong mengangguk. "Dia suka lupa dengan apa yang sudah dilakukannya. Suatu kali, kami melihat dia berada di dapur, makan dengan lahapnya. Tetapi beberapa menit kemudian, dia datang ke tempat kami sambil berteriak-teriak meminta makan, bilang dia belum diberi makan sejak pagi. Padahal kami baru saja melihatnya makan!"
Tan Peklong menambahkan dengan nada kesal, "Itulah sebabnya kadang-kadang murid-murid lain memukul dia. Bukan karena kami jahat, tetapi karena dia suka berbohong dan membuat masalah. Dia seperti tidak ingat apa yang baru saja dilakukannya sendiri."
Souw Liancu terdiam. Pikirannya berputar cepat. Wang Chen suka lupa dengan apa yang sudah dilakukannya? Itu menjelaskan banyak hal!