DANGKAL

"Sebaiknya kau tenangkan diri dulu ya" jelas Tarmin sambil membawanya kembali ke kamar.

"Ya ..., Min" jawab Vera tak berdaya.

Setiba di kamar, tubuh Vera pun dibaringkan oleh Tarmin untuk sejenak istirahat dan menenangkan diri. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar ada panggilan masuk dari Nayla.

"Halo ...!" jawab Vera

"Halo juga Ver ..., kamu sudah jalan menuju kantor?" Tanya Nayla di balik ponsel.

"Maaf, Nay! Hari ini aku tidak bisa masuk kerja, badan ku sakit sekali!"

"Ya sudah kamu istirahat saja Ver!"

"Ya ..., makasih Nay!" Oia, tolong cover kerjaan ku sama Assisten ku ya!" Kata Vera.

"Kenapa lagi dengan Vera!" Dalam Hati Nayla. Ia masih curiga akan kejadian kemarin soal Ajie yang di ceritakan oleh Tarmin di Apartemen Vera.

"Sebaiknya sepulang ngantor aku ke temui dia!" sambung dalam hatinya dan melanjutkan pekerjaannya.

Hari ini kerjaannya tak begitu sibuk karena tidak ada meeting dengan klien. Nayla hanya mengecek keuangan perusahaan dari mulai pengeluaran operasional perusahaan serta keuntungan yang sudah masuk dalam hitungan persen. Sebagian staff juga tak begitu terlihat sibuk, mereka menghabiskan waktu di mejanya masing-masing dengan bercerita soal Ibu Vera CEO tidak ngantor selama dua hari.

"Mungkin Bu Vera sedang sibuk di luar jam kantor kali" sebagian cerita menurut para staf dan ada pula yang berpendapat sedang Bos nya itu sedang sakit.

"Oia, Bu Vera pacarnya siapa ya?" Tanya sebagian Para staf lelaki.

"Mana saya tahu!" Jawabnya staff perempuan.

Rupanya selain sibuk urusan kerjaan, para staf lelaki kerap mencuri-curi pandang Bu Vera yang cantik itu. Tubuh yang begitu ideal dan sexy membuat para staf lelaki jatuh cinta dan ingin mengencaninya. Namun, mereka tidak memiliki keberanian diri, lantaran tahu diri soal siapa Bosnya dan siapa Bawahannya.

"Andai saja saya Bosnya, sudah ku miliki Bu Vera dalam sekejap"

"Ya aku juga sependapat!"

Celoteh para staf lelaki dengan gatalnya terhadap Bosnya itu. Lalu, para staf perempuan menertawai khayalan mereka yang tidak mungkin menjadi kenyataan.

"Mimpi kalian tuh" jelasnya mengejek dengan tertawa.

Suasana pun mulai ramai di meja mereka yang begitu berdekatan. Tak lama kemudian, assisten Nayla keluar dari ruangannya dan menghampiri mereka untuk memberikan pekerjaan mengenai laporan yang sudah di siapkan untuk besok.

"Ini laporan terbaru! Tolong kalian besok kerjakan dengan cepat dan segera berikan kepada saya! Karena, laporan ini di tunggu oleh Bu Nayla" Ucapnya.

"Baik, Bu ...!" Tegas staf. Lalu, mengambil laporan tersebut.

***

"Min ...," teriak Vera di balik selimutnya.

"Ya , "

"Salah tidak ya aku mencintai Ajie selama ini?" ungkapnya dengan penuh tanya.

Tarmin hanya menghela nafas dari pertanyaan Bosnya sambil berpikir sejenak mencari cara terbaik untuk membantunya.

"Min ...."

"Ya ..."

"Aku benar-benar mencintainya Min"

Tarmin menghela nafas kembali seraya meneteskan air matanya. Pertanyaan kedua kali nya membuat mengiris hati Tarmin dengan silet yang tipis dan betapa sakitnya irisan itu.

"Sebaiknya kau istirahat saja ya sambil menunggu Dokter tiba!" Kata Tarmin. Ia sudah menghubungi Dokter pribadi Vera beberapa jam yang lalu untuk mengecek kondisinya yang saat ini.

"Aku tidak mau di obati Min ..." ucapnya merintih menangis di balik selimut.

Tarmin semakin khawatir atas perilaku Bosnya sejak mimpi itu terjadi. Ia memiliki firasat bahwa Bosnya depresi berat karena tak kuat menahan rasa keinginannya terhadap lelaki idamannya. Mungkin lambat laun Bosnya itu akan menjadi gila.

Tak lama kemudian, Dokter pribadi Vera tiba di Apartemennya. Dan ia lekas memeriksa kondisi Vera yang terbaring di ranjang dengan tubuh diselimuti. Meski kesulitan, ia berusaha memeriksanya dengan mengajak bicara dengan santai.

"Tubuhnya saat ini baik-baik saja. Tapi, tidak dengan batinnya" jelas Dokter bicara kepada Tarmin, dan memberitahukan bahwa beliau sedang depresi. "Jadi, sebaiknya kau pertemukan dia dengan lelaki itu atau kau bisa menelponnya. Setidaknya, walau hanya mendengar suara lelaki itu sudah bisa membuatnya lebih baik!" Sambung Dokter kembali dengan Nasihatnya.

"Ya, Dok ..." jawab Tarmin. Lalu, Dokter itu pun pergi meninggalkan Tarmin dan Vera.

"Hhmm ..., apa yang harus saya lakukan!" Tarmin merasa bingung. "Apa aku menelpon Nayla ya untuk datang ke sini?" sambung kembali dalam hatinya.

Tarmin hanya diam menatap Bosnya yang sedang depresi, ia merasa buntu dengan pikirannya yang tak bisa melakukan apa-apa terhadap Bosnya. Jari Tarmin terus mengetuk dagunya, berupaya berpikir keras untuk mendapatkan sesuatu.

"Hah ...., sial!" jelas Tarmin tak merasa buntu.

Beberapa jam berlalu. Vera masih merintih terbaring tertutupi selimut. Ponselnya pun bergetar tanda panggilan masuk dari Lee sahabat lamanya sejak kuliah. Ponsel itu terus bergetar berulang kali. Namun, Vera tak menghiraukan telpon darinya.

"Kemana ya dia?" Tanya Lee sembari menatap ponselnya.

Ia pun lekas mengeluarkan kartu nama yang pernah di berikan oleh Vera. Lee bermaksud untuk mendatangi alamat yang tertera di kartu nama tersebut.

"Ini alamat kantor Perusahaan pertambangan Emas!" Hhmm ...., sebaiknya aku kesana saja!" Ujar Lee bergegas menuju alamat tersebut seorang diri.

Tak cukup lama dala perjalanan, Lee sudah tiba di Gedung Pertambangan Emas. Lalu, ia menghampiri satpam gerbang yang tengah bertugas.

"Siang Pak .., saya mau tanya! Nama yang ada di kartu nama ini apa bekerja disini?" Tanya Lee sambil menunjukkan kartu nama Vera.

"Oh .., ya! Dia bukan bekerja melainkan dia CEO Perusahaan ini!" Jelas Satpam.

"Hah ...!" Lee tercengang atas yang dikatakan satpam itu. "Vera seorang CEO? Tapi, kok kartu namanya biasa saja!" sambung dalam hati Lee masih bingung.

"Maaf, Pak ..., sebelumnya sudah ada janji untuk bertemu Ibu Vera?" Tanya Satpam.

"Oh tidak Pak, saya hanya mau bertanya saja! Kebetulan belum ada janji dengan Ibu Vera". Jawab Lee dan ia lekas pergi meninggalkan satpam itu.

Lee kembali menaiki mobilnya dan melanjutkan perjalanannya. Di sepanjang perjalanan, hatinya penuh tanya soal Vera seorang CEO Perusahaan. Yang ia kenal, Vera tak pernah menunjukan seorang kepribadian pemimpin.

"Sejak kapan kau mampu menjadi Seorang CEO?" Ujar dalam hatinya.

"Hhmm ..., saya harus bisa mendapatkan dia secepatnya! Setidaknya, bisa merubah nasib dalam sekejap!" Sambungnya Lee mulai berencana jahat terhadap Vera.

Lee hanya seorang karyawan di Sebuah Perusahaan kecil yang bergerak di bidang Distributor elektronik. Ia hanya memliki gajih dalam sebulan terbilang kecil dan membuatnya tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Ia berulangkali keluar masuk perusahaan untuk mencari gajih yang sesuai di harapkan nya. Namun, ia tak pernah menemukan Perusahaan yang mampu menggajinya dengan tinggi. Jadi, mau tak mau ia harus tetap bekerja di Perusahaan yang saat ini demi menutupi kebutuhannya.

"Saya harus bermain cantik untuk mendapatkannya" jelas Lee penuh rencana jahat.