Sebuah cerita tentang perjuangan hidup Erina, yang terpaksa menandatangani kontrak pernikahan 1 tahun dengan seorang Presdir kaya raya. Demi membebaskan sang ayah dari penjara. Bagaikan mimpi paling buruk dalam hidup Erina. Dia memasuki dunia pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap akan dicintai.
Akankah dia bisa menguasai hatinya untuk tidak terjatuh dalam jurang cinta? ataukah dia akan terperosok lebih dalam setelah mengetahui bahwa suaminya ternyata ada orang paling baik yang pernah ada di hidupnya?
Jika batas waktu pernikahan telah datang, mampukan Erina melepaskan suaminya dan kembali pada kehidupan lamanya? Atau malah cinta yang lama dia pendam malah berbuah manis dengan terbukanya hati sang suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Arga kembali kedalam kamar setelah mengantar kepergian Dokter Reza. Erina masih tiduran seperti sebelumnya. Namun bedanya kali ini dia memegang HP di tangannya.
“Sudah lebih baik?” Arga menghampirinya, kemudian mendekatkan wajahnya hanya untuk menempelkan keningnya di kening Erina.
Erina sudah salah paham terlebih dahulu, dia selalu mengira Arga akan menciumnya saat dia mendekatkan wajahnya. Erina bahkan sudah memejamkan matanya rapat-rapat, tangannya mencengkram pinggiran ranjang dengan erat sampai menjatuhkan HP yang tadi dia pegang.
Kenapa dia mengecek suhu tubuhku dengan cara seperti ini? Apa tidak bisa mengecek dengan tangannya saja seperti manusia normal pada umumnya.
“Lihat, jelas-jelas kamu mengharapkan ciuman dariku masih juga mengelak.” Ucapnya terkekeh, sambil tangannya memungut benda pipih yang baru saja di jatuhkan Erina.
Haha, konyol sekali pikirannya itu, apa dia punya penyakit narsistik akut?
“Sudah minum obatnya?”
Erina hanya menganggukan kepala cepat. Malas menjawab.
“Tadi Dokter itu memegangmu di bagian mana saja?”
Heh? Pertanyaan macam apa itu?
Arga menatap Erina, kemudian menaikkan sebelah alisnya, menginginkan jawaban dari pertanyaannya.
“Di tangan, di dahi,” Erina menjawab sekenanya dengan ekspresi kebingungan.
“Yang mana, tunjukkan!”
Erina cukup kebingungan menjawab pertanyaan Arga, apa dia harus tahu sampai sedetail itu? Dokter Reza memeriksanya sebagaimana dia memeriksa pasiennya. Bukannya tadi dia juga ada di sana saat Dokter itu memeriksa Erina.
“Ini, Ini dan....” Erina menunjuk pergelangan tangan dan dahinya, ucapannya seketika terhenti, dia jadi ragu untuk mengatakan pada Arga dimana saja Dokter itu menyentuhnya tadi. Dia takut Arga berpikiran yang tidak-tidak. Kejadian semalam tiba-tiba kembali terniang-ngiang di benaknya.
“Mana lagi?” Tanya Arga menelisik.
“Sudah, hehe.”
Arga menyipitkan matanya, menatap Erina dengan penuh curiga.
“Benarkah?” Arga mengerutkan keningnya. Tidak percaya dengan ucapan Erina barusan.
Erina buru-buru menganggukkan kepalanya. Apa yang dilakukan Arga kemudian membuatnya tercengang, dia mengusap-usap pergelangan tangan dan dahi Erina. Tempat dimana Dokter tadi memeriksanya.
“Apa yang sedang anda lakukan?” Erina bertanya keheranan, kali ini ekspresi kebingungannya benar-benar tidak dapat dia kondisikan.
“Kau itu boneka mainanku. Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku, jadi kalau ada yang menyentuhmu dengan sengaja, aku harus menghapus jejaknya dengan tanganku. Ingat itu!” jawabnya sambil masih mengusap kening Erina. “Katakan, di bagian mana lagi dia menyentuhmu?”
Erina buru-buru menggelengkan kepalanya. “Sudah, itu saja kok, tadi Dokter itu menyentuhku di pergelangan tangan dan dahi saja”
Gawat! jangan sampai dia tahu kalau Dokter itu menempelkan stetoskopnya di atas perut dan dadaku. Bisa-bisa laki-laki gila ini melakukan hal tak senonoh padaku.
Lagi pula kenapa dia jadi sok posesif begini, apa dia tidak ingat bagaimana dia marah kemarin malam? Dia melotot sampai matanya mau keluar, berteriak seenaknya seperti bicara dengan orang tuli. Dan sekarang? Lihat! Dia bersikap seperti aku boneka porselen yang gampang rusak kalau disentuh orang. Apa dia punya kepribadian ganda?
“Baiklah, kalau begitu istirahatlah. Aku mau keruangan kerjaku.” Arga mengelus rambut Erina yang masih tergerai. Dia mendekatkan wajahnya kemudian memberikan kecupan lembut di bibir Erina.
Erina sampai terbelalak, dia mengira Arga akan mengecek suhu tubuhnya lagi saat dia mendekatkan wajahnya makanya dia bersikap santai saja. Tapi ternyata dia benar-benar mencium bibir Erina lagi. Kelakuannya benar-benar tidak bisa di tebak.
Kenapa aku jadi malu begini sih kalau dekat-dekat dengannya, kenapa juga jantungku tiba-tiba berdegup kencang seperti ini. Hei, hatiku sadarlah kau ini Cuma tahanan di sini. Jangan sampai terjebak pada kebaikan palsu yang dia berikan padamu. Mari kita hidup damai dengan tidak menaruh hati pada laki-laki sinting seperti dia.
“Kenapa? Aku hanya mengabulkan harapanmu. Bukannya tadi kamu berharap aku akan menciummu?” Ucap Arga enteng saat dia melihat raut kesal di wajah istrinya.
Ya, ya, katakan sesukamu wahai Tuan Muda sinting. Sepertinya kau harus pergi ke psikolog sebelum penyakit narsistikmu menyebar kemana-mana.
“Hehe...” Erina hanya pura-pura tertawa agar tidak memancing kemarahan Arga. Dia cukup kapok dengan kejadian semalam yang membuatnya syok dan berakhir demam seperti saat ini. Lebih baik mengiyakan semua yang dia katakan.
“Apa aku perlu menemanimu tidur?”
Erina buru-buru menggelengkan kepalanya.
“Tidak, tidak perlu. Anda harus menyelesaikan pekerjaan anda suamiku, saya tidak mau menjadi penghambat anda dalam bekerja”
Pergi sana, pergi yang jauh. Aku tidak mau dekat-dekat denganmu. Jantungku rasanya mau meledak kalau kau bersikap seperti ini.
“Baiklah, istirahatlah. Letakkan HP mu, besok kau harus sehat untuk mendampingiku ke undangan pesta.” Arga mengusap pipi Erina, kemudian pergi berlalu meninggalkan Erina sendirian di bawah selimut.
Pipi Erina kembali bersemu merah, wajahnya panas sekali setelah menerima sentuhan lembut dari suaminya. Ada kehangatan yang tiba-tiba menyeruak dari dalam hatinya.
...
Di dalam ruang kerjanya, Arga sedang duduk terpekur di depan laptopnya yang menyala. Pagi tadi Sekretaris May mengiriminya sebuah email, undangan pesta penyambutan artis Clarissa Clara yang di adakan di ballroom hotel miliknya.
Dia menghela nafas, kemudian menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya. Clarissa Clara, nama itu masih saja menggetarkan hati Arga setiap kali dia mendengar ada yang menyebutnya. Hubungan 4 tahun yang dulu pernah mereka bina tidaklah sebentar dan hal itu meninggalkan bekas yang cukup dalam di hati milik laki-laki dingin seperti Arga.
Kenapa dia pulang saat aku sudah mulai bisa melupakan namanya.
Sebenarnya sama sekali tidak ada niatan untuknya hadir di acara pesta penyambutan besok. Namun entah kenapa ada sesuatu yang menggelitik hatinya untuk bisa melihat wajah cantik yang dulu pernah ada di hatinya. Dia hanya ingin tahu seperti apa reaksi Clara saat dia tahu bahwa Arga sudah menikah.
Bahkan Arga menikahi gadis kampungan seperti Erina, itu pasti melukai harga dirinya sebagi seorang artis. Ya, Arga ingin balas dendam. Dengan menggandeng tangan Erina ke pesta besok, Clara pasti akan cemburu dan sakit hati. Sama seperti apa yang Arga rasakan selama ini.
Dia mengambil HP nya dari dalam laci, matanya langsung tertuju pada gantungan kunci hiu yang menggantung di benda pipih yang sedang dia pegang. Dia tersenyum miring, bisa-bisanya seorang presdir seperti dia menggantungkan benda aneh itu di HP nya.
Dia kemudian mengetik sesuatu di layar HP nya, memberi tahu May bahwa besok dia akan datang bersama Erina. Dia ingin May menyiapkan semua keperluan Erina, mulai dari gaun hingga seorang perias handal yang akan mendandani Erina. Dia ingin istrinya tampil cantik dan memukau di pesta penyambutan besok.
Kita lihat, seperti apa reaksimu besok saat aku menggandeng tangan wanita lain yang berada jauh dari standar kecantikan yang kau agung-agungkan. Apa kau masih bisa bersikap santai atau kau akan blingsatan dan merasa terhina dengan apa yang sudah aku lakukan!
.
.
(BERSAMBUNG)
egoisnya kebangetan si arga nih...