Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mempengaruhi
“Bu, lihat ini! Dia adalah orang jahat. Dia yang menyuruh wanita itu untuk mencuri putra ibu. Dan sekarang, putra ibu di jadikan budak oleh pria ini, jahat banget kan Bu?”
“Dia ja-jahat? Dia yang mencuri putraku? Dimana dia sekarang Mbak? Dimana???”
Di ruangan Mama Delina, Dokter Elis tengah memperlihatkan sebuah vidio pada wanita paruh baya itu. Vidio seorang pria yang sangat berwibawa, dengan senyum tulus terpancar dari wajah tegasnya.
“Dimana? Apa mbak tahu dimana putra saya dia bawa?”
Dokter Elis menggeleng pelan “Aku nggak tahu Bu, tapi yang aku dengar, dia akan datang kesini untuk membawa ibu juga. Menjadikan ibu budaknya juga” ujar dokter Elis benar benar mempengaruhi pikiran mama Delina.
“Tidak!!!!! Tidak, aku tidak mau.. Aku harus bersembunyi..” Mama Delina bangkit dari ranjang, dia berlalu ke kolong tempat tidur, menyembunyikan dirinya disana.
“Bu Delina, Ibu tidak perlu takut. Ada aku yang akan melawan orang jahatnya, sini bu!”
“Benaran ya Mbak, kamu akan mengusir dia kan? Oh iya, kamu juga akan mencari putra saya kan?” dia kembali mendekat, dengan tubuh yang terlihat menahan rasa cemas dan takut sekaligus.
Dokter Elis mengangguk sembari tersenyum tipis, “Iya, nanti aku bantu cariin putranya Bu. Tapi, kalau pria jahat ini datang, apa Ibu Delina mau ikut bersamanya?” Dokter Elis bertanya untuk memastikan. Dia tersenyum lega kala melihat gelengan kepala dari Mam Delina.
“Bagus. Ibu tahu nggak, dia juga yang menghancurkan pernikahan ibu loh.. Dia benar benar orang jahat Bu, nanti jangan tertipu sama wajahnya, okey?” Wanita paruh baya itu mengangguk setuju. Air matanya juga perlahan luruh saat mendengar tutur kata dokter Elis selanjutnya. Tentang pernikahannya dengan Morgan Copper.
“Udah, sekarang Bu Delina istirahat aja, nggak baik nangis terus, hayooo”
Setelah mengatakan itu, Dokter Elis memastikan wanita paruh baya tersebut beristirahat di ranjangnya. Dia perlahan keluar, senyum smirk tercetak jelas di wajahnya. Tidak lupa, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.
.
.
Sementara itu, Gavin yang memang nggak ada mood untuk berada di sekolah seharian, keluar dengan mobilnya.
Dia melajukan mobil mewah tersebut menuju kantor Daddy nya.
Tiga puluh menit perjalanan, Mobil Gavin berhenti di depan sebuah gedung besar nan tinggi, dengan tulisan Wijaya Group.
Pria itu turun, berjalan penuh wibawa masuk ke dalam kantor.
“Selamat siang Tuan” Sapa para karyawan yang berpapasan dengannya. Gavin tidak menyahut, dia hanya mengangguk singkat, terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan.
Masuk ke dalam lift, pria itu pergi menuju lantai 25, ruangan bokapnya.
“Gavin!” Di depan ruangan, dia berpapasan dengan Adrian Santoso, Asisten pribadi dari bokapnya Gavin.
“Selamat siang Uncle, Daddy sibuk nggak?” Tanya Gavin sembari mencium tangan Uncle Adrian.
“Ada, sepertinya tidak terlalu sibuk, juga ada om Delon di dalam, kamu ingin bertemu?” Gavin mengangguk.
“Ya udah, masuk saja Gavin”
Gavin mengetuk pintu, masuk setelah mendengar sahutan dari dalam.
“Loh, nggak sekolah? Katanya mau bertemu sepulang sekolah?” Dua pria berwibawa yang sedang berbicara seketika mengalihkan fokus saat Gavin masuk.
Mereka berdua menatap Gavin dengan tatapan sayang.
“Gavin, kamu bolos?” yang bertanya itu adalah bokapnya, Daddy Marvin Wijaya.
Gavin tak menyahut, dia lebih dulu duduk di sofa, baru setelahnya ikut nimbrung.
“Om sejak tadi datangnya?” tanyanya pada Om Delon, adik kandung dari Daddy Marvin.
“Barusan, sebenarnya Om malas datang Gavin, tapi mau gimana lagi, kamu kedengarannya sangat membutuhkan bantuan om” jawab pria itu dengan nada malas.
Gavin tersenyum tipis, merangkul bahu Om Delon “Om yang terbaik” ujarnya
“Om jadi penasaran, siapa dan apa yang membuat kamu begitu peduli dengan orang lain? pasalnya selama ini kamu itu tidak peduli pada siapa pun, kecuali gadis yang kamu cari cari itu..”
“Intinya orang itu penting om, Sekarang kita berangkat ke Rumah sakit aja, gimana?” Mereka berdua terlihat asyik sendiri, tak menghiraukan Daddy Marvin. Jika sudah bertemu begini, pria paruh baya itu kerap kali di jadikan nyamuk yang selalu tak di anggap kehadirannya.
Dulu dulu, dia selalu merasa cemburu dengan Delon, apalagi saat pria itu belum memperistri kan Mami Nadia, dia selalu mencari perhatian putranya, tapi ya gitu, Gavin lebih akrab ke omnya.
“sekarang banget Vin?”
“Iya sekarang lah Om, dia harus cepat sembuh, agar tidak ada lagi yang menangis diam diam karena kondisinya” jawab Gavin, di akhir kalimatnya dia berucap sendu.
Melihat itu, cepat cepat Om Delon langsung bangkit. “Ayok!” ajaknya, berjalan menuju pintu.
Mereka berdua keluar begitu saja.
“Kalian nggak pamit? Dasar adik dan anak durhaka!!” teriak Daddy Marvin dari dalam. Siapa yang peduli, teriakannya hanya angin lalu untuk mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.