Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wira vs Nenek Pakande
***
Sementara itu di tempat berbeda, terlihat Suanggi dan Wira kini sudah berada di dalam alam Roban.
Wira berhenti sesaat ketika melihat dua beringin kembar yang berada di depannya, pasalnya beringin itu terdapat sebuah aura aneh yang menyelimuti dua beringin itu.
"Ada apa dengan pohon beringin ini Owo?" Tanya Wira kepada Owo.
"Di depan anda ada semacam teknik pageran khusus Tuan, siapapun yang melintasi pohon beringin itu akan masuk ke dalam ilusi di mana ilusi itu hanya akan membuat Tuan tersesat di dalam hutan." Jawab Owo.
"Lalu apa yang harus aku lakukan Owo? Apakah aku perlu membunuh wanita ini agar teknik pageran ilusi ini menghilang?"
"Tidak Tuan, wanita tua itu bukanlah yang membuat teknik pageran ilusi ini, dia sebenarnya hanyalah wanita tua biasa dia hanya mengandalkan susuk untuk menambah kecantikannya. Pasti ada sosok lain yang lebih kuat di bandingkan wanita tua ini, Tuan Harus mencari tahu siapa sosok itu dan membunuhnya, karena instingku sangat yakin bahwa sosok itulah biang kerok dari hilangnya anak anak." Jelas Owo.
"Hmm... kalau begitu aku hanya perlu mengikuti wanita tua ini? Namun apakah aku tidak akan tersesat?" Tanya Wira.
"Tentu saja tidak Tuan, Wanita tua itu pasti hafal semacam mantra agar kita tidak terjebak ke dalam pageran ini, saran saya lebih baik Tuan ikuti dahulu permainan wanita tua ini, dia pasti akan membawa kita ke suatu tempat!" Ucap Owo.
Wira menganggukan kepalanya.
"Hei cepatlah kemari bocah!!" Teriak Suanggi kepada Wira karena berdiri melamun.
"Ah ya!" Wira langsung bergegas menyusul Suanggi yang sudah berjalan lebih dahulu di depan sana.
Mereka semua terus berjalan melewati berbagai pohon dan semak belukar, melihat pemandangan alas Roban membuat suasana hati Wira panas, dia teringat bahwa ibunya tewas di hutan ini.
Wira mengepalkan tangannya dengan geram, dia masih mengingat tentang Seorang pria yang tega menembak ibunya tanpa perasaan sedikitpun.
"Ibu, bibi, kakek, nenek aku berjanji akan membalas siapapun yang terlibat ke dalam pembunuhan ini, aku tidak perduli meskipun ayah terlibat dalam kematian kalian, aku pasti akan membunuh ayah apabila terbukti ayah terlibat. Aku juga akan mencari pelaku utama pembunuhan ini walaupun pelaku itu berlari ke ujung dunia sekalipun aku pasti akan menemukannya!" Batin wira dengan ekspresi geram.
Beberapa menit berlalu begitu saja, dari kejauhan Wira bisa melihat ada semacam gubuk yang lumayan besar berdiri kokoh di bawah pohon beringin.
"Ternyata benar! Wanita ini adalah penyebab hilangnya anak anak yang akhir akhir ini terjadi di sekitar Subah dan Kabupaten batang!" Batin Wira yang merasakan banyak sekali hawa ketakutan di dalam gubuk itu.
Tentu saja hawa ketakutan itu berasal dari 18 anak kecil yang lumpuh di dalam gubuk itu.
Suanggi terlihat menyeringai dengab ganas, dia kemudian mengeluarkan lipatan kain berwarna merah dan membukanya.
Terlihat bubuk putih yang mirip seperti garam, Suanggi mengambil sedikit bubuk putih itu dan langsung menaburkannya ke wajah Wira.
"Mampus kamu bocah gendeng!" Teriak Suanggi sembari melemparkan bubuk itu.
Hazing!
Sontak Wira bersin ketika terkena bubuk putih itu.
"Hahaha!!!" Suanggi tertawa dengan sangat senang melihat bocah menyebalkan di depannya ini berhasil terkena bubuk pemberian dari Pakande sebuah bubuk yang apabila di hirup akan membuat otot manusia lumpuh.
Ya bubuk inilah yang di gunakan oleh Pakande untuk melumpuhkan 18 anak kecil itu, sebelum ini Pakande telah memberikannya kepada Suanggi untuk berjaga jaga apabila anak kecil yang hendak ia tangkap memberontak.
"Bagaimana rasanya bubuk itu bocah gendeng! Kamu pasti sekarang merasakan tubuhmu lemas bukan? Haha rasakan itu!" Teriak Suanggi dengan sangat senang.
Namun tawa Suanggi secara perlahan merendah, dia mendapati ada hal yang aneh, seingatnya Pakande mengatakan efek serbuk ini hanya akan bekerja dalam 10 detik.
Namun sudah sepuluh detik lebih bocah gendeng di hadapannya masih berdiri dan menggosok gosok hidungnya seolah gatal.
"Rasanya sangat gatal, wanita tua jelek!" Ucap Wira yang membuat Suanggi kaget bukan kepalang.
"Wanita tua jelek? Tidak terpengaruh serbuk ini, tu... tunggu dulu!" Suanggi teringat tentang syarat dari susuk jarum emas miliknya, hanya seseorang yang memiliki kesaktian yang sangat tinggi yang mampu melihat wujud aslinya.
bocah gendeng ini tidak terpengaruh serbuk pemberian Pakande, bocah ini juga mampu melihat wujud aslinya, Suanggi langsung memikirkan kemungkinan terburuk pada saat ini yaitu bocah gendeng di depannya ini adalah bukan anak kecil biasa namun anak kecil yang memiliki kesaktian tinggi!
"Ba-- bagaimana mungkin!?" Tanya Suanggi dengan nada tidak percaya, "bagaimana mungkin anak sekecil dirimu bisa menjadi manusia sakti!"
Suanggi secara perlahan mundur kebelakang, kakinya gemetar tidak karuan. Maklum saja dia sejatinya hanya manusia biasa yang mengandalkan Pakande dan susuk jarum emas, Suanggi saat ini sendiri tidak ada Pakande di sini oleh karena itu saat ini Suanggi panik ketika menyadari bahwa bocah yang hendak ia culik bukanlah bocah biasa.
Siapa sangka Wira menyeringai dengan lebar, mata kirinya kini berubah menjadi hitam legam seolah angkasa yang tiada batasnya, "hehe... jadi Kamu sudah mengetahui siapa sejatinya diriku nenek tua jelek.." Ucap Wira dengan sebuah seringai.
"Aku akan memberikan satu kesempatan kepadamu nenek tua jelek, beritahu aku di mana rekanmu yang menyembah ilmu hitam itu, aku tahu pasti ada sosok yang sangat sakti yang melindungi dirimu... jika kamu mengatakannya akan aku berikan kamu kematian yang sangat cepat, sangat cepat hingga kamu tidak merasakan rasa sakitnya." Ucap Wira.
Wira berjalan mendekati Suanggi, aura hitam keunguan terlihat menyelimuti tubuh bagian kiri Wira.
Mata kiri Wira yang hitam legam bak angkasa yang tiada batasnya membawa kesan ngeri tersendiri bagi Suanggi.
Suanggi tidak mungkin memberitahu keberadaan Pakande, karena dia tidak tahu di mana Pakande saat ini, oleh karena itu satu satunya cara yang bisa di lakukan oleh Suanggi saat ini adalah lari sejauh mungkin.
Suanggi langsung bangkit dan berlari ke sebuah arah.
Wus..
Siapa sangka Wira melesat bagaikan bayangan hitam dan langsung menarik rambut suanggi dengan tangan kirinya.
Sontak kepala Suanggi condong kebelakang, tidak sampai di situ Wira langsung membanting Suanggi ke tanah.
Bang!
Bantingan wira sangat keras, hingga membuat tanah tanah tempat mendarat suanggi terangkat dan berhamburan.
"Huek!" Suanggi terlihat mengeluarkan setahun darah segar dari mulutnya, tidak hanya itu saja jarum emas yang merupakan susuk Suanggi juga keluar dengan sendirinya dari kening Suanggi akibat bantingan yang sangat keras dari Wira.
Wira langsung meraih leher Suanggi dengan tangan kanannya dan mengangkatnya ke atas, memaksa wajah Suanggi berhadap hadapan langsung dengan wajah Wira.
"Am-- ampun Tuan!!" Lirih Suanggi dengan tidak berdaya.
Wira tersenyum tipis, dia kemudian berucap, "sudah aku bilang bukan aku akan memberikanmu kepadamu kematian yang cepat apabila kamu memberitahukan diriku di mana keberadaan rekanmu, namun sepertinya kamu memilih kematian yang lama dan menyakitkan." Ucap Wira.
"A.. aku tidak tahu di mana keberadaan temanku Tu- tuan! Namun aku akan memberikan identitasnya, dia bernama Pakande.." Lirih Suanggi sambil meringis kesakitan.
"Pakande?" Ulang Wira.
"Aku di sini..." Siapa sangka tepat di saat Wira mengulangi nama Pakande sebuah suara serak terdengar dari sebuah arah.
Wira dan Suanggi langsung menatap arah sumber suara tersebut, terlihat seorang nenek tua dengan rupa yang sangat menyeramkan membawa anak kecil berwajah manis yang lumpuh.
Nenek Pakande menatap wira dengan tatapan tajam, bak belati yang siap menghujam jantung Wira.
Nenek Pakande menaruh Ratih di tanah, di posisi Ratih saat ini dia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah dari anak kecil yang sedang mencekik seorang nenek tua kurus kering.
Perlu di ingat lagi ketika Wira membanting Suanggi jarum emas di kening Suanggi juga keluar, oleh karena itu kini Ratih melihat Suanggi dalam wujud nenek tua.
Wira dan Nenek Pakande saling menatap satu sama lain.
"To... tolong aku Pakande, bocah ini! Dia bukan bocah biasa!" Teriak Suanggi mencoba meminta tolong.
Pakande menatap sesaat Suanggi kemudian kembali menatap tajam Wira.
"Hati hati tuan, dia pengguna ilmu hitam yang cukup tangguh. Kesaktian yang ia dapatkan karena menumbalkan banyak sekali korban!" Ucap Owo.
Wira menganggukan kepalanya, dia kemudian berucap kepada Nenek Pakande, "nenek Tua! Karena dirimu ibuku di fitnah sebagai pemuja ilmu hitam dan dalang di balik hilangnya anak anak, karena dirimu juga kamu sudah banyak sekali membuat orang lain menderita. Banyak orang Tua yang kehilangan anak hanya karena ulahmu... oleh karena itu aku akan mengakhiri semuanya di sini!" Ucap Wira dengan tegas.
"Hahahahaha....!!!" Siapa sangka nenek Pakande tertawa terbahak bahak mendengar ucapan Wira, "benar benar lelucon yang sangat lucu, bocah kemarin sore sepertimu mencoba untuk menghentikanku? Asal kamu tahu nak! Tanganku sudah berlumuran darah sejak aku kecil! Anak sekecil dirimu tidak akan mampu menghentikanku, walaupun kamu memiliki sedikit kekuatan! Lebih baik sekarang kamu lepaskan Suanggi, atau aku akan menguliti tubuhmu hidup hidup!" Ancam nenek Pakande.
Wira menatap dingin nenek Pakande.
Kratak!
Siapa sangka alih alih mendengarkan ucapan nenek Pakande Wira malah mematahkan leher Suanggi begitu saja di hadapan nenek Pakande.
Wira kemudian melemparkan mayat Suanggi ke samping begitu saja, seolah barang tidak berguna.
Ratih kaget bukan kepalang melihat anak kecil yang seperti monster itu, "Siapa dia?" Tanya pertanyaan itu yang teringat di dalam benak Ratih.
Sementara Nenek Pakande terlihat menggertakan giginya dengan geram, siapa sangka bocah ini terang terangan berani membunuh temannya di hadapannya, itu artinya bocah ini secara terang terangan berani memprovokasi dirinya.
"Aaaaarrrgggghhh!!!!" Pakande berteriak dengan marah, aura hitam meletup letup dari tubuhnya seiring dengan angin yang bertiup dengan sangat kencang.
"Aku tidak pernah di provokasi oleh siapapun, dan beraninya bocah yang kencing saja belum lurus seperti dirimu memprovokasiku, akan aku bunuh dirimu beserta seluruh orang yang kamu kenal! Akan aku jadikan alas Roban ini sebagai kuburanmu bocah bajingan!!" Teriak Pakande yang terlihat begitu murka melihat Suanggi tewas.
Terlihat mulut Ratih mengeluarkan darah akibat tidak kuat menerima tekanan aura di sekitar nenek Pakande, karena bagaimana pun posisi Ratih berada sangat dekat dengan nenek Pakande.
"Ini gawat! Gadis manis itu bisa mati!" Batin Wira, dia menyadari betul gadis itu hanyalah manusia biasa, menerima tekanan aura hitam seperti ini akan sangat berbahaya.
Tanpa basa basi lagi Wira menghentakan kakinya kearah Ratih, ia melesat bertujuan mencoba membawa Ratih menjauh dari Pakande.
Namun siapa sangka sebelum Wira bisa sampai ke arah Ratih, nenek Pakande sudah berada di hadapan Wira sambil memajukan tinjunya.
Mau tidak mau Wira memajukan tinju tangan kirinya.
Bang!
Hempasan energi supranatural, langsung tercipta dengan sangat kuat hingga membuat tubuh ratih terpental beberapa meter, karena Ratih terlalu dekat dengan area tersebut.
"Owo selamatkan anak itu!" Teriak Wira dalam hati..
"Maaf tuan saya tidak bisa, jiwa saya terikat dengan mustika hitam, saya hanya bisa memberikan kekuatan saya kepada anda saja tidak lebih, saya tidak bisa keluar dan ikut bertarung!" Jawab Owo.
"Sialan!!!" Kutuk Wira karena melihat wajah Ratih yang semakin pucat.
"Kemana fokusmu bocah bajingan!!" Teriak nenek Pakande sembari menampar wira yang lengah.
Plak!
Tamparan nenek Pakande begitu keras, hingga tubuh Wira terhempas sangat jauh bak bola meriam.