NovelToon NovelToon
Misi Jantung Berdebar

Misi Jantung Berdebar

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Bad Boy / Sistem / Cintapertama
Popularitas:105
Nilai: 5
Nama Author: Ray Nando

​Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.

​Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.

​“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Epilog – Genre Kehidupan

​Hujan turun di Seoul, membasahi jalanan aspal dengan irama yang menenangkan. Tidak ada petir, tidak ada awan ungu, dan tentu saja, tidak ada naga emas yang terbang di langit.

​Di balik meja kasir sebuah toserba 24 jam yang hangat, Jin Ray terbangun dari lamunannya.

​"Tiga ribu lima ratus won," ucap Ray otomatis.

​Seorang pelajar meletakkan uang di meja, mengambil mi instan, lalu pergi.

​Ray menghela napas panjang. Dia menggosok pelipisnya. Kepala rasanya berat, seolah dia baru saja bangun dari tidur panjang selama seratus tahun. Dia merasa melupakan sesuatu yang sangat penting. Sesuatu tentang... pedang hijau? Atau sup ayam ginseng?

​Ray menatap kedua tangannya. Bersih. Tidak ada sarung tangan taktis, tidak ada tinju yang bersinar. Namun, di punggung tangan kanannya, terdapat sebuah garis putih tipis. Bekas luka samar yang tidak dia ingat asal-usulnya.

​"Mungkin aku tergores kardus gudang," gumam Ray, mencoba merasionalisasi perasaan kosong di dadanya.

​Dia bekerja di sini sudah seminggu. Kehidupan yang normal. Membosankan. Damai. Tapi setiap kali hujan turun, Ray selalu menatap pintu kaca toserba, menantikan... seseorang.

​Kling-kling.

​Lonceng pintu berbunyi.

​Jantung Ray berdesir aneh. Dia mendongak.

​Seorang gadis masuk sambil melipat payung transparannya. Dia mengenakan mantel krem panjang dan syal rajut merah. Rambut hitam panjangnya sedikit basah terkena tempias air.

​Itu dia.

​Ray tidak tahu namanya. Dia belum pernah melihat gadis ini sebelumnya (menurut ingatannya yang sudah di-reset). Tapi saat melihat mata cokelat madu gadis itu, Ray merasa seperti pulang ke rumah.

​Gadis itu berjalan lurus ke rak minuman. Dia mengambil satu botol susu pisang.

​Saat dia berjalan ke meja kasir, gadis itu menatap Ray. Langkahnya terhenti sejenak. Matanya membulat, menyiratkan keterkejutan yang sama.

​"Selamat... malam," sapa gadis itu ragu-ragu. Suaranya terdengar seperti melodi yang sudah lama hilang.

​"Selamat malam," jawab Ray. Suaranya serak, tercekat di tenggorokan.

​Gadis itu meletakkan susu pisang di meja. Tangan mereka tidak sengaja bersentuhan saat Ray hendak memindai barcode.

​ZRRRT.

​Bukan listrik statis biasa.

​Dalam sepersekian detik, sebuah kilatan ingatan menghantam mereka berdua.

Aroma sup ayam.

Ciuman di padang bunga matahari.

Pelarian dengan skuter merah muda.

Janji di tengah reruntuhan.

​Gadis itu menarik tangannya kaget, memegang dadanya. Napasnya memburu. "A-apa itu tadi?"

​Ray mematung. Dia menatap gadis itu lekat-lekat. Nama itu muncul di ujung lidahnya, seolah sudah terukir di jiwanya.

​"Hana?" panggil Ray pelan.

​Gadis itu—Choi Hana—menutup mulutnya dengan tangan. Air mata tiba-tiba menggenang di pelupuk matanya tanpa alasan yang jelas.

​"Kau... Ray-ssi?" bisik Hana. "Kenapa... kenapa aku merasa sangat rindu padamu? Padahal kita baru bertemu?"

​Ray tersenyum. Senyum tulus yang menghapus aura preman dari wajahnya. "Entahlah. Mungkin di kehidupan sebelumnya, kita pernah menyelamatkan dunia bersama?"

​Hana tertawa kecil sambil menyeka air matanya. "Itu terdengar seperti plot drama yang buruk."

​"Mungkin," kata Ray. Dia mengambil susu pisang itu, menusukkan sedotannya, dan memberikannya pada Hana. "Ini gratis. Traktiran kasir."

​"Terima kasih," Hana menerima botol itu. "Ngomong-ngomong, Ray-ssi... kau tinggal di mana? Aku baru pindah ke apartemen di seberang jalan. Dan entah kenapa, unit di sebelahku kosong. Rasanya sepi sekali."

​Ray merasakan dorongan impulsif yang kuat. "Kebetulan sekali. Aku sedang mencari tempat tinggal baru. Asrama lamaku... baunya seperti plastik terbakar."

​Hana tersenyum cerah. "Kalau begitu, jadilah tetanggaku. Lagi."

​Kata "Lagi" itu keluar begitu saja, alami dan benar.

​Tiba-tiba, pintu gudang di belakang Ray terbuka. Seorang pria besar dengan kepala botak licin dan mengenakan apron toserba bertuliskan "Manager" keluar membawa kardus stok barang.

​Itu Ujang.

​Tapi di dunia ini, dia bukan pembunuh bayaran. Dia adalah pemilik toserba yang ramah (dan sedikit menyeramkan).

​"Oy, Ray!" seru Ujang dengan suara menggelegar. "Jangan menggoda pelanggan! Stok mi instan di rak tiga habis! Kerja!"

​Ray menoleh kaget. "Bos?"

​Ujang meletakkan kardus itu, lalu menatap Hana. Dia menyipitkan mata, lalu menyeringai lebar—sebuah seringaian penuh arti yang menunjukkan bahwa mungkin, hanya mungkin, dia ingat semuanya.

​"Oh, Nona Hana," kata Ujang sambil mengedipkan satu mata. "Selamat datang kembali. Hati-hati dengan pria ini. Dia punya kebiasaan aneh, suka sok jadi pahlawan."

​Hana terkikik. "Aku tahu, Paman. Aku tahu."

​Hana berbalik untuk pergi, tapi dia berhenti di pintu. Dia menoleh pada Ray.

​"Ray-ssi, besok... mau makan Samgyetang? Aku akan membuatnya. Dan aku janji rasanya enak."

​Ray mengangguk mantap. "Aku akan datang. Meskipun rasanya seperti karet, aku akan memakannya."

​Hana menjulurkan lidah, lalu keluar menembus hujan.

​Ray menatap punggung gadis itu menghilang di tikungan jalan. Hatinya terasa penuh. Penuh dengan harapan, dan perasaan hangat yang nyata.

​Saat Ray kembali menatap meja kasir, dia melihat sesuatu yang aneh.

​Di udara kosong di depannya, sebuah panel transparan kecil muncul. Warnanya bukan biru, bukan merah, bukan hitam. Warnanya putih lembut dengan pinggiran emas.

​Tulisan di panel itu bukan misi pembunuhan atau penyelamatan dunia.

​[SISTEM KEHIDUPAN BARU]

[Genre Saat Ini: Slice of Life / Romance.]

[Misi Utama: Bahagia Bersamanya.]

[Batas Waktu: Seumur Hidup.]

​Ray tersenyum, menggelengkan kepala. Dia mengambil kain lap dan mulai membersihkan meja kasir.

​"Misi diterima," bisiknya.

​Di luar, hujan reda. Bintang-bintang mulai bermunculan di langit Seoul yang damai, mengawasi kisah dua orang biasa yang pernah menjadi legenda.

Sabtu malam di Unit 704.

​Jin Ray berdiri di depan pintu apartemen tetangganya. Dia mengenakan kemeja putih bersih yang baru disetrika (hasil ancaman Ujang agar dia tampil rapi) dan celana jins yang tidak sobek. Di tangannya, dia membawa sekotak stroberi premium yang harganya setengah dari gaji hariannya di toserba.

​Ray menarik napas dalam-dalam. Melawan Naga Emas Raksasa terasa lebih mudah daripada menekan bel pintu ini.

​"Kau bisa melakukannya, Ray. Ini cuma makan malam. Tidak ada monster. Tidak ada kiamat," gumamnya menyemangati diri sendiri.

​Dia menekan bel.

​Ting-tong.

​Pintu terbuka. Choi Hana berdiri di sana mengenakan apron merah muda bermotif bunga di atas pakaian rumahnya yang santai. Aroma ayam rebus dan ginseng langsung menyeruak keluar, hangat dan menggugah selera.

​"Ray-ssi! Kau datang tepat waktu," Hana tersenyum lebar, matanya menyipit membentuk bulan sabit. "Masuklah. Maaf agak berantakan."

Ray masuk dengan kaku. "Ini... untukmu. Stroberi. Kata Ujang, wanita suka stroberi."

​"Wah, terima kasih! Sampaikan salamku pada Paman Ujang."

1
FANS No 1
💪🔥🔥
Ray void
selamat membaca😁😁🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!