Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Di tengah malam, di lantai bawah gedung arsip lama perusahaan Hartono,
Azka mengenakan hoodie hitam dan masker penutup wajah. Ia bergerak cepat, menyelinap melalui lorong sempit yang gelap, hanya di terangi lampu darurat berwarna merah redup. Suara langkah kakinya nyaris tidak terdengar. Setiap langkah diperhitungkan, setiap tikungan di hafalnya di luar kepala dengan sangat baik.
Pintu arsip utama telah dikunci sistem otomatis setelah pukul 11 malam. Tapi Azka punya alat kecil berwarna perak yang di berikan Dito. Alat itu adalah pemutus sinyal kunci magnetik.
ia pun mengetuk pelan alat itu ke gagang pintu hingga terbunyi suara 'klik' terdengar, pintu pun terbuka perlahan. Dan Azka segera masuk ke dalam.
Di dalam ruangan ada banyak rak penuh file tua yang membentuk labirin. Tapi tujuan Azka bukan mencari dokumen fisik melainkan tujuannya adalah tiga buah lemari besi di sudut ruangan. Ia menghampiri satu dari tiga buah lemari besi yang hanya bisa diakses dengan dua lapis otorisasi itu.
Azka mengeluarkan sepotong kartu digital bekas milik Reno yang berhasil ia salin sebelumnya, kemudian menempelkannya pada pemindai.
Lampu berkedip merah sekali, berkedip dua kali, lalu berkedip hijau. Laci lemari terbuka dengan suara gemeretak berat.
Di dalam lemari itu, Azka menemukan satu map tebal yang bertuliskan "Proyek X-29: Rudi Hartono - Arief Wibowo - Rahasia (hanya tersedia 2 buah salinan)".
Ia membuka lembar pertama dari map itu dan detak jantungnya langsung meningkat saat membacanya.
Isi map itu adalah detail pengalihan aset besar-besaran yang dilakukan almarhum Rudi Hartono yang merupakan ayah Mia, dua minggu sebelum kematiannya. Dalam daftar penerima aset, terdapat satu nama yang tak pernah disebut-sebut sebelumnya yaitu PT Darsa Global Teknologi.
Azka mengenali nama itu. Itu adalah nama sebuah perusahaan cangkang dan yang lebih mengejutkan, penerima manfaat utama dari PT Darsa ternyata adalah Arief Wibowo.
Azka pun menutup map itu,emosinya mulai naik dan tatapan matanya tajam.
“Dia yang menjual ayah Alya dari dalam,” pikir Azka.
Dan mungkin Alya belum siap tahu ini.
______________
Keesokan paginya di mansion utama keluarga Hartono, Alya duduk sendirian di ruang makan dengan wajah yang sembab. Ia tak tidur semalaman. Pandangannya kosong, ia menggenggam cangkir teh yang tidak ia minum.
Ia baru saja menerima kabar bahwa proyek investasi perusahaan yang ia dorong secara pribadi yaitu Proyek Rantai Dingin telah dit olak oleh dua mitra utama.
Ia merasa penolakan itu tidak masuk akal. Dan lebih anehnya, penolakan tersebut terjadi setelah pertemuan rahasia dewan malam sebelumnya. Pertemuan yang tidak ia hadiri.
Kakeknya, Tuan Hengky, duduk di sampingnya.
"Kamu tahu apa yang terjadi, Alya?" tanya Kakek Alya dengan lembut
"Semua keputusan strategisku di batalkan satu per satu, Kek. Padahal sebelumnya di setujui. Aku merasa seperti disabotase, tapi aku bahkan nggak tahu siapa musuhnya,"ucap Alya sambil menoleh ke arah Kakeknya berada
"Mungkin sudah saatnya kamu mempercayai seseorang. Bahkan jika kamu takut kecewa,"ucap Kakek Alya dengan suara berat
Alya menggigit bibir bawahnya. Kepalanya hanya memanggil dan memikirkan satu nama yaitu Azka.
Tapi hatinya menahan. Azka selalu menjadi bayangan. Jika ia bersandar pada Azka, ia takut kehilangan satu-satunya orang yang belum mengkhianatinya.
____________________
Di siang hari, di markas keamanan milik Dito, Azka meletakkan dokumen hasil penyusupan di meja Dito.
“Ini kuncinya. Ini alasan kenapa Ayah Alya di bunuh,” kata Azka dengan suara dingin.
Dito membuka halaman demi halaman dokumen yang di bawa oleh Azka dan wajahnya berubah.
"Kalau ini bocor ke publik... saham perusahaan Hartono bisa anjlok drastis. Skandal internal, korupsi, pengalihan aset... dan semua mengarah ke Arief," ucap Dito kaget
“Dan Arief belum tahu aku punya ini,"ucap Azka yang juga setuju dengan ucapan Dito
“Lo mau apa sekarang?”tanya Dito sambil menyandarkan dirinya di kursi dan menatap Azka tajam
Azka pun menatap ke arah layar monitor. Kamera menampilkan Alya yang sedang rapat di kampus bersama dosen pembimbing.
“Aku jaga dia. Tapi nggak cukup cuma jaga dari serangan fisik. Musuhnya sekarang ada di balik meja rapat. Di depan komputer. Bahkan mungkin... di dekat dia tiap hari,"ucap Azka
Dito menatap Azka dengan serius.
"Kamu sadar nggak? Kamu ini udah bukan cuma bodyguard. Kamu udah jadi satu-satunya orang yang bisa nyelametin dia secara utuh. Kamu bisa hancurin sistem dari dalam. Tapi Kamu juga bisa... ngelibatin perasaan,"ucap Dito mencoba menyadarkan Azka
Namun Azka hanya diam dengan wajahnya yang kosong. Tapi tatapan matanya tajam.
“Aku nggak boleh nyentuh dia. Bukan karena aku nggak mau. Tapi karena kalau aku mulai, aku takut aku nggak bisa jaga dia lagi atau lebih parahnya aku tidak boleh ada di dekatnya lagi"ucap Azka
____________________
Di malam hari, di balkon mansion, angin malam lembut menerpa wajah Alya. Ia berdiri di balkon, memandangi langit yang tidak berbintang. Gelas teh di tangan kirinya juga tidak tersentuh.
Pintu kamar di ketuk pelan. Azka muncul, berdiri di ambang pintu dan tidak melangkah masuk.
“Aku tadi dapat kabar soal Arief,” kata Alya tanpa menoleh. “Dia kabarnya mau mengundurkan diri karena alasan pribadi,"lanjut Alya
Azka tetap diam dan tidak mengatakan apapun.
“Kamu tahu sesuatu?” tanya Alya, matanya tak beranjak dari langit.
Azka ingin mengatakan segalanya tentang dokumen, tenntang pengkhianatan dan tentang bahaya yang makin dekat.
Tapi ia tahu, jika Alya tahu semuanya maka dia akan terbakar oleh dendam dan itu akan menghancurkannya.
“Aku sedang selidiki,” jawab Azka pelan.
Alya mengangguk kecil, lalu ia menoleh, dan menatap Azka untuk waktu yang lama.
“Satu hal yang selalu aku bingungin, Ka,”ucap Alya pelan.
Azka menatap balik pada Alya.
“Kenapa kamu nggak pernah cerita apa yang kamu pikirin?”ucap Alya
Azka hanya tersenyum tipis. Tapi di balik senyum itu ada luka yang dalam.
“Karena kamu harus tetap bisa percaya pada dirimu sendiri, bukan pada aku,"ucap Azka
Alya ingin menjawab. Tapi ia tau bahwa itu tidak akan ada gunanya.
Azka adalah dinding. Ia bisa bersandar padanya, tapi tak bisa menembusnya. Dan mungkin, itulah alasan kenapa ia bisa terus kuat.
Alya pun kembali ke kamarnya, tidur dalam rasa hampa. Sedangkan Azka berdiri di luar, memandangi langit yang sama. Tapi tak satupun dari mereka tahu bahwa dalam beberapa hari ke depan, sistem perusahaan Hartono akan runtuh dari dalam.
Dan ketika hal itu terjadi, Cuma Azka yang bisa memastikan Alya tetap berdiri.
Bersambung